Setelah 13 tahun Rasulullah menjalankan misi kenabiannya di Makkah, beliau memutuskan untuk melakukan hijrah ke Madinah. Selain bertujuan untuk memperluas wilayah dakwah islamiah, hijrah ini juga bertujuan untuk menghindari berbagai macam tekanan yang dilakukan oleh kafir Quraisy serta agar memperoleh keamanan dan kebebasan dalam beribadah.
Dakwah di Madinah ini berlangsung selama 10 tahun, yakni dari semenjak 12 Rabiul Awwal 1 H sampai wafatnya beliau, tanggal 13 Rabiul Awwal tahun 11 H. Selama 10 tahun ini, beliau dan para sahabat harus melewati beberapa tahapan, di antaranya:
- Tahapan dimana banyak mendapatkan guncangan dan cobaan, yakni masa ketika beliau dan para sahabat harus menghadapi banyak rintangan dari dalam dan serangan musuh dari luar. Tahapan ini berakhir dengan dikukuhkannya Perjanjian Hudaibiyah pada bulan Dzulqadah tahun 6 H.
- Tahapan berdakwah kepada para raja dan perdamaian dengan para pemimpin paganisme, yang berakhir dengan peristiwa Fathu Makkah di bulan Ramadhan tahun 8 H.
- Tahapan masuknya manusia ke dalam Islam secara berbondong-bondong, terbukti dengan banyaknya para utusan dari berbagai kabilah yang datang ke Madinah. Masa ini berlangsung hingga wafatnya Rasulullah saw.
Langkah pertama kali yang beliau lakukan guna memperlancar misi kenabiannya adalah dengan membangun sebuah masjid di atas tanah milik Sahl dan Suhail, yang kala itu masih berupa tempat pengeringan kurma. Selama proses pembangunan masjid berlangsung, Rasulullah saw. saat itu tinggal di rumah Abu Ayyub. Usai membangun masjid, beliau dan para sahabat mulai membangun negara merdeka dan berdaulat, yang berpusat di Madinah. Dengan mempersaudarakan kaum Muhajirin dan kaum Anshar serta menyetujui berbagai kesepakatan dengan orang Yahudi, Rasulullah saw. mulai membangun pemerintahan.
Selain itu, beliau juga mensyiarkan agama Islam ke luar Jazirah Arab setelah selama dua tahun perjanjian Hudaibiyah berlangsung, Islam berhasil menjangkau seluruh Jazirah Arab. Hal ini sangat membuat cemas bangsa Persia dan Romawi, mereka khawatir jika kekuatan mereka akan tersaingi. Oleh karena itu, bangsa Persia dan bangsa Romawi bertekad untuk menumpas dan menghancurkan umat Islam yang semakin kuat. Untuk menghadapi tekad tersebut, Rasulullah saw. dan para sahabat tidak tinggal diam hingga akhirnya terjadi peperangan diantara keduanya, yaitu:
- Perang Badar
Perang Badar merupakan konfrontasi pertama kali antara kaum Muslim dan kafir Quraisy. Perang ini terjadi pada 17 Ramadhan di Lembah Badar, yang melibatkan 313 pasukan Muslim melawan 1.000 pasukan kafir Quraisy.
Perang ini terjadi karena adanya kesempatan bagi orang-orang Muslim untuk melakukan pengejaran terhadap kafilah dagang orang-orang Quraisy yang sedang melakukan perjalanan dari Makkah menuju Syam. Kafilah dangang tersebut dipimpin langsung oleh Abu Sufyan. Kala itu mereka tengah membawa harta orang-orang Makkah dengan jumlah yang sangat melimpah, yaitu 1.000 onta pembawa harta benda yang nilainya tidak kurang dari 5.000 dinar emas.
Tatkala mendekati kepulangan mereka dari Syam, Rasulullah segera mengutus Thalhah bin Ubaidillah dan Sa’id bin Zaid agar pergi ke arah utara, dengan tujuan untuk menyelidiki kafilah tersebut. Keduanya berangkat dan menetap di al-Haura’ untuk beberapa hari. Ketika kafilah tersebut telah lewat, maka kedua utusan segera kembali ke Madinah untuk memberi laporan kepada Rasulullah saw. Dalam peperangan ini beliau yang langsung memegang komando tertinggi dan pengatur strategi.
Setelah semuanya siap, Rasulullah saw. berangkat bersama pasukan menuju ke Makkah. Tatkala kafir Quraisy mengetahui kedatangan pasukan Muslim, mereka segera bersiap guna melakukan perlawanan. Ketika pertempuran semakin berkobar dan mencapai puncaknya, serta pasukan muslim merasa berada dalam keadaan rawan, Rasulullah langsung berdo’a kepada Allah. Atas keagungan-Nya, maka Allah swt. menurunkan bala tentara berupa malaikat guna membantu pasukan Muslim, hingga akhirnya pertempuran ini pun dimenangkan oleh para pasukan muslim.
