Serpihan Luka Sang Baginda

Serpihan Luka Sang Baginda

MAHADALYJAKARTA.COM – Nabi Muhammad Saw merupakan seorang nabi dan rasul yang memiliki kemuliaan yang tak diragukan lagi, sekaligus menjadi penutup para nabi dan rasul. Nabi muhammad Saw merupakan makhluk paling mulia yang Allah Swt ciptakan untuk umat manusia di muka bumi. Bahkan dalam salah satu literatur penulisan sejarah yaitu dalam kitab Daqoiqul Akhbar diceritakan bahwasanya semua alam semesta ini tidak akan ada tanpa adanya Nur Muhammad. Namun siapa sangka bahwa Nabi Muhammad Saw pernah merasakan duka yang amat dalam. Sirah Nabawiyah menyebut kejadian tersebut sebagai tahun  Amul Huzni atau tahun berkabung.

Meskipun Nabi Muhammad Saw merupakan manusia paling sempurna yang Allah Swt ciptakan, namun siapa sangka Allah Swt memberikan Nabi Muhammad Saw cobaan dan ujian yang amat berat. Salah satu ujian dan cobaan itu ditandai dengan adanya Amul Huzni. Dimana pada peristiwa tersebut Nabi Muhammad Saw ditinggalkan oleh orang-orang terkasih yaitu oleh istri tercintanya (Khadijah) dan kemudian disusul oleh pamannya, yang selama ini menjadi garda terdepan dalam membela dan melindungi Nabi Muhammad Saw yaitu Abu Thalib. Dalam Sirah Nabawiyah Rahiqul Makhtum karangan Syaikh Shafiyyurrahman Al-Mubarakfuri diceritakan bagaimana Abu Thalib melindungi Nabi Muhammad dari serangan musuh bahkan dalam kitab Sirah Nabawiyah banyak menyinggung mengenai Amul Huzni dimana pada tahun tersebut menceritakan keterpurukan Nabi Muhammad Saw karena harus ditinggalkan oleh orang-orang yang beliau cintai.

Seperti yang sudah diketahui bahwa Nabi Muhammad Saw merupakan seorang yatim yang telah ditinggalkan oleh ayahnya saat masih dalam kandungan. Kemudian disusul oleh ibunya yang meninggalkannya pada usia 6 tahun, kemudian beliau tinggal dengan kakeknya. Tak lama setelah itu, kakeknya pun wafat. Setelah masa-masa penuh memilukan tersebut Nabi Muhammad Saw hidup dan tinggal bersama pamannya Abu Thalib yang selalu menjaga dan melindungi Nabi Muhammad Saw dari para pembuka-pembuka quraisy yang membenci beliau. Namun sangat disayangkan Abu Thalib tidak mengikuti ajaran Nabi Muhammad Saw dan tetap mengikuti agama nenek moyangnya yang mana masih bersanad pada Nabi Ibrahim As.

Genap usianya yang ke 40 tahun, Allah Swt mengangkat beliau menjadi Nabi dan Rasul. Gua Hira menjadi saksi bisu penobatan Muhammad Saw menjadi Rasul, membawa misi menyebarkan agama islam agar manusia selamat dari siksa neraka. Kejadian tersebut membuat Nabi Muhammad Saw merasakan ketakutan yang luar biasa dahsyat karena saat itu beliau melihat Jibril dengan bentuk aslinya.

Dimulailah misi penyebaran Islam dengan diawali menyebarkannya kepada pihak keluarga. Setelah tiga tahun kemudian Allah Swt memerintahkan Nabi menyebarkannya secara terang-terangan kepada masyarakat Mekkah saat itu sehingga kabar ini membuat masyarakat Mekkah sangat