Ensiklopedia Daulah Bani Umayyah
Digital Camera

Ensiklopedia Daulah Bani Umayyah

Ma’had Aly – Daulah Bani Umayyah dinisbatkan kepada Umayyah, putra Abdus Syam bin Abdul Manaf, yang masa pemerintahannya berlangsung selama (91) thn dan dipimpin oleh 14 khalifah (41-132 H/661-750 M). Dalam buku Sejarah Islam karya Ahmad Al-Usairy masa kekhalifahan Umawiyyah cukup variatif (41-132 H/661-749 M), mulai masa jabatan Mu’awiyyah I sebagai khalifah pertama dengan masa kekhalifahan paling lama dan masa khalifah Abdul Malik Bin Marwan sebagai masa jabatan yang paling lama setelahnya. Sedangkan masa jabatan khalifah tesingkat yaitu masa Mu’awiyyah II, Yazid II, dan Ibrahim bin Walid. Menurut Prof. Dr. H. Faisal Ismail, M.A. dalam bukunya, Sejarah & Kebudayaan Islam dikatakan bahwa Mu’awiyyah pernah mengadopsi sistem imperium Romawi yang ia aplikasikan saat menjabat sebagai Gubernur Syria, masa pemerintahan Utsman bin Affan. Sampai pada akhirnya Muawiyyah mengubah sistem pemilihan khalifah yang sudah berjalan sejak pemerintahan masa Khulafa al-Rasyidin, bahkan wasiat dari Sayyidina Hasan saat beliau menyerahkan jabatan kepada Muawiyyah pun diabaikan, yaitu setelah berakhir masa jabatan Muawiyyah agar menentukan seorang khalifah baru yang berdasarkan demokratis karena sesungguhnya kedaulatan ada pada rakyat. 

Nasab Muawiyyah bin Abu Sufyan

Nama lengkapnya Muawiyyah bin Abu Sufyan bin Harb bin Umayyah bin Abdul Syams. Muawiyyah masuk Islam pada tahun 6H/627 M, saat terjadinya perjanjian Hudaibiyah. Ayahandanya, Abu Sufyan pernah ikut serta dalam perang Hunain dan Thaif bersama Rasulullah saw walaupun pada akhirnya kembali karena melihat jumlah pasukan kaum kafir yang jumlahnya begitu banyak. Pernah suatu ketika setelah perang Hunain yang dimenangkan oleh kaum muslimin dan harta rampasan pun dibagikan, namun karena Abu Sufyan seorang muallaf, maka Rasulullah saw memberikannya harta rampasan perang cukup besar. Di dalam kitab Al-Rahiq al-Makhtum karya Syaikh Safiyyurahman al-Mubarakfuri dikatakan bahwa Abu Sufyan mendapat bagian 40 Uqiyyah perak dan 100 ekor unta. Lalu ia bertanya, “Bagaimana dengan anakku, Yazid?” Lalu Rasulullah saw memberikan anaknya dengan jumlah yang sama besar, lalu Abu Sufyan bertanya, “Bagaimana dengan anakku Umayyah?” Lalu Rasulullah saw memberinya dengan jumlah yang sama pula. Pada mulanya tindakan Rasulullah saw ini tidak dapat dimengerti oleh para sahabat hingga timbul rasa cemburu dari kaum Anshar dan kaum Muhajirin karena mereka tidak sedikitpun diberi harta rampasan, padahal pembagian yang Rasulullah saw lakukan tersebut berdasarkan siasat yang sangat bijak.

Kemajuan yang Dicapai Daulah Bani Umayyah

Dari masa kekhalifahan Bani Umayyah, ekspansi yang paling mengesankan yaitu masa kedaulatan pertama yang dipimpin oleh Umayyah bin Abu Sufyan, dan tahun-tahun terakhir dari zaman kekuasaan Abdul Malik bin Marwan. Di luar masa itu, usaha-usaha penaklukan hanya mencapai kemenangan-kemenangan yang kurang gemilang. Masa kekhalifahan yang dipimpin langsung oleh Muawiyyah mencapai prestasi kemajuan besar yang diraihnya, diantaranya perluasan wilayah, pengepungan Konstantinopel sebagai ibukota Romawi yang dikenal dengan begitu ketat penjagaannya, dengan tujuan melakukan perluasan wilayah yang dipusatkan di kota pelabuhan Dardanela, hingga berhasil menaklukan Khurasan sampai ke Afganistan. 

Setelah Muawiyyah merintis ekspansi ke bagian timur, ekspansi selanjutnya disempurnakan oleh khalifah lainnya, khususnya oleh ke-14 khalifah Bani Umayyah dengan metode masing-masing. Di samping keberhasilan perluasan wilayah, Bani Umayyah juga membangun dalam bidang politik dan tata pemerintahan. Dalam bidang sosial budaya, Bani Umayyah membuka banyak kontak antar bangsa-bangsa muslim Arab, tentunya dengan negeri yang telah ditaklukan dan memiliki tradisi yang luhur seperti Persia, Mesir, Eropa, dan selainnya,

Kekhalifahan Bani Umayyah mengalami banyak kemajuan dalam pengembangan dan perluasan berbagai bidang ilmu pengetahuan, masa itu pengaruh umat Islam sangat besar sehingga mereka mengembangkan berbagai bidang keilmuan dengan menggunakan bahasa Arab sebagai media utama. 

Dalam mengembangkan bahasa Arab, penguasa Dinasti Umayyah telah menjadikan Islam sebagai daulah (negara), lalu mereka menggunakan bahasa Arab sebagai bahasa resmi negara. Maka segala hal surat-menyurat harus menggunakan bahasa Arab, dengan begitu semua daerah yang telah ditaklukkan harus mempelajari bahasa Arab, meski sebelumnya bahasa mereka bahasa Romawi atau bahasa Persia sekalipun.

