Sejarah dalam Alquran

Sejarah dalam Alquran

Ada pepatah pepatah yang mengatakan “Yesterday adalah sejarah, besok adalah mistery dan hari ini adalah hadiah. Itu sebabnya kami menyebutnya hadir.” Ungkapan yang juga diucapkan oleh Master Oogway dalam film Kungfu Panda ini sering kali dikreditkan kepada Bil Keane seorang creator komik ‘The Circus Family’. Ungkapan ini memiliki arti “hari kemarin adalah sejarah, esok hari merupakan sebuah misteri dan hari ini adalah sebuah anugerah, itulah kenapa kita menyebutnya present (masa kini/ hadiah)” Jika diperhatikan, ungkapan ini memiliki makna yang sangat mendalam yang mengajarkan kita bahwa apa yang sudah berlalu biarlah berlalu menjadi sejarah, tidak ada yang bisa kita lakukan tentang hal itu selain mengambilnya sebagai sebuah pembelajaran untuk mempersiapkan diri menghadapi hari esok yang masih merupakan sebuah misteri. Sedangkan hari ini merupakan anugerah pemberian Tuhan yang harus kita syukuri.

Mempelajari sejarah yang telah terjadi juga merupakan salah satu cara untuk menikmati dan mensyukuri hari ini, selain itu mempelajari sejarah juga sebagai upaya kita untuk terhindar dari pengulangan sejarah. George Santayana seorang filsuf kelahiran Spanyol pernah berkata “Mereka yang tidak bisa mengingat masa lalu dikutuk untuk mengulanginya” yang berarti mereka yang tidak bisa mengingat sejarah masa lalu, dikutuk untuk mengulanginya. George Santayana memang menyebutkan kata remember atau mengingat, tapi tentu merupakan sebuah kesia-siaan jika hanya mengingat sejarah tanpa mengambil pembelajaran yang ada.

Pengulangan sejarah selalu terjadi bukan kepada orang yang tidak bisa mengingat sejarah, melainkan pada mereka yang tidak mendapatkan apa-apa setelah mempelajari sejarah. Hal ini terbukti dengan banyaknya pengulangan sejarah yang terus-menerus terjadi seperti misalnya komunitas LGBT sekarang yang menyerupai kaum Sodom pada masa Nabi Luth. Gerakan LGBT sekarang sudah dipandang sebagai sebuah kewajaran di negara-negara barat, padahal sebagaimana kita ketahui bersama ada banyak orang cerdas dan berpendidikan di sana, tidak sedikit juga ahli sejarah yang mengetahui kisah Nabi Luth dan kaum Sodom.

Contoh lain dari pengulangan sejarah atau l’histoire se répète bisa kita rasakan saat ini, yaitu adanya wabah COVID-19 yang oleh WHO sudah dinyatakan sebagai pandemi global sejak bulan Maret 2020 lalu. Padahal sebagaimana kita ketahui, wabah menular sudah ada sejak dulu zaman nabi-nabi dan terus berulang hingga saat ini. Wabah terakhir sebelum COVID-19 ialah flu Spanyol yang terjadi sekitar tahun 1918-1920 dan menjangkiti lebih dari 500 juta. 100 tahun sebelumnya, tepatnya tahun 1820 juga ada wabah kolera yang berawal dari India kemudian menyebar ke seluruh dunia dan akhirnya menyebabkan lebih dari seratus ribu nyawa melayang. Mundur lagi 100 tahun sebelumnya, juga terjadi wabah sampar di Prancis pada tahun 1720 yang menewaskan lebih dari 100 ribu jiwa. Jika saja kita mau mempelajari sejarah dan mencari tau apa yang sebenarnya terjadi, mungkin kita bisa mencegah kejadian pandemi global yang terjadi hampir 100 tahun sekali. Sekalipun tidak bisa dicegah, setidaknya kita bisa meminimalisir dampaknya dan bisa mengurangi jumlah korban jiwa.

