Kegemilangan Andalusia di Bawah Tampuk Kekuasaan Abdurrahman III

Kegemilangan Andalusia di Bawah Tampuk Kekuasaan Abdurrahman III

Abdurrahman An-Nasir masih keturunan Abdurrahman Ad-Dakhil seorang pangeran Dinasti Umayyah di Damaskus yang berhasil menaklukkan Andalusia. Nama aslinya adalah Abdurrahman bin Muhammad bin Abdullah bin Muhammad bin Abdurrahman Al-Ausat bin Al-Hakam bin Hisyam bin Abdurrahman Ad-Dakhil. Ia mendapat gelar Al-Nashir Lidinillah yang berarti sang pemenang atau sang penolong. Abdurrahman lahir di Cordova pada bulan Ramadhan tahun 277 H, Sejak kecil Abdurrahman sudah dalam keadaan yatim, ayahnya dibunuh oleh pamannya sendiri ketika ia masih berusia 21 hari.

Abdurrahman dibesarkan oleh kakeknya yaitu Abdullah yang pada saat itu adalah Amir Dinasti Umayyah di Andalusia. Abdullah mendidik Abdurrahman An-Nasir dengan penuh kasih sayang dan telaten, ia dididik untuk mempunyai ilmu yang luas, kemampuan kepemimpinan dan administrasi. Sang kakek juga sering mengajarkan ia untuk selalu bertakwa, wara, sabar, santun dan pemurah. Dalam hal kepemimpinan, Abdullah tak lupa mengajarkan ia bersikap adil kepada semua orang dan membela orang yang dizalimi. Begitulah didikan Abdullah yang tak sia-sia, kini Abdurrahman menjadi seorang pemimpin yang berani, kuat dan dermawan. Semua itu dibuktikan ketika Abdurrahman sudah memimpin Andalusia sebagai amir terakhir Dinasti Umayyah serta Khalifah pertama Dinasti Umawiyyah yang disegani musuh dan dicintai rakyatnya.

Abdurrahman III adalah pemimpin Andalusia yang sukses dengan kepemimpinannya saat itu, dibuktikan dengan keberhasilan beliau memberantas pemberontakan di berbagai penjuru Andalusia serta memperluas wilayah. An-Nashir juga terus membangun dan memperbaiki berbagai macam aspek kenegaraan yang ada di Andalusia mencakup infrastruktur, pendidikan, keamanan, dan tentu saja dalam aspek perekonomiannya. Saking jayanya Andalusia saat itu, sampai-sampai negara-negara lain menjuluki “Permata Dunia”. Berikut adalah beberapa rekam sejarah bahwa Andalusia menjadi negara yang selangkah lebih maju dari negara-negara lainnya di bawah kepemimpinan Abdurrahman III.

Pertama, Madinah Az-Zahra. Kota Al-Zahra ini dimulai pembangunannya oleh An-Nashir pada tahun 325 H/936 M. Kota ini terletak lima mil di sebelah barat laut dari Cordova, yang lebih tepatnya di kaki gunung Al-Arus. Dalam pembangunannya memerlukan waktu sekitar 40 tahun lamanya. Istana Kota Al-Zahra ini memadukan arsitek seni bangunan khas Islam dan Roma, begitulah menurut pendapat dari beberapa ahli arkeologi.

An-Nashir mendatangkan bahan-bahan yang berkualitas tinggi untuk pembangunan kota ini diantaranya dari Konstantinopel, Baghdad, Tunisia dan dari Eropa. Kota itu dirancang atas beberapa tingkatan yang memiliki perbedaan pada setiap tingkatannya, tingkatan bawah dialokasikan untuk penjaga, beberapa juru tulis serta para pekerja, kemudian tingkatan atas yang ditujukan untuk para menteri dan pejabat tinggi negara. Selanjutnya sebagaimana bisa ditebak, yaitu tingkatan paling tinggi dari kota Al-Zahra serta berada di bagian tengah kota ini, di sinilah berdiri istana Khalifah yang megah.

