Ma’had Aly – Kilau intan berbinar karena cahayanya langsung dari Allah swt., sinarnya berkilau ke tiap penjuru dunia. Ia mampu menguak tabir kegelapan, kekufuran dan kesesatan hingga dapat mengubah jalan kehidupan dan meluruskan garis sejarah. Tak heran setiap pendengar merasa terpukau mendengar lantunannya. Lantunan ayat suci al-Qur’an yang merupakan kalam Allah swt. diamanahkan kepada insan kesayangan-Nya, yaitu Nabi Muhammad saw. Ketika Nabi Muhammad saw. hendak mengemban amanah yang begitu berat ini beliau sudah mempersiapkannya jauh-jauh hari, dimana beliau sering mengasingkan diri tepatnya di gua Hira, Jabal Nur. Beliau menghabiskan waktunya di gua Hira untuk beribadah, memikirkan keagungan alam semesta yang Allah swt. telah ciptakan.
Kebiasaan Nabi Muhammad saw. mengasingkan diri ini merupakan rencana Allah swt. untuk persiapan menerima risalah yang begitu istimewa, di mana Nabi Muhammad saw. dengan kekuasaan Allah swt. akan mengubah wajah dunia serta meluruskan garis sejarah, hingga tiba saatnya Allah swt mewahyukan Al-Qur’an melalui Malaikat Jibril. Tepatnya pada hari Senin, malam 21 Ramadhan atau bertepatan pada 10 Agustus 610 M. Saat itu Nabi Muhammad saw. berusia 40 tahun lebih 6 bulan 12 hari menurut kalender hijriyah, atau 39 tahun lebih 3 bulan 12 hari. Hal ini menurut penelitian dari berbagai dalil dan perbandingan yang lain dalam terjemah kitab Sirah Nabawiyah, Rahiq al Makhtum.
Ayat pertama yang Allah swt. turunkan adalah lima ayat pertama dari surat Al-’Alaq. Ketika Nabi Muhammad saw. menerima wahyu ini, beliau sangat ketakutan, dengan hati yang bergetar lalu pulang menemui istrinya, Siti Khadijah. Kemudian Siti Khadijah mempertemukan Nabi Muhammad saw. dengan Waraqah bin Naufal bin Asad bin Abdullah, anak paman Khadijah. Waraqah adalah seorang Nasrani semasa jahiliyah. Dia menulis buku berbahasa Ibrani dan juga menulis Injil berbahasa Ibrani, meskipun ia sudah tua dan buta. Setelah Rasulullah saw. menceritakan apa saja yang sudah terjadi, Waraqah mengatakan bahwa ini adalah kejadian sama yang terjadi pada Nabi Musa as., begitulah proses datangnya wahyu pertama kepada Nabi Muhammad saw.
Lantunan ayat al-Qur’an ini mampu menyusup hingga relung hati pendengarnya, begitupun Umar bin Khatab yang sangat dihormati oleh masyarakat jahiliyah di Mekkah dan berperan aktif membangun sejarah keluarganya juga seorang duta Bangsa Arab saat terjadi peperangan antara Quraisy dengan suku lain, pembela kehormatan. Saat itu tak seorangpun yang menyangka kilau cahaya Islam mampu menyentuh kalbu Umar bin Khatab, dengannya Allah swt mengabulkan doa Nabi Muhammad saw., “Ya Allah, perkuat Islam dengan Abdul Hakam bin Hisyam (Abu Jahal) dan Umar bin Khattab.”
Saat itu kaum Quraisy sedang berkumpul membicarakan ajaran yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw. dan merencanakan siapa yang berani membunuh Nabi Muhammad saw. Lalu Umar bersedia membunuh Nabi Muhammad saw., dan di perjalanan berbekal pedang terhunus Umar bertemu dengan Nu’aim bin Abdullah An-Nahham yang memberitahu bahwa adik perempuan Umar dan adik iparnya telah memeluk Islam. Karena merasa malu akhirnya Umar menemui kedua adiknya itu, dan memang adik perempuannya itu tengah membaca ayat suci al-Qur’an. Setelah beberapa kali terjadi perdebatan, saat itu pula Umar ingin membacanya, setelah bersuci ia pun membaca al-Qur’an. Saat Umar membaca basmalah, ia gemetar dan lembaran al-Qur’an terlepas dari tangannya. Umar begitu terkesan dan melanjutkan bacaannya, hingga Umar berkata “Sepantasnya pemilik ucapan ini disembah tanpa ada sekutu yang lain, bawalah aku ke hadapan Muhammad,” akhirnya Umar pergi mendatangi Nabi Muhammad saw. untuk mengucapkan dua kalimat syahadat.
