Di Balik Penaklukan Konstantinopel

Di Balik Penaklukan Konstantinopel

Ma’had Aly – Muhammad Al-Fatih (Muhammad II) merupakan putra dari Sultan Murad II dan khalifah ke-7 pada Daulah Utsmaniyah yang diberi gelar al-Fatih (sang penakluk) dan Abu al-Khairat (pembawa banyak kebaikan). Al-Fatih lahir pada tahun 833 H/1428 M di Edirne, ibu kota Utsmaniyah. Beliau juga ahli dalam bidang strategi militer, sains, matematika, dan menguasai berbagai bahasa  di antaranya Turki, Arab, Ibrani, dan Yaman. Beliau memerintah pada usia 22 tahun, setelah ayahnya wafat pada 16 Muharram, tahun 855 H/18 Februari tahun 1451 M. Beliau berkuasa selama 30 tahun, di mana masa itu merupakan masa keemasan bagi Daulah Utsmaniyah dan masa kebaikan bagi kaum muslimin. Sebelumnya al-Fatih telah memerintah pada usia 9 tahun, namun tahta beliau digulingkan oleh Ali Pasha dan mengangkat Sultan Murad II untuk menjadi raja kembali.

Muhammad II sangat ahli dalam bidang manajemen perang dan administrasi. Oleh karena itu, ketika beliau menjabat sebagai Khalifah Daulah Utsmaniyah beliau banyak melakukan perombakan pada sistem pemerintahan daerah dan terhadap pemimpin-pemimpin di daerah tersebut. Beliau juga sangat memperhatikan pengelolaan keuangan dan aset. Seperti halnya khalifah sebelumnya, Muhammad II melakukan penaklukan besar-besaran. Hingga Muhammad II dikenal dalam sejarah   dengan Muhammad Al-Fatih, karena prestasinya yang berhasil menaklukan Konstantinopel (yang kini bernama Istanbul) pada tahun 1453.

Konstantinopel merupakan salah satu kota terpenting di dunia yang didirikan oleh Kaisar Bizantium, Constantine I pada tahun 330 M. Dikelilingi oleh Selat Bosporus, laut Marmara dan Tanduk Emas (Altin Boynuz). Kota ini juga merupakan kota yang paling kokoh dan memiliki pasukan militer yang tangguh karena dilindungi oleh benteng-benteng. Para pemimpin kaum muslimin sebelum Al-Fatih sudah banyak yang berusaha menaklukan kota tersebut untuk merealisasikan hadits Rasulullah saw: “Sungguh, Konstatinopel akan ditaklukkan di bawah kepemimpinan seorang laki-laki, maka sebaik-baik pemimpin adalah pemimpin (yang menaklukannya), dan sebaik-baik pasukan adalah pasukan (yang menaklukannya) itu.”

Upaya umat Islam menaklukan Konstantinopel telah berlangsung sejak 8 abad yang lalu, pada masa pemerintahan Muawiyah bin Abu Sufyan hingga masa pemerintahan Sultan Murad II. Pada masa ini, pasukan Turki Usmani berhasil memblokade Konstantinopel lebih dari sekali. Akan tetapi Raja Bizantium berhasil mengalihkan perhatian Sultan Murad II dengan cara memecah belah barisan pasukan Daulah Utsmaniyyah. Akibatnya, pasukan Turki Utsmani tidak berhasil menaklukan kota tersebut.

Muhammad Al-Fatih mengetahui usaha-usaha yang dilakukan oleh mendiang ayah dan khalifah Daulah Utsmaniyah terdahulu, karena beliau sudah menjalankan aktivitas kesultanan semasa hidup ayahnya. Oleh karena itu, sejak memegang kekuasaan beliau sangat berambisi untuk menaklukan Konstantinopel dan berfikir dengan keras strategi yang akan beliau lakukan untuk mencapai tujuannya itu. Untuk mewujudkan misi tersebut, beliau mengerahkan hingga 200.000 mujahid, dan merupakan angka yang sangat besar jika dibandingkan dengan pasukan yang lain kala itu. Beliau juga memberikan perhatian khusus pada pasukan tersebut dan melatih berbagai seni bela diri. Selain memberikan pelatihan fisik, beliau juga memberikan pelatihan rohani kepada para pasukan muslim.