Kasus di atas merupakan salah satu contoh nyata dari fungsi sejarah sebagai pembelajaran. Tetapi sebenarnya ada banyak fungsi dan kegunaan sejarah yang lainnya, di antaranya yaitu: 

a.) Sejarah sebagai ilmu

b.) Sejarah sebagai seni

c.) Sejarah sebagai pendidikan

d.) Sejarah sebagai profesi, dan

e.) Sejarah sebagai ilmu bantu

Mempelajari sejarah bisa dilakukan dengan berbagai macam cara, salah satunya dengan mempelajari Al-quran, karena di dalam Al-quran banyak sekali menceritakan kisah-kisah, seperti kisah para nabi terdahulu, kisah tentang penciptaan manusia bahkan hingga kisah mengenai malaikat. Tetapi yang perlu diingat ialah bahwa Al-quran bukan kitab sejarah sehingga seringkali kisah yang ada di dalam Al-quran tidak sesuai dengan kaidah penulisan sejarah.

Memang sebagian dari kisah-kisah yang ada dalam Al-quran itu bersifat imajiner atau khayalan seperti kisah para malaikat dan keadaan penduduk surga nantinya, karena memang hal-hal demikian berada di luar logika manusia. Tapi kisah yang menceritakan tentang para nabi dan umat terdahulu bisa dianggap sebagai sebuah sejarah sekalipun secara keilmuan tidak memenuhi persyaratan karena tidak adanya catatan historis. Tapi sebagai umat muslim, sudah sepatutnya kita mempercayai kebenaran isi kandungan Al-quran tanpa keraguan sedikitpun termasuk kisah-kisah di dalamnya. 

Syekh Ali Muhammad Ali Dakhil mengatakan bahwa kisah di dalam Al-quran adalah sebaik-baiknya kisah karena Allah langsung yang mengisahkannya. Kisah dalam Alquran juga merupakan kisah terbaik karena Allah menceritakan kepada kita tentang orang-orang terbaik, yaitu para nabi. Selain itu, kisah-kisah dalam Al-quran juga banyak mengandung pembelajaran untuk mengubah keadaan kita jika kita bisa menerapkan serta mengaplikasikannya dalam kehidupan.

Bahkan di dalam Al-quran ada satu surah bernama al-Qashash yang berarti kisah-kisah. Dalam Tafsir Al-Mishbah karya Prof. Dr. Muhammad Quraish Shihab dijelaskan jika kata al-qashash merupakan bentuk plural atau jamak’ dari lafaz Qisshah, sedangkan akar katanya berasal dari kata qassha yang pada mulanya berarti mengikuti jejak. Qisshah atau kisah menurut Quraish Shihab ialah “upaya mengikuti jejak atau peristiwa yang benar-benar terjadi atau imajinatif, sesuai dengan urutan kejadiannya dan dengan jalan menceritakannya satu episode, atau episode demi episode.”

Penulisan kisah di dalam Al-quran memang tidak rinci bahkan cenderung hanya sepenggal kisah saja yang diceritakan, tapi hal itu sangatlah wajar karena Al-quran memang bukan kitab sejarah. Menurut Muhammad Ahmad Khalafullah kisah-kisah dalam Al-quran banyak menggunakan kebebasan seni sastra dalam penceritaannya, hal ini karena memang penceritaan sejarah berkaitan erat dengan sastra. Berikut adalah beberapa fenomena kebebasan seni dalam Al-quran menurut Muhammad Ahmad Khalafullah:

Pertama, Al-quran selalu mengesampingkan unsur-unsur penting dalam sebuah peristiwa bahkan sering kita temui tidak adanya keterangan waktu kejadian yang diceritakan dengan jelas di dalam kisah-kisah tersebut. Begitu juga dengan beberapa pelaku kisah yang tidak disebutkan di dalam Al-quran.

Kedua, Al-quran sering membahas sepenggal kisah dari suatu peristiwa dan tidak menceritakannya hingga tuntas. Ketiga, tidak jarang urutan waktu dan tempatnya sangat kontroversial, hal ini disebabkan Al-quran seringkali mengabaikan urutan waktu dan tempat.

Keempat, ada beberapa kisah dalam Al-quran yang memiliki dua versi berbeda. Sebagai contoh kisah Nabi Musa yang dituduh sebagai penyihir. Di dalam surah al-A’raf ayat 109 dikatakan bahwa para pembesar Firaun yang menuduh Nabi Musa sebagai penyihir yang pandai. Sedangkan dalam surah asy-Syu’ara ayat 34 menunjukkan bahwa Firaun sendirilah yang menuduh Nabi Musa sebagai penyihir.