Al-Qur’an ini berbeda dengan kitab lainnya karena al-Qur’an menjadi kitab terakhir yang Allah swt. turunkan untuk menyempurnakan dunia seutuhnya, sehingga menjadi pedoman umat seluruh dunia hingga akhir zaman. Dikatakan menjadi pedoman bagi seluruh umat karena isi kandungan Al-Qur’an ini sudah mencakup segala permasalahan manusia, memprediksi apa yang akan terjadi, menceritakan kisah-kisah para Nabi terdahulu yang mengandung ibrah, bahkan membahas tentang berbagai hukum: akidah, akhlak, dan amal perbuatan. Hukum perbuatan dalam al-Qur’an terbagi dua:
- Hukum ibadah, ayat al-Qur’an yang membahas shalat, puasa, zakat, haji, nazar, sumpah dan ibadah lainnya yang mengatur hubungan antara makhluk dengan Tuhannya.
- Hukum muamalah, seperti akad, hukuman, pidana, dan perbuatan lainnya yang mengatur hubungan antar sesama mukallaf baik antar individu ataupun kelompok.
Hukum perbuatan yang mengatur selain hubungan antara manusia dengan Tuhannya disebut dengan hukum muamalah. Sedangkan dalam istilah modern, hukum perbuatan ini bercabang-cabang sesuai dengan konstelasi (keadaan) hukum tersebut dan tujuan seperti berikut ini:
- Hukum pribadi, yaitu hukum yang mengatur hubungan antara suami dan istri, hubungan antar anak sekerabat, ada sekitar 70 ayat al-Qur’an yang membahas ini.
- Hukum perdata, yaitu hukum yang membahas hubungan perbuatan jual beli, sewa menyewa, gadai, tanggungan, syirkah, hutang piutang. Hukum ini bertujuan mengatur hubungan pribadi dalam kekayaan dan menjaga hak orang lain. Ada sekitar 70 ayat yang membahas hukum ini.
- Hukum pidana, hukum yang berhubungan dengan tindakan kriminal yang dilakukan mukallaf serta akibat dari tindakan kriminal tersebut dengan tujuan untuk memelihara kehidupan, kekayaan, harga diri dan hak setiap manusia, ada sekitar 30 ayat Al-Qur’an yang membahasnya.
Beberapa hukum tersebut dijelaskan dalam al-Qur’an. Sebegitu rincinya Allah swt. menjelaskan hukum perbuatan manusia agar mereka selalu berada di jalan yang benar sesuai syariat Islam. Bahkan orang yang membaca al-Qur’an harus menggunakan adab dan tata cara, harus bersuci terlebih dahulu, membaca di tempat bersih dan suci, menghadap kiblat, memulai qira’ah dengan ta’awudz, membaca dengan tartil, dan masih banyak adab yang harus diterapkan ketika membaca Al-Qur’an. Dengan tuntunan adab tersebut, kita tahu bahwa al-Qur’an merupakan kitab suci yang menjadi pedoman hidup manusia.
Referensi
Abdullah Al-Maghlouth, Sami Bin. 2014 M. Jejak Khulafaur Rasyidin 2 Umar Bin Khatab. Terj. Muflih Kamil. Jakarta: Penerbit Almahira
Al-Mubarakfuri, Shafiyyurrahman. 1414 H. Ar-Rahiqul Makhtum, Bahtsun Fi As-Sirah An-Nabawiyah Ala Shahibina Aidhalish Salati Wa Sallam. Terj. Kathur Suhardi. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar
Khallaf, Abdul Wahhab. 1977 M. Ilmu Usul Fikih. Terj. Faiz El-Muttaqin. Jakarta: Pustaka Amani
Syaraf An-Nawawi, Abu Zakaria Yahya Bin. 2005 M. At-Tibyan Fi Adabi Hamalatil Qur’an. Terj. Umniyyati Sayyidatul Hauro, Shafura Mar’atu Uhda. Sukoharjo: Al-Qowam
Oleh : Dalimah Nur Hanipah, Semester IV