 Menjelang persiapan penaklukan, Sultan Al-Fatih mendatangkan insinyur khusus yang bernama Urban asal Hongaria untuk merancang meriam yang beratnya mencapai 100 ton langsung dibawah pengawasannya. Selain itu, Al-Fatih juga menyiapkan armada laut, dan mengadakan perjanjian dengan musuh lain yang bertetangga dengan Konstantinopel, agar hanya terfokus pada satu misi saja yaitu penaklukan Konstantinopel. Hal ini membuat Kaisar Bizantium gentar. Berbagai upaya dilakukan untuk menghentikan Al-Fatih. Kaisar Bizantium mengirim utusan dengan membawa beberapa hadiah,  tetapi Sultan Al-Fatih menolak tawaran tersebut. 

Al-Fatih terus mematangkan rencana penyerangan tersebut dan mencari informasi seberapa kokoh benteng yang melindungi kota Konstantinopel. Beberapa meriam telah berjalan menuju Konstantinopel yang dijaga oleh satu unit pasukan Daulah Utsmaniyah dan dipimpin langsung oleh Al-Fatih hingga mereka tiba di luar kota Konstantinopel. Selain itu armada laut pasukan kaum muslim juga telah berangkat menuju Tanduk Emas. 

Sebelum melakukan penyerangan, Al-Fatih berpidato di hadapan seluruh pasukan muslim. Dalam pidatonya, beliau mengajak untuk berjihad di jalan Allah dan mengingatkan mereka tentang pentingnya pengorbanan serta ketulusan dalam berperang sambil membacakan ayat Al-Qur’an yang berkaitan dengan hal tersebut. Tidak hanya itu, beliau juga mengingatkan tentang hadits Nabi saw tentang keutamaan pasukan dan pemimpin yang menaklukan Kostantinopel, serta diraihnya kemuliaan bagi umat Islam berkat penaklukan tersebut. Beliau menyampaikan pidato tersebut dengan berapi-api hingga mampu membakar semangat jihad pasukan muslim.

Setelah dirasa istirahatnya cukup, Al-Fatih langsung mengatur posisi pasukan. Pasukan darat berada di depan tembok-tembok Konstantinopel, dibagi menjadi tiga pasukan dan berhasil memblokade dari berbagai arah. Al-Fatih menempatkan meriam di depan pintu Topkapi. Pasukan armada laut Al-Fatih telah menyebar di perairan sekitar kota, namun tidak berhasil sampai ke Tanduk Emas. Perairan di sekitar Tanduk Emas dilindungi dengan rantai yang dapat menghalangi bahkan menghancurkan kapal-kapal yang akan memasuki tempat tersebut. Hal ini menyulitkan pasukan laut Al-Fatih dalam melakukan penyerangan. 

 Pasukan Bizantium yang dibantu oleh Eropa sebelumnya sudah melakukan perjanjian dengan Al-Fatih terus berusaha mempertahankan Kota Konstantinopel. Peperangan antara pasukan Daulah Utsmaniyah dengan pasukan Bizantium terjadi di beberapa tempat sejak hari pertama blokade. Pasukan Utsmaniyah yang ditempatkan di dekat pintu gerbang kota banyak yang gugur. Tetapi keadaan tersebut tidak membuat pasukan Daulah Utsmaniyah gentar, mereka terus melakukan penyerangan dengan menembakkan meriam menuju Konstantinopel. Meriam-meriam tersebut berhasil menghancurkan beberapa tembok di sekitar kota, namun pasukan Bizantium yang bertahan dengan sigap membangun kembali tembok tersebut. 