Seiring dengan berkembangnya bidang keilmuan, Umayyah bin Abu Sufyan terdorong untuk mendirikan pusat kegiatan pengetahuan dan kebudayaan yang dinamakan (Marbad), dan bertempat di Damaskus. Di kota satelit inilah para pujangga, ulama filsuf, penyair dan cendekiawan lainnya berkumpul menuangkan berbagai kemampuan sesuai bidangnya masing-masing, sehingga di dalam buku Sejarah Islam karya Samsul Munir disebutkan bahwa sebab Bani Umayyah telah menjadikan Damaskus sebagai tempat pusat perkumpulan para pakar ilmu maka diberi gelar Ukadz-nya Islam.

Ilmu Qiraat

Ilmu qiraat sebagai ilmu baca Al-Qur’an merupakan ilmu syariat tertua, yang sudah ada sejak masa Khulafa Ar-Rasyidin dan dibina langsung oleh Rasulullah saw. Keempat sahabat ini pernah langsung dibina Rasulullah saw dan menyebarkan ilmu qiraat pada masanya pemerintahannya. Kemudian pada masa Bani Umayyah dikembangkan dan disebarluaskan sehingga menjadi cabang ilmu syariat yang sangat penting. Pada masa inilah kemudian lahir para ahli qiraat seperti Abdullah Bin Qusair (wafat 120 H) dan Ahsim Bin Abi Nujud (wafat 127 H) dan berkembang di masa Syaikh Abu Bakar Al-Mujahid.

Agar dapat memahami isi kandungan Al-Qur’an sebagai kitab suci, diperlukan pemahaman secara benar dan mendalam. Karena itu minat untuk menafsirkan Al-Qur’an di kalangan umat Islam bertambah. Pada masa perintisan ilmu tafsir, ada seorang ulama yang membukukan Ilmu tafsir bernama Mujahid (wafat pada 104 H).

Ilmu Hadits

Kemudian umat Islam selain dari berusaha memahami Al-Qur’an ternyata juga ada satu hal yang sangat dibutuhkan, yaitu hadits nabi saw. Lalu mereka berinisiatif untuk mengumpulkan dan menyelidiki asal usul hadits, sehingga akhirnya menjadi satu bidang ilmu yang juga penting untuk digali lebih dalam. Lahirlah para ahli hadits yang masyhur pada Dinasti Umayyah bin Abu Sufyan, salah satunya Al-Auza’i Abdurrahman bin Amru (wafat 159 H), Hasan Basri (wafat 110 H), Ibnu Abu Malikah (wafat 119 H), dan Asya’bi Abu Amru Amir bin Syurahbil (wafat 104 H).

Ilmu Fiqh

Setelah Islam menjadi daulah ternyata para penguasa sadar bahwa hal itu memerlukan adanya peraturan-peraturan untuk menjadi pedoman dalam menyelesaikan berbagai problematika. Lalu mereka kembali kepada Al-Qur’an dan hadits, mengumpulkan cara bagaimana terbentuknya suatu pedoman yang akhirnya terbentuklah ilmu fiqh yang didasari dengan Al-Qur’an sebagai landasan utamanya. Lahirlah beberapa ahli dalam ilmu fiqh, diantaranya Sa’ud bin Musib, Abu Bakar bin Abdurrahman, Qasim Ubaidillah, Urwah dan Kharij

Ilmu Nahwu

Berkembangnya bahasa Arab di masa kekhalifahan Daulah Umayyah memerlukan suatu ilmu yang dapat membantu memahaminya, agar dapat  berinteraksi berbahasa Arab dengan baik pasca peresmiannya sebagai bahasa negara, khususnya bagi wilayah luar Arab, dengan bertambahnya orang-orang ‘ajam yang masuk Islam maka lahirlah ilmu Nahwu.

Ilmu Biografi dan Tarikh

Ilmu biografi (jughrafi) dan ilmu tarikh telah berkembang menjadi ilmu tersendiri pada masa Daulah Umayyah. Demikian ilmu tarikh (ilmu sejarah), baik sejarah umum maupun sejarah Islam khususnya. Karena adanya pengembangan dakwah Islam menuju ke daerah ekspansi mengakibatkan adanya pemikiran untuk melahirkan ilmu bumi (biografi), demikian ilmu tarikh. 

Penerjemahan Buku ke dalam Bahasa Arab

Selain usaha dalam memahami bahasa Arab dan ilmu yang berhubungan dengan bahasa Arab dilakukan sedemikian rupa, maka dimulai pula penerjemahan buku-buku ilmu pengetahuan dari bahasa lain ke dalam bahasa Arab. Dengan demikian maka jelaslah bahwa penerjemahan dimulai pada masa Dinasti Umayyah, hanya saja perkembangan pesatnya terjadi pada masa Dinasti Abbasiyah. 

Referensi

Ahmad Al-Usairy Sejarah Islam Jakarta: Akbar Media, 2003.

Faisal Ismail, Sejarah & kebudayaan Islam Periode Klasik (Abad VII-XIII M), Yogyakarta: IRCiSoD, 2017.

Manna al-Qathan, Mabahits fi Ulum al-Qur’an, Riyadh: Mansyurat al-Ashr al-Hadits, 1990.

Samsul Munir Amin, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta: Amzah, 2016.

Shafiyyurahman Al- Mubarak furi Sirah Nabawiyah Jakarta: Ummul Quro, 2001.

 

Oleh : Atep Hermawan, Semester III

This Post Has One Comment

  1. Istrinya chanyeol

    Semangat Kak Bikin Web Nya,, Bermnfaat Sekali

Leave a Reply