Kedua, Jembatan Cordova. Jembatan Cordova bisa dikatakan jembatan paling memorable di Andalusia terutama di Cordova. Letak dari jembatan ini adalah di atas sungai Al-Wadi Al-Kabir (Lembah Besar) atau lebih masyhur dengan panggilan Qonthoroh Ad-Dahr (Jembatan Masa). Memiliki tinggi 30 meter serta panjang yang membentang berkisar sekitar 400 meter begitu pun jembatan ini memiliki lebar 40 meter. Jumlah dari penyangga jembatan tersebut berjumlah 17 busur. Dan jarak antara penyangga satu dengan yang lainnya ialah 12 meter, dan luas dari setiap penyangga adalah 12 meter dengan diameter lebar 7 meter dan ketinggian dari permukaan air mencapai 15 meter.

Kecanggihan dari jembatan ini dibangun pada abad ke-2 H (101 H) oleh As-Samh bin Malik Al-Khaulani yang saat itu menjadi gubernur Andalusia dari Umar bin Abdul Aziz. Dimana waktu itu manusia sama sekali belum mengenal sarana transportasi selain kuda, bighal, dan keledai. Sudah tentunya sarana dan teknik pembangunan berada dalam tingkat yang sangat maju ketika itu.

Ketiga, Masjid Cordova. Pada masa sebelum An-Nashir fisik dari Andalusia sudah terlihat perkembangannya. Kondisi yang baik seperti itu terlihat sejak masa Abdurrahman Ad-Dakhil. Ia mencoba membangun dan memperindah Andalusia dengan mendirikan masjid yang lumayan luas dan megah, yaitu Jami’ Cordova. Masjid itu hingga kini masih berdiri kokoh. Masjid ini ia dirikan pada tahun 170/786 dengan dana 80.000 dinar. Masjid ini dalam pembangunannya dilanjutkan pada masa Hisyam I dengan menyelesaikan bagian utama masjid dan juga menambahkan menara untuk memperindah fisik dari masjid tersebut. Dan pada masa khalifah selanjutnya, termasuk pada masa An-Nashir perluasan dan memperindah Masjid Cordova ini terus dilakukan. Hingga menjadikan masjid ini menjadi sebuah masjid yang besar dan paling indah pada masanya.

Selain kemegahan yang menghiasi kesan pada Masjid Cordova, masjid ini pun tidak hanya digunakan hanya sebagai masjid semata melainkan menjadi salah satu bukti kemajuan pendidikan di masa Abdurrahman III. Karena Masjid Cordova menjadi pusat pendidikan serta perpustakaan yang paling besar saat itu di Andalusia. Sang Khalifah pertama Dinasti Umawiyyah ini pun membangun sekolah tinggi/universitas, sehingga mampu melahirkan berbagai macam disiplin ilmu pengetahuan yang menjadi acuan dan barometer pengembangan sosial budaya dan peradaban khususnya di Andalusia dan dunia secara umum. Pada sepanjang masa pemerintahan An-Nashir telah mampu membuka cabang-cabang pendidikan diantaranya Fakultas Astronomi, Fakultas Ilmu Ukur, Fakultas Kedokteran, dan Fakultas Hukum.

Perpustakaan Cordova sendiri sudah ada sebelum masa Khalifah Abdurrahman An-Nashir. Kemudian pada masa kekuasaannya ini beliau sangat memperhatikan perpustakaan ini serta memperluas dan menambah koleksi bukunya hingga sebanyak 400.000.

Selain pada kemiliteran yang kuat sehingga An-Nashir dapat menjatuhkan segala bentuk pemberontakan yang tidak bisa dilakukan oleh para pemimpin sebelumnya, serta di bidang infrastruktur yang bisa satu langkah lebih maju dari negara lainnya, Andalusia pada masa Abdurrahman III pun mengalami perkembangan yang masif dalam bidang perekonomiannya.