Kelima, masih berhubungan dengan poin sebelumnya, pada poin kelima ini seringkali dijumpai satu kisah yang sama tapi diceritakan dengan penjelasan deskripsi kondisi yang berbeda. Menurut Muhammad Ahmad Khalafullah perbedaan ini dikarenakan adanya perubahan tujuan dalam penceritaan. Perubahan tujuan inilah yang akhirnya membuat perbedaan deskripsi dalam Al-quran padahal menceritakan satu kisah yang sama. Contohnya terdapat pada kisah Nabi Musa yang ketakutan, di surah Thaha ayat 21 Allah hanya mengatakan “Peganglah ia dan jangan takut” kepada Nabi Musa. Tapi di surah an-Naml ayat 10 kisah tersebut diceritakan kembali dengan lebih lengkap.

Keenam, Al-quran sering menceritakan kejadian-kejadian yang tidak pernah terjadi. Seperti ketika Allah bertanya kepada Nabi Musa dalam surah al-Maidah ayat 116 “… Hai Isa putra Maryam, adakah kamu mengatakan kepada manusia; jadikanlah aku dan ibuku dua orang tuhan selain Allah?”. Padahal Nabi Musa tidak pernah berkata demikian. Turunnya ayat ini menurut Muhammad Khalafullah untuk memberikan pengaruh psikologis kepada pengikut Nabi Muhammad agar tidak menjadikan Nabi Isa dan Maryam sebagai tuhan.

Adapun tujuan penceritaan kisah-kisah dalam Al-quran tidak jauh berbeda dengan tujuan Al-quran itu sendiri. Menurut Syekh Dr. Fadhlu Hasan Abbas setidaknya ada 5 tujuan qisshatul qurani.

1. Menguatkan tauhid dan keimanan umat serta untuk meningkatkan akidah umat di dalam diri seperti kisah yang terdapat dalam surah an-Nahl ayat 36.

2. Untuk meneguhkan hati Rasulullah dan kaum muslimin dengan memberikan gambaran tentang kisah nabi-nabi terdahulu serta umatnya yang juga mengalami berbagai macam siksaan dari orang-orang yang menentang mereka.

3. Mengajarkan kepada umat muslim tentang keutamaan akhlak dengan cara mengikuti perbuatan perbuatan baik yang dikisahkan dalam Alquran dan mencegah mereka dari melakukan perbuatan tercela.

4. Memasrahkan logika dan emosi untuk menerima hakikat tauhid dan keimanan serta membangkitkan rasionalitas dan hati orang yang mempelajarinya.

5. Menanamkan rasa senang untuk beribadah di dunia dan memperoleh nikmat di akhirat bagi orang-orang yang taat, serta sebagai peringatan akan murka serta azab Allah di dunia maupun di akhirat bagi orang-orang yang bermaksiat.

Referensi

Abbas, Fadhlu Hasan. 2010. Qashash Alquran al-Karim. Beirut: Dar an-Nafais.

Dakhil, Ali Muhammad Ali. 2003. Qashash Alquran al-Karim. Beirut: Dar al-Murtadha.

Khalafullah, Muhammad Ahmad. 2002. al-Fann al-Qashash fi Alquran al-Karim. Terjemahan oleh Zuhairi Misrawi. Jakarta: Paramadina.

Santayana, George. 2005. Kehidupan Akal. New York: Dover Publications, inc.

Shihab, Muhammad Quraish. 2005. Tafsir Al-Mishbah Vol VI. Jakarta: Lentera Hati.

Sulasman. 2014. Metodologi Penelitian Sejarah. Bandung: Pustaka Setia.

Mukesh Mani, Kemarin Adalah Sejarah, Besok Adalah Misteri, Tapi Hari Ini Adalah Hadiah, Makanya Kita Menyebutnya Hadiah, diakses dari https://www.outofstress.com/today-is-a-gift-quote/ pada 24 Maret pukul 9.49

Mukhaer Pakanna, Wabah Corona: Sebuah et L’Histoire se Répète?. diakses dari https://ibtimes.id/wabah-corona-sebuah-et-lhistoire-se-repete/ pada tanggal 26 Maret pukul 17.13

Kontributor: Ammar Rizkillah, Semester III

Leave a Reply