Sementara itu pasukan armada laut Daulah Utsmaniyah terus berusaha melewati rantai raksasa yang menghalangi Tanduk emas dan armada laut dari Eropa yang membantu pasukan Bizantium. Kedatangan pasukan Eropa memiliki pengaruh besar bagi Pasukan Bizantium dalam meningkatkan semangat juang pasukan tersebut. Kapal-kapal milik pasukan Bizantium yang dibantu oleh bangsa Eropa mampu menghadang kapal-kapal milik pasukan Daulah Utsmaniyah, bahkan menghancurkan sebagian kapal-kapal milik pasukan Islam. Kekalahan armada laut pasukan muslim ini membuat beberapa penasihat Al-Fatih terutama menterinya, Khailil Pasha untuk meyakinkan Al-Fatih agar mengurungkan niat untuk menguasai Konstantinopel dan berdamai dengan penduduknya tanpa menguasainya.

Di waktu yang bersamaan, Al-Fatih terus berpikir keras cara membawa kapal-kapal pasukan muslim masuk dan melewati Tanduk Emas. Karena kecerdasan beliau, timbullah ide cemerlang untuk membawa kapal-kapal tersebut melalui jalur darat. Rencana tersebut pun mulai dijalankan. Hal yang pertama dilakukan adalah meratakan tanah lalu melumuri beberapa papan kayu dengan minyak dan lemak yang diletakan di jalan yang sudah datar agar memudahkan menarik kapal-kapal tersebut. Pemandangan kapal-kapal yang berlayar di tengah perbukitan tersebut merupakan pemandangan yang sangat unik dan menakjubkan. Bangsa Romawi benar-benar tercengang ketika melihat kejadian yang diluar nalar tersebut dan mengakui kecerdasan berfikir pasukan Utsmaniyah, terlebih pemimpin pasukannya, Sultan Muhammad Al-Fatih.

Seorang sejarawan Bizantium mengungkapkan rasa takjubnya. Dia berkata, “Kita belum pernah melihat, maupun mendengar sebelumnya seperti sesuatu yang luar biasa ini. Muhammad Al-Fatih menyulap tanah menjadi laut. Kapal-kapalnya berlayar di atas bukit menggantikan ombak-ombak. Dengan ide ini, Muhammad II telah mengungguli Alexander The Great.”

Keberadaan kapal-kapal Muslim di Tanduk Emas melemahkan mental pasukan yang mempertahankan Konstantinopel. Pasukan yang mempertahankan tembok-tembok lain ditarik oleh Kaisar Bizantium untuk mempertahankan tembok yang berada di Tanduk Emas, karena ini adalah tembok yang paling lemah, hanya saja sebelumnya dilindungi dengan perairan dan rantai raksasa. Raja Bizantium terus berupaya menghancurkan armada laut Daulah Utsmaniyah di Tanduk Emas, namun upaya tersebut bisa diatasi oleh pasukan Daulah Utsmaniyah.

Dalam upaya menaklukan Konstantinopel Sultan Muhammad Al-Fatih selalu mengagetkan musuhnya dengan taktik perang yang baru. Daulah Utsmaniyah menggunakan cara unik untuk memasuki Konstantinopel, mereka menggali terowongan dari berbagai kawasan menuju kota. Dalam menanggapi strategi Daulah Utsmaniyah tersebut, pasukan yang bertahan di kota memutuskan untuk menggali terowongan yang berhadapan dengan Daulah Utsmaniyah tanpa sepengetahuan pasukan Utsmaniyah. Ketika mereka berhadapan dengan pasukan Utsmaniyah, mereka langsung menghujani pasukan tersebut dengan api, minyak, dan zat-zat yang mudah terbakar. Tetapi kegagalan tersebut tidak membuat pasukan Utsmaniyah menyerah, mereka kembali menggali terowongan di tempat yang berbeda meski proyek tersebut memakan banyak korban dari mereka.

