Imam Syafi’i, Ulama Fikih Pembela Sunnah yang Mendunia

Imam Syafi’i, Ulama Fikih Pembela Sunnah yang Mendunia

Ma’had Aly – “Tidak ada seorang pun yang memegang alat tulis tidak juga pena, melainkan bagi pundak Syafi’i mempunyai bagian darinya. Kalaulah bukan karena Syafi’i tentulah kami tidak mengetahui fikih hadits. Adalah Ilmu Fikih seperti terkunci bagi ahlinya sampai kiranya Allah SWT. membukakan melalui Syafi’i” pujian Imam Ahmad bin Hanbal mengenai seorang ulama fikih yaitu Imam Syafi’i. 

Siapa yang tidak mengenal Imam Syafi’i, seorang ulama fikih multitalenta yang jadi panutan masyarakat muslim dunia. Nama lengkapnya adalah Muhammad bin Idris bin Abbas bin Utsman bin Syafi’i bin ‘Abid bin Abdu Yazid bin Hasyim bin Muthallib bin Abd Manaf keturunan bangsa Quraisy. Ibunya berasal dari Azad Yaman. Imam Syafi’i lahir pada tahun 150 H dalam keadaan Yatim dan hidup bersama ibunya yang janda, karena ayahnya meninggal pada saat ia dalam kandungan ibunya yang masa kehamilannya saat itu berusia 2 tahun. Setelah lahir, kemudian Imam Syafi’i dibawa ke Mekkah, dibesarkan disana dan menuntut ilmu serta berguru kepada ulama Mekkah saat itu. Pada usia 7 tahun, ia sudah mampu menghafal Al-Qur’an dan hafal semua pelajaran yang diberikan oleh gurunya. Sehingga di usianya yang ke 15 tahun, ia diperbolehkan memberi fatwa kepada masyarakat umum oleh gurunya, yaitu Muslim bin Khalid Az-Zanji. Kemudian ia juga menduduki jabatan sebagai guru besar Masjidil Haram di kota Mekkah. 

Semangat belajar dari kecil hingga remaja membuat Imam Syafi’i menjadi anak yang cerdas dan ulet. Keuletannya terbukti saat belajar, ia selalu mencatat semua pelajaran dari gurunya melalui pelapah kurma, kulit unta, dan lain sebagainya. Imam Syafi’i menghabiskan masa hidupnya untuk berkelana ke seluruh negeri untuk mencari dan mendalami ilmu pengetahuan. Ia juga belajar bahasa Arab fasih kepada orang Badui di Mekkah selama 10 tahun. Pada awalnya Imam Syafi’i cenderung pada syair, sastra, dan belajar bahasa Arab sehari-hari. Tapi Allah SWT. Memberikan anugerah kepadanya untuk menekuni Fiqh dan ilmu pengetahuan. Semasa di Mekkah, Imam Syafi’i mendengar ada seorang ulama besar di Madinah, yaitu Imam Malik r.a. Kemudian terbesit keinginan untuk berguru kepadanya dan sebelumnya ia juga sudah mempelajari kitab Al-Muwatha karya Imam Malik sendiri. Sebagian besar dihafalkannya. Setelah hafal, keinginannya untuk pergi ke Madinah semakin kuat serta semakin membuatnya tertarik pada fikih Imam Malik tersebut.

Ketika Imam Syafi’i bertemu dengan Imam Malik, maka Imam Malik berkata kepadanya, “Sesungguhnya Allah telah menaruh cahaya dalam hatimu, maka jangan padamkan dengan perbuatan maksiat”, mulai hari itu barulah Imam Syafi’i berguru kepada Imam Malik  sampai wafatnya Imam Malik tahun 179 H. 

Setelah wafatnya Imam Malik, Imam Syafi’i pergi ke Yaman dan menetap di sana. Ia juga menyempatkan diri untuk belajar kepada ulama-ulama Yaman guna memperluas ilmu pengetahuannya, diantaranya yaitu Mu’tharif Ibnu Mazin Hasyim Ibnu Yusuf, Amr Ibnu Abi Salamah, dan Yahya Ibnu Hasan. Disamping itu, ia juga meneruskan perjalanannya mkencari ilmu dari satu kota ke kota lainnya selama bertahun-tahun. Sehingga sampailah ia di kota Baghdad, saat itu yang berkuasa adalah Harun Ar-Rasyid. Di kota Baghdad ini, ia mempelajari Fikih ulama Irak yang terkenal dengan sebutan ulama Ahlu Ra’yi. Namun sebelumnya ia berguru kepada Imam Malik yang merupakan Ahlu Hadits. Sehingga suatu ketika ia di sebut sebagai Nashir As-Sunnah atau pembela sunnah, karena ia selalu membela fikih Madinah yang notabane dari kalangan hadits. 

