Masa Pemerintahan Pasca Wafatnya Rasulullah saw

Masa Pemerintahan Pasca Wafatnya Rasulullah saw

Rasulullah saw. wafat pada 12 Rabiul Awal 11 H/ 08 Juni 632 M, dan kalangan sahabat gundah memilih pemimpin pengganti Rasulullah saw. Saat itu kaum Anshar di bawah pimpinan Sa’ad bin Ubadah dan kaum Muhajirin berunding di Saqifah untuk memilih Khalifah. Dari kalangan Anshar mengajukan Sa’ad bin Ubadah, sedangkan dari kalangan kaum Muhajirin mengajukan Abu Bakar ash-Shiddiq atau Umar bin Khattab. Dari situlah terjadi perdebatan sengit, akhirnya semua bersepakat memilih sahabat yang paling utama yaitu Abu Bakar ash-Shiddiq sebagai khalifah pengganti Rasulullah saw.

Abu Bakar ash-Shiddiq lahir dua tahun dua bulan setelah Rasulullah saw. dilahirkan, dan beliau wafat di usia yang sama dengan Rasulullah saw. yaitu di usia 63 tahun. Nama asli beliau adalah Abdullah bin Abi Quhafah Utsman bin Amir bin Amr bin Ka’ab bin Sa’ad bin Taym bin Murrah bin Ka’ab bin Lu’ay bin Ghalib al-Qurasyi at-Tamimi. Beliau memiliki nama julukan antara lain yaitu al-Atiq, karena beliau dipandang memiliki tampang rupawan, juga disebutkan karena beliau terhindar dari panasnya api neraka. Diberi julukan Atiq juga sebab beliau merupakan orang yang pertama kali meyakini kebenaran Rasul.

Namun nama julukan yang paling masyhur beliau ialah as-Shiddiq, karena beliau orang yang selalu berkata jujur. Masa jabatan abu Bakar ash-Shiddiq sebagai khalifah hanya dua setengah tahun. Pada masa kekhalifahannya beliau melancarkan peperangan melawan orang-orang murtad, membangun baitul mal, dan membasmi nabi-nabi palsu. Beliau juga sebagai pionir pengkodifikasian al-Qur’an, di mana saat itu banyak kaum muslimin penghafal al-Qur’an mati syahid sebab peperangan Yamamah. Awal ide perencanaan pengumpulan al-Qur’an dilakukan oleh Umar bin Khattab, sebagai bentuk kekhawatirannya terhadap gugurnya para penghafal al-Qur’an akan menyebabkan hilangnya sebagian besar al-Qur’an. Namun usulan tersebut tidak semudah itu diterima oleh Abu Bakar, karena hal itu belum pernah dilakukan oleh Rasulullah saw. Namun akhirnya Khalifah Abu Bakar luluh karena harapan baik akan dilakukannya kodifikasi tersebut sehingga beliau pun menyetujuinya.

Proses pembukuan al-Qur’an dimulai dari pengumpulan ayat-ayat al-Qur’an yang saat itu masih tersebar di daun, pelepah kurma, tulang, juga batu. Setelah beberapa tahun menjadi khalifah, beliau mengalami sakit selama 15 hari. Aisyah binti Abu Bakar ash-Shiddiq mengatakan pada hari Senin tanggal 7 Jumadil Akhir ayahnya mandi dan merasakan kedinginan. Beliau terkena demam selama 15 hari dan tidak dapat mengikuti shalat jamaah di masjid, hingga akhirnya wafat pada malam Selasa, 22 Jumadil Akhir tahun ke-13 H dalam usia 63 tahun.

Setelah itu diangkatlah Umar bin Khattab menggantikannya sebagai khalifah, beliau bernama Umar bin Khattab bin Nufail bin Abdul ‘Uzza bin Rabbah bin Qurth bin Razah bin Ady bin Ka’ab bin Lu’ay. Lahir pada tahun ke-13 setelah terjadinya tahun Gajah (yaitu 581 H), beliau masuk Islam saat usianya genap 27 tahun. Saat itu kaum muslimin masih sangat minim, sekitar 40 orang laki-laki dan 11 orang perempuan. Selain menjadi khalifah yang menggantikan posisi Abu Bakar ash-Shiddiq, Khalifah Umar juga merupakan mertua Rasulullah saw.