- Perang Uhud
Perang Uhud merupakan perang yang terjadi setelah perang Badar. Pertempuran ini pecah pada tanggal 7 Syawwal tahun 3 H, dikarenakan rasa dendam kaum Quraisy terhadap kaum Muslim yang telah memenangkan perang Badar. Tentara Islam yang berjumlah 700 orang melawan tentara kaum Quraisy yang berjumlah 3.000 orang.
Dalam peperangan ini, komando tertinggi langsung dipegang oleh Rasulullah saw., sedangkan komando tentara Quraisy dipimpin oleh Abu Sufyan. Pasukan muslimin di sayap kanan dikomandoi al-Mundzir bin Amr, dan di sayap kiri dikomandoi Zubair bin Awwam. Sedangkan Abu Sufyan memilih Khalid bin Walid sebagai pemegang komando pasukan berkuda dan Ikrimah bin Abu Jahl sebagai pemegang komando salah satu sayap dalam pasukan Quraisy.
Pada saat peperangan ini mencapai puncaknya, pasukan Quraisy berhasil memukul telak para pasukan Muslim. Kekalahan ini dikarenakan pasukan muslim mulai tergiur dengan harta kaum Quraisy yang tatkala itu mereka mengira bahwa musuh telah berhasil dilumpuhkan. Hal ini membuat pasukan pemanah yang berada di atas bukit kocar-kacir, posisi inilah yang dimanfaatkan oleh kaum Quraisy untuk menyerang pasukan Muslim.
- Perang Mu’tah
Perang Mu’tah merupakan pertempuran yang terjadi antara kaum muslim melawan tentara Romawi yang pecah pada bulan Jumadil Ula pada tahun 8 H. Pertempuran ini sekaligus merupakan peluang dan jalan pembuka untuk menaklukkan negeri-negeri Nashrani.
Latar belakang terjadinya pertempuran ini adalah karena Rasulullah saw. mengutus Harits bin Umair untuk mengantar surat kepada pemimpin Bushra. Namun di tengah perjalanan Harist dihadang oleh Syurahbil bin Amr al-Ghassani. Syurahbil mengikat Harist dan membawanya ke hadapan Qaishar, kemudian ia memenggal lehernya. Karena kejadian inilah Rasulullah saw. sangat murka, hingga akhirnya beliau memutuskan untuk mengirim pasukan muslim sebanyak 3.000 pasukan.
Sebelum pertempuran berlangsung, Rasulullah saw. memberi wasiat kepada para sahabatnya. Beliau menunjuk Zaid bin Haritsah sebagai komandan perang, apabila Zaid gugur penggantinya adalah Ja’far. Apabila Ja’far gugur, penggantinya adalah Abdullah bin Rawahah. Akan tetapi, ketika komandan perang dipegang oleh Abdullah bin Rawahah, ia juga gugur di medan pertempuran.
Saat posisi inilah kaum muslim kelimpungan, siapa yang akan sanggup menjadi pengganti sebagai komandan perang. Hingga akhirnya Khalid bin al-Walid maju dan mengambil alih sebagai komandan. Pagi harinya ia langsung mengubah pola pasukan dengan pola yang baru. Yang awalnya pasukan berada di barisan depan dialihkan ke barisan belakang. Pada saat itulah Khalid bin al-Walid mampu menunjukkan kepiawaiannya dalam taktik perang, hingga akhirnya kemenangan pun diraih oleh kaum muslim. Meskipun mereka harus berhadapan dengan musuh yang jumlahnya sebanyak 200.000 prajurit.
- Perang Khandaq
Perang Khandaq terjadi pada bulan Syawal tahun 5 H. Perang ini pecah karena beberapa orang Yahudi dari Bani an-Nadhir bersekutu dengan pasukan kaum Quraisy dan berencana untuk mengepung kota Madinah. Tatkala Rasulullah mendengar rencana tersebut, beliau segera mengutus para sahabat untuk membuat parit di sekitar Madinah, bahkan beliau juga turun tangan dalam pembuatannya. Ketika proses penggalian parit telah usai, datanglah pasukan kaum Quraisy yang berjumlah 10.000 orang, mereka berhenti di Dumah. Sementara Rasulullah saw bersama 3.000 kaum muslim keluar ke Gunung Sil’un dan disanalah beliau membuat markas.
Strategi perang dengan langkah membuat parit ini atas usul yang diberikan oleh Salman al-Farisi. Melalui strategi pembuatan parit inilah akhirnya kemenangan kembali diraih oleh pasukan muslim.
- Perang Tabuk
Awal terjadinya peperangan yang berlangsung di daerah Tabuk ini dikarenakan bangsa Romawi merasa cemas dan khawatir dengan kekuatan kaum Muslim semakin berkembang. Hal ini dibuktikan dengan semakin banyaknya kabilah-kabilah Arab yang melepaskan diri dari kekuasaan Quraisy. Maka tidak ada pilihan lain bagi pasukan Romawi kecuali menghancurkan orang-orang Muslim.
Pertempuran yang dipimpin langsung oleh Rasulullah saw ini berlangsung pada tahun 9 H. Kaum Muslim kembali membawa kemenangan dengan tanpa mendapatkan sedikitpun tekanan yang berarti.
Oleh : Siti Maftukhatul Khoiriyah, Semester VI