Seperti contohnya pada pertanian, dimana bangsa Arab Spanyol memperkenal metode pertanian yang cukup maju dan telah terealisasi di wilayah Asia Barat. Mereka bahkan mampu menjadikan permukaan tanah yang tandus dengan memanfaatkan sistem pengairan sehingga menjadi efektif dan sistem ilmiah dalam irigasi yang mampu membuat para pendatang menjadi terkagum-kagum. Menanam buah-buahan dan tanaman seperti anggur serta membuat kanal-kanal juga salah satu dari program pada saat itu. Dikarenakan disana juga memiliki iklim tropis yang bagus serta tanah yang bagus, mereka pun memperkenalkan lebih banyak tanaman yang bisa tumbuh subur seperti padi, aprikot, persik, delima, jeruk, tebu , kapas, dan kunyit sehingga kegiatan ini terus berkembang dan menjadi pusat kegiatan masyarakat kota dan desa. Di sana, gandum dan biji-bijian lain, termasuk juga zaitun dan buah-buahan, ditanam serta dikembangkan oleh para petani yang menggarap tanah dan hasil panen dengan pemilik tanah.

Tak hanya dalam bidang pertanian, ekonomi di Andalusia pada saat itu didukung oleh kekuatan perdagangan terutama perindustrian. Ia menggarap sektor tersebut dengan dibangunnya tempat-tempat industri di beberapa kota-kota besar terutama di Cordova. Industri berkembang secara signifikan antara lain adalah industri wol, katun, sutra, kulit, dan logam. Hal ini didasari guna memperbaiki kondisi ekonomi rakyat dan juga menambah kekayaan Andalusia.

Untuk menenun wol dan sutra tidak hanya dilakukan di Cordova, melainkan juga di Malaga, Almeria, dan pusat-pusat kerajinan lainnya. Selain itu, kerajinan tembikar, yang awalnya dikuasai oleh bangsa Cina, diperkenalkan oleh kaum muslim ke daratan Andalusia, dan dari situ menyebar ke kawasan lainnya. Almeria juga memproduksi barang pecah-belah dan kuningan. Paterna di Valencia dikenal sebagai sentra pembuatan tembikar. Jane dan Algarve kondang dengan pertambangan emas dan perak. Cordova memiliki pertambangan besi dan timah juga Malaga dengan batu merah delimanya. Toledo, seperti halnya dengan Damaskus, tempat itu terkenal di seluruh dunia dengan produk pedang yang diproduksinya. Seni menyepuh baja dan dengan motif bunga-bunga yang diperkenalkan dari Damaskus berkembang secara pasif di beberapa pusat kerajinan di Andalusia dan Eropa.

Diantara yang menjadi perhatian pentingnya juga, adalah ia mampu mengeksplorasi emas, perak, dan besi. Selain dari itu ia juga mampu menggalakkan masyarakatnya dalam pembuatan perahu dan alat-alat pertanian. Selain dalam bentuk peralatan dan hasil bumi An-Nashir juga memunculkan industri dalam bidang kesehatan atau disebut dengan industri farmasi (obat-obatan). Dalam bidang perdagangan ia membuat pasar-pasar yang banyak dan spesifik untuk penawaran dan pembelian barang-barang hasil produksi dari industri-industri yang ada. Sehingga di sana terdapat pasar khusus untuk tukang besi, daging, bahkan ada pasar khusus untuk segala macam bunga.

Referensi: 

Ibnu Idzari. 1980. Al-Bayan Al-Mughrib fi Akhbar Al-Andalus wa Al-Maghrib Jilid 2. Beirut: Libanon: Daar Ats-Tsaqafah 

Raghib Al-Sirjani. 2011. Qisshah al-Andalus min al-Fath ila al-Suquth. Muassasah Iqra

Soekarno dan Ahmad Supardi. 1990. Sejarah dan Filsafat Pendidikan Islam. Bandung: Penerbit Angkasa

Syed Mahmud Annasher. 2005. Islam Konsepsi dan Sejarahnya. Bandung: PT Remaja Rosdakarya

Maria Rosa Menocal. 2015. Surga di Andalusia. Jakarta: PT Mizan Publika

Dudung Abdurrahman Ali Sadiqin, DKK. 2004. Sejarah Peradaban Islam, dari masa klasik hingga modern. Yogyakarta: LESFI

Kontributor: Muhammad Gustoni, Semester VII

Leave a Reply