Suatu saat Rasulullah saw. pernah berdoa dan meminta kepada Allah agar memuliakan Islam melalui dua orang yang Allah cintai,  yaitu Umar bin Khattab atau Abu Jahal bin Hisyam. Banyak yang menafsirkan awal mula Umar bin Khattab masuk Islam, di antaranya yaitu pernah suatu malam Umar hendak membunuh Rasulullah saw. Di tengah perjalanan Umar bertemu dengan seorang lelaki dari Bani Zuhrah, ia mengabari bahwa adik perempuan dan suaminya telah mengikuti agama yang dipeluk Rasulullah saw.

Seketika itu Umar berbalik arah menuju rumah adiknya. Begitu ia tiba di pintu rumah adiknya, Umar mendengar bacaan al-Qur’an dari rumah tersebut, seketika Umar masuk dan menanyakan apa yang adiknya lakukan. Namun adiknya terdiam, dan Umar menanyakan tentang keislamannya, lalu suami adiknya berkata bahwa agama yang dianut Umar adalah agama yang salah. Seketika Umar pun marah seraya mencekik leher adik iparnya. Melihat kejadian tersebut adik Umar berusaha melepas cekikan tersebut. Namun adik Umar justru terkena tamparan keras hingga terseok ke lantai dengan darah di pipinya sambil mengucap syahadat di depan Umar. Ketika itu Umar hendak membaca apa yang mereka baca namun dicegah adiknya, sebab orang yang boleh menyentuh al-Qur’an hanyalah orang-orang yang suci. Setelah mendengar itu Umar pun pergi untuk mengambil wudlu dan membaca surat at-Thaha, seketika hatinya trenyuh membaca ayat tersebut dan ia ingin agar dipertemukan dengan Rasulullah saw. Sesampainya di rumah Rasulullah saw, Umar bertemu Hamzah dan Thalhah dan dihadapan Rasulullah saw, Umar menyatakan keislamannya.

Umar menjalankan wasiat yang diberi Abu Bakar ash-Shiddiq untuk menggantikannya sebagai khalifah pada bulan Jumadil Akhir tahun 13 H. Di masa pemerintahannya, ia banyak melakukan ekspansi wilayah, antara lain pada tahun 14 H berhasil menaklukan Damaskus, Bashrah, Ablah, membuka kota Himsh dan Baklabakka. Sedangkan di tahun 15 H pasukan Umar berhasil menguasai Yordania melalui gencatan peperangan, dan berhasil menaklukan wilayah Thabariyyah dengan jalan damai. Di tahun 17 H, Umar juga menghidupkan shalat tarawih secara berjamaah dan memperluas Masjid Nabawi.

Sebelum wafat, Umar melarang tawanan perang yang sudah baligh memasuki kota Madinah. Namun ketika gubernur Kuffah Al-Mughiroh bin Syu’bah mengirimkan surat bahwa ia mempunyai budak bernama Abu Lu’luah yang ahli dalam berbagai bidang akan dikirim ke Madinah, Umar pun menyetujui hal tersebut. Al-Mughirah mengambil keuntungan dari tawanan tersebut sebesar seratus dirham per bulannya. Ketika mendengar hal itu, budak tersebut meminta keringanan kepada Umar. Menurut budak tersebut uang yang harus dikeluarkannya untuk memberi Mughiroh terlalu besar, namun Umar tak menghiraukan hal tersebut. Akibatnya, budak tersebut dendam terhadap Umar dan berencana untuk menghabisi Umar. Pada hari Rabu 23 Dzulhijjah saat hendak melaksanakan shalat berjama’ah, Abu Lu’luah menikam Umar dari belakang dengan pisau bermata dua sebanyak enam kali. Akhirnya Umar bin Khattab meninggal pada Ahad awal Muharram dalam usia 63 tahun.

Tampuk pemerintahan lalu diserahkan kepada Utsman bin ‘Affan. Nama lengkap beliau adalah Utsman bin Affan bin al-Ash bin Umayyah bin Abdus bin Syam bin Abdi Manaf bin Qushay bin Kilab bin Murrah bin Ka’ab bin Lu’ay bin Ghalib bin al-Qurasyi al-Umawi al-Makki al-Madani Abu ‘Amr. Lahir pada tahun ke-6 tahun Gajah, beliau masuk Islam di tangan Abu Bakar ash-Shiddiq dan dua kali ikut hijrah yaitu ke Ethiopia dan Madinah. Beliau mempersunting putri Rasulullah saw. yang bernama Ruqayyah, namun rumah tangganya tak berlangsung lama, karena Ruqayyah meninggal dunia dan dimakamkan di Madinah. Setelah Ruqayyah wafat, Rasulullah saw. menikahkan Utsman dengan putrinya yang bernama Ummu Kultsum. Oleh karenanya Utsman diberi gelar Dzun-nurain yang berarti si pemilik dua cahaya, sebab tidak ada yang menikahi dua putri Rasulullah saw. selain Utsman bin Affan.

Beliau memerintah sekitar 12 tahun lamanya, sebagian masyarakat tidak menyukai gaya kepemimpinan Utsman, karena beliau terlalu sibuk mementingkan kaumnya sendiri. Ini merupakan salah satu tuduhan keji sebagai bentuk fitnah dan kekejian orang munafik yang berakibat sangat fatal. Beliau dituduh mengangkat pejabat-pejabat dari kalangan bani Umayyah yang tidak pernah hidup di masa Rasulullah. Pada tahun 35 H para sahabat mencela atas tindakan yang dilakukan oleh Utsman. Contohnya beliau mengangkat Abdullah bin Abi Sarah sebagai gubernur Mesir dan menjabat selama dua tahun.

Selama menjabat sebagai gubernur Mesir, masyarakat merasa teraniaya atas perbuatan Abdullah, sehingga mereka berbondong-bondong mengadukan sifat buruk gubernur Mesir dan Utsman mengirimkan surat untuk memberi peringatan atas perlakuan buruknya terhadap masyarakat. Namun gubernur Mesir justru menghukum mati utusan Utsman. Usaha masyarakat Mesir terus berlanjut, bahkan lebih dari 700 orang datang ke Masjid Madinah untuk melaporkan perbuatan kejam Abdullah kepada para sahabat. Saat itu, Thalhah bin Ubaidillah berdiri dan berkata kasar kepada Utsman.  Aisyah pun mengirimkan surat kepada Utsman agar berbuat adil kepada orang-orang yang telah diangkatnya menjadi penjabat. Begitu juga dengan Ali, ia memerintahkan Utsman agar mengganti gubernur Mesir, Utsman pun menyetujuinya dan memerintah masyarakat Mesir agar memilih pejabat yang mereka sukai. Akhirnya mereka memilih seorang yang bernama Muhammad bin Abu Bakar.

 Setelah itu Muhammad bin Abu Bakar melakukan perjalanan selama tiga hari, dan di tengah perjalanan mereka bertemu dengan seorang nelayan yang diutus oleh Utsman untuk mengirimkan surat kepada gubernur Mesir, namun akhirnya surat tersebut berhasil dirampas oleh Muhammad bin Abu Bakar dan dibacakanlah isi surat tersebut. Isinya bahwa ketika pasukan Muhammad bin Abu Bakar sampai ke Mesir bunuhlah. Seketika itu pasukan Muhammad bin Abu Bakar kembali ke Madinah, dan melakukan perkumpulan.

Para sahabat merasa jengkel atas perlakuan Utsman dan pada tahun ke 35 H para sahabat dan masyarakat mengepung rumah Utsman. Ali berhasil bertemu dengan Utsman dan menanyakan tentang surat tersebut. Unta, stempel dan budak tersebut benar milik Utsman, namun tulisan pada surat tersebut mirip tulisan Marwan. Utsman menyadari bahwa inilah fitnah yang telah lama diberitakan Rasulullah saw. Karenanya, Utsman hanya bisa bersabar dan menyerahkan urusannya pada Allah swt.

Kemudian para sahabat meminta agar menyerahkan Marwan, namun Utsman menolaknya. Beliau takut apabila Marwan diserahkan, beliau juga akan dibunuh. Dari penolakan tersebut para sahabat semakin marah, pasukan Muhammad bin Abu Bakar mengepung rumah Utsman dan berniat untuk membunuhnya. Ali yang mendengar hal tersebut menyuruh Hasan dan Husain, serta anak-anak sahabat lainnya seperti Zubair dan Thalhah, untuk berjaga-jaga agar tidak ada orang yang dapat memasuki rumah Utsman. Namun mereka gagal, tiga orang berhasil menyelinap masuk rumah Utsman, yaitu Muhammad bin Abu Bakar dan dua temannya. Setelah berhasil masuk, Muhammad bin Abu Bakar mencoba membunuh Utsman, namun tidak berhasil. Namun saat itu kedua temannya berhasil membunuh Utsman. Pembunuh Utsman pun tidak diketahui, namun dipastikan Utsman terbunuh pada Jum’at 18 Dzulhijjah tahun 35 H atau 656 M dan dikebumikan di pemakaman Baqi’.

Sepeninggalnya, jabatan khalifah diserahkan kepada Ali bin Abi Thalib. Nama lengkap beliau adalah Abdu Manaf bin Abdul Muththalib bin Hasyim bin Abdul Manaf bin Qushaiy bin Kilab bin Murrah bin Ka’ab bin Luay bin Ghalib bin Fihr bin Malik bin Nadhr bin Kinanah. Beliau termasuk golongan Assabiqunal Awwalun, yang mendapatkan jaminan surga Allah melalui Rasulullah saw. Beliau dibaiat sebagai khalifah oleh para sahabat sehari setelah Utsman wafat. Pada masa pemerintahannya banyak orang yang melakukan pemberontakan terhadap Ali, di antaranya pemberontakan yang dilakukan Aisyah, Thalhah dan Zubair. Mereka memberontak dan membaiatnya secara terpaksa, karena mereka masih mencari pembunuh Utsman di Basrah. Mendengar kabar tersebut Ali langsung menuju ke Irak dan bertemu dengan rombongan Aisyah pada tahun 36 H, selanjutnya pertemuan tersebut dikenal dengan istilah perang Jamal.

Setelah itu ada pula pemberontakan yang dilakukan oleh Muawiyah di Shiffin tahun 37 H. Peperangan tersebut berakhir dengan peristiwa tahkim atau arbitrase. Dari pihak Muawiyah diwakili oleh ‘Amr bin al-Ash, sedangkan dari pihak Ali diwakili oleh Abu Musa. Di perundingan tersebut dari kalangan Muawiyah melakukan kecurangan, karena pada saat Abu Musa memberi pidato tentang perundingan tersebut, ia menyatakan menurunkan jabatan Ali sebagai khalifah. Lalu Amr al-Ash mengangkat dan membaiat Mu’awiyah sebagai penggantinya sehingga perpecahan pun tak dapat dihindarkan. Berbagai kerusuhan mulai terjadi, satu sisi ada rencana pembunuhan terhadap Mu’awiyah, Ali dan Amr al-Ash. Pada tanggal 17 Ramadhan, rencana pembunuhan mulai berjalan menuju ke tempat yang dituju, antara lain Ibnu Muljam menuju ke Kufah dan melancarkan rencananya untuk membunuh Ali bin Abi Thalib. Pada dini hari sebelum sholat subuh, Ali diserang dan terkena hunusan pedang dari kening hingga menembus otaknya. Ali sempat bertahan selama dua hari, namun Allah swt. memanggilnya dan beliau wafat pada Ahad 21 Ramadhan 40 H atau 661 M.

 

Referensi

  1. Tim Aswaja NU Center PWNU Jawa Timur. 2016. Khasanah Aswaja. JawaTimur: Aswaja NU Center PWNU.
  2. Rahman, Samson (Penerjemah). 2000. Tarikh Khulafa’. Jakarta: Pustaka Al- Kautsar.

 

Oleh : Siti Wahidatun Naimah, Semester VI

Leave a Reply