Pasukan Daulah Utsmaniyah tidak kehabisan akal, mereka menggunakan taktik baru untuk bisa memasuki Konstantinopel. Mereka membuat benteng dari kayu yang besar, tinggi dan bisa bergerak. Ukurannya lebih tinggi dari tembok-tembok Konstantinopel. Benteng ini dipasangi tameng dan kulit yang dibasahi air untuk menahan senjata api. Tetapi upaya ini dapat diatasi oleh pasukan musuh dengan melemparkan senjata api yang membakar benteng kayu tersebut. Namun Al-Fatih tidak gentar, beliau memerintahkan membangun empat benteng yang serupa. 

Sebelum melakukan penyerangan yang dahsyat, Al-Fatih memerintahkan para prajurit agar khusyu’, mensucikan jiwa, bertaqarrub dan berdoa kepada Allah swt, semoga Allah swt memudahkan aksi penaklukan itu. Para ulama berkeliling di tengah para prajurit dan melantunkan ayat-ayat tentang jihad, perang, dan keutamaan mati syahid. Perkataan tersebut membakar semangat para prajurit. Tetapi Al-Fatih memerintahkan agar tidak menyerang rakyat yang lemah dan tidak menghancurkan gereja.

Di bawah komando Sultan Muhammad Al-Fatih, serangan dilancarkan ke berbagai lokasi, tetapi lebih dipusatkan di lembah Lykus. Peleton-peleton dari pasukan Daulah Utsmaniyah menghujani orang Nasrani dan tembok dengan panah. Kedua belah pihak bertarung dengan gagah berani hingga korban berjatuhan. Peperangan di kawasan laut berlangsung dengan dahsyat dan menyebabkan pasukan Bizantium konsentrasinya terbagi. Tiga orang dari pasukan muslim mampu memanjat tembok dan berhasil membuka jalan menuju kota Konstantinopel. Pasukan muslim tidak menyia-nyiakan kesempatan ini dan menggempur habis-habisan tentara musuh. Bahkan komandan pasukan Bizantium, Justinian menderita luka cukup parah, sehingga mengakibatkannya meninggalkan medan perang. Hal ini membakar semangat jihad pasukan muslim untuk terus melancarkan serangan, hingga akhirnya berhasil menguasai sebagian besar kota tersebut. Keadaan tersebut membuat Kaisar Bizantium turun dari kudanya dengan melepas baju perangnya dan berperang hingga akhirnya terbunuh. Berita terbunuhnya Kaisar Bizantium langsung merontokkan semangat pasukan Bizantium yang membuat pasukan muslim berhasil menguasai Konstantinopel. Demikianlah keberhasilan Sultan Al-Fatih menguasai kota Konstantinopel dan berhasil merealisasikan hadist Rasulullah saw.

Setelah berhasil menaklukan Kota Konstantinopel, Al-Fatih menjadikan kota tersebut sebagai ibukota Daulah Utsmaniyah lalu namanya diganti menjadi Istanbul. Selain itu beliau juga menjadikan gereja Hagia Sophia sebagai masjid yang digunakan untuk shalat jumat pertama kali di Konstantinopel. Sultan juga memberi kebebasan kepada masyarakat Konstantinopel dalam beragama.

 

Referensi

Abdul Syukur Al-Azizi. 2017. Sejarah Terlengkap Peradaban Islam. Yogyakarta: Noktah.

Samsul Munir Amin. 2016. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: AMZAH. 

Ali Muhammad Ash-Shalabi. 2018. Sultan Muhammad Al-Fatih sang Penakluk Konstantinopel. Terj. Hanif Yahya. Jakarta: Darul Haq.

Faisal Ismail. 2017. Sejarah dan Kebudayaan Islam Periode Klasik (periode VII-XIII M). Yogyakarta: Ircisod.

Suyuthi Pulungan. 2018. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: AMZAH.

Al-Usyairy Ahmad. 2016. Sejarah Islam. Terj. Samson Rahman. Jakarta: Akbar Media.   

Oleh : Nurkholis Wahidah, Semester III

Leave a Reply