Selain sebagai ahli hadits dan fikih, Imam Syafi’i juga dikenal sebagai seorang penulis dengan karyanya yang berjudul Al-Hujjah yang didalamnya memuat persoalan yang berkembang, kitab tersebut dinamakan sebagai kumpulan Qoul Qadim As-Syafi’i. sedangkan Qoul Jadidnya ketika ia berada di Mesir. Kepandaian Imam Syafi’i sebagai seorang ahli dalam syair. Ia pandai mengarang dan menyusun kata yang indah dan menarik nilai isi syairnya, sehingga menggugah hati para ulama syair waktu itu. 

Kitab-kitab Imam Syafi’i yang terkenal sampai saat ini yaitu:

    1. Al-Risalah, kitab ini khusus tentang Ushul Fiqh yang mencakup pembahasan mengenai uraian cara mengistinbatkan hukum.
    2. Al-Umm, dalam kitab ini tidak hanya mencakup ilmu fikih namun, membahas megenai periwayatan hadits dari ulama hadits lengkap dengan perawinya dan isi kitab al-Umm ini juga mencakup beberapa kitab Imam Syafi’i yang lainnya seperti Syiar al-Auza’i, Jima’ al-‘Ilm, Ibthal al-Istihsan, dan al-Radd ‘ala Muhammad bin Hasan. 
  • Al-Musnad, kitab ini berisi tentang hadits-hadits Nabi yang dihimpun dari kitab al-Umm.
  • Ikhtilaf al-Hadits, kitab hadits mengenai uraian pendapat Imam Syafi’I mengenai perbedaan yang terdapat dalam hadits. 

Imam Syafi’i memiliki sanad keilmuan yang tersambung sampai Rasulullah saw. Sebagai ulama fikih yang handal dan terkenal ia mempunyai 2 murid yang hebat yang belajar fikih dengan beliau, yaitu Imam Ahmad bin Hanbal dan Imam Ishaq bin Rahawaih. Imam Syafi’I sendiri sudah menguasai ilmu fikih Madzhab Maliki dan Madzhab Hanafi. Sehingga ia mempunyai Madzhab sendiri yaitu Madzhab Syafi’i yang terkenal hingga saat ini. Terlihat dari ucapan Imam Syafi’i, “Apabila ada sebuah hadits shahih maka itu adalah madzhabku.” Madzhab Syafi’i ini merupakan kombinasi dari Madzhab Maliki yang lebih menekankan kepada kebiasaan orang Madinah dan Madzhab Hanafi yang menekankan pada logika.

Kehidupan Imam Syafi’i yang dipenuhi dengan ilmu, berdakwah dari satu tempat ke tempat lain dan menyebarkan Islam di sisa hidupnya, ternyata memberikan mudarat bagi tubuhnya. Sehingga ia terkena penyakit wasir dan menyebabkan keluarnya darah. Namun, kecintaannya terhadap ilmu sangat tinggi, maka Imam Syafi’i tetap melakukan dakwah sampai akhir hayatnya. Ia wafat pada akhir bulan Rajab tahun 204 H, malam jum’at setelah shalat maghrib dan dikuburkan di Kairo dekat masjid Yazar. 

Referensi:

Abu Zahrah, Imam As-Syafi’i dan Biografi dan Pemikirannya dalam Aqidah dan Politik, Jakarta: PT. Lentera Basritama, 2005. 

Tariq Suwaidan, Biografi Imam Syafi’i. Terj. Imam Firdaus. Jakarta: Zaman. 2015

Fatih Suryadilaga dkk, Studi Kitab Hadits, Yogyakarta: Teras, 2003. 

Hairul Hudaya, Mengenal Kitab al-Umm karya Imam Syafi’i. Vol. 14. No. 1 Juni 2017. Jurnal Studi Islam dan Humaniora https://www.researchgate.net/publication/

M. Ali Hasan, Perbandingan Mazhab, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2002.

M. Bahri Ghazali dan Djumaris, Perbandingan Madzhab, Jakarta: Pedoman Ilmu, 1992.

Oleh: Milasari, Semester V

Leave a Reply