Dakwah Door to Door Ala Kiai Kholil Brebes

Dakwah Door to Door Ala Kiai Kholil Brebes

Siapa itu?

Adalah KH. Kholil bin Mahalli (1955 M), seorang tokoh ulama pada zaman kolonial Belanda yang sangat kharismatik di kota Brebes. Ia dilahirkan pada tahun 1892 M, tepatnya di desa Benda Kecamatan Sirampog Kabupaten Brebes dari pasangan suami istri, Mbah Mahalli dan Nyai Mahalli. Mbah Mahalli memiliki lima keturunan dan KH. Kholil ini termasuk salah satu putranya.

Ia mulai menimba ilmu sejak tahun 1990 M sampai tahun 1910-an. Dalam sejarahnya, KH. Kholil bin Mahalli pernah menjadi santri di satu daerah bernama Mangkang. Suatu daerah yang berada di antara kota Semarang dan Kendal. Selain di Mangkang, ia juga sempat mencari ilmu di sebuah pondok pesantren kuno di Sindanglaut. Akan tetapi waktunya lebih banyak ia habiskan untuk belajar di pesantren daerah Mangkang.

Sejak kecil ia selalu dikenal dengan sifatnya yang pendiam dan sabar. Sikapnya juga melambangkan orang yang tekun serta teladan. Sebagai bukti ketekunan, hampir semua kitab yang ia miliki penuh dengan makna gandul Jawa. Tak ada selembar pun yang luput dari jamahan tintanya. Prinsip belajar beliau itu ”Petenge tulisan iku padange ati” (red. Jawa). Artinya ‘gelapnya (penuhnya) tulisan adalah cerminan dari lapangnya hati’. Maka tidak heran jika KH. Kholil bin Mahalli sangat menguasai berbagai macam fan ilmu seperti ilmu fiqh, ilmu alat atau nahwu sharaf dan lain sebagainya. Akan tetapi masyarakat desa Benda lebih mengenal kecakapannya dalam menguasai ilmu fikih. Panguasaan ilmu ‘arudl juga termasuk salah satu keunggulan beliau. Maka pada saat itu tidak jarang beliau tuliskan syair-syair serta do’a-do’a sehingga menjadi satu kitab besar yang menjadi bahan pelajaran para santrinya.

Metode Dakwah Sang Kyai

Kholil adalah orang yang pertama kali dipanggil dengan sebutan Kyai di desanya karena ketinggian ilmu beliau dan keshalihannya. Setelah pulang dari pondok pesantren, tepatnya pada tahun 1911 M, KH. Kholil langsung mengajarkan ilmu-ilmunya di rumah sendiri. Selain itu sang Kyai juga mengadakan pengajian-pengajian umum di rumahnya untuk masyarakat desa Benda sehingga membuat dirinya semakin dikagumi dan disegani. Apabila memberikan pelajaran, KH. Kholil terkenal sangat disiplin, baik yang hadir sedikit ataupun banyak ia tetap mengajarkan ilmunya. Bahkan pernah suatu hari tidak ada satu orang pun masyarakat atau santrinya yang datang akan tetapi ia tetap hadir dan menunggu dengan membaca kitabnya sendiri untuk Muthala’ah.

Saat itu KH. Kholil bukan seorang organisatoris, artinya ia tidak aktif dalam berbagai organisasi melainkan aktif dalam bidang keilmuan atau dunia pendidikan dan dakwah. Metode dakwahnya juga tidak dengan berpidato atau manggung dalam berbagai acara seperti halnya KH. Anwar Zahid. Namun beliau lebih senang dengan menggunakan cara door to door. Sang kyai mendatangi setiap pintu rumah warga desa Benda satu persatu untuk diberi contoh tata cara beribadah yang benar seperti berwudhu’, shalat dan lain sebagainya. Semua itu beliau lakukan dengan sabar dan tekun mengingat kondisi sosial politik pada saat itu belum juga kondusif. Selain metode door to door, KH. Kholil bin Mahalli lebih menekankan metode dakwah secara lisanul hal, yaitu dengan menunjukkan tingkah laku atau menjadi suri tauladan.

Salah satu contoh pernah suatu hari salah seorang di desanya panen hasil tanaman, kemudian KH. Kholil mendatanginya dan mengajarkan langsung tata cara mengeluarkan zakat. Pernah juga suatu ketika di emperan sebuah masjid terdapat kotoran ayam, Kyai lalu memanggil seseorang yang berada di sekitaran masjid untuk membawa sabut kelapa dan diminta mempraktekkan cara membuang kotoran itu.

Sang Muassis Pondok Pesantren Al-Hikmah

Tahun 1930 M. KH. Kholil bin Mahalli mulai merintis pondok pesantren dengan mendirikan asrama berisi sembilan kamar. Hal ini ia lakukan lantaran semakin bertambahnya jumlah santri-santri yang dititipkan kepadanya sehingga rumahnya tidak lagi muat untuk menampung mereka. KH. Kholil dibantu oleh KH. Suhaemi yang merupakan keponakannya sendiri setelah kembali dari masa studinya di tanah Arab. Asrama berjumlah sembilan kamar inilah yang sekarang kemudian dikenal dengan Pondok Pesantren Al-Hikmah.

Keturunan KH. Kholil dididik dan diarahkan untuk mempelajari kitab kuning terlebih dahulu, kemudian menghafal al-Qur’an. Seperti seorang putranya yang bernama Saefuddin, sebelum menghafal al-Quran, ia diminta untuk belajar kitab klasik terlebih dahulu di kota Rembang Jawa Tengah.

Sang Kyai Berpulang

Kholil bin Mahalli adalah sosok suri tauladan yang jasanya tak pernah pudar meski digerus oleh zaman. Peninggalannya berupa pondok pesantren yang akan menjadi ladang amal tak kenal putus hingga akhir zaman nanti.

Ia berpulang memenuhi panggilan Sang Khaliq Allah swt. bertepatan dengan tanggal 30 Juni 1955 M atau 20 Syawal 1375 H dalam usianya yang ke-63. Ia meninggalkan istrinya yang bernama Nyai Azizah binti Qosim dan enam orang anaknya, masing-masing adalah: Mardiah, H. Fatoni (Mi’raj), Maryam, Nashihah, KH. Saefudin (Shofa), dan H. Imam Warosi. Sedangkan Nyai Azizah menyusul suaminya wafat pada tanggal 22 November 1974 M hari Jumat atau tanggal 8 Dzulhijjah 1394 H.

Sampai saat ini santri-santrinya telah mencapai 8000 dari berbagai penjuru daerah di Indonesia. Kejayaan pesantrennya mulai terlihat saat pesantren ini di bawah asuhan cucunya, al-maghfurlahu KH. Masruri Abdul Mughni.

Oleh: Khoirul Patihin (Mahasantri Semester 3)

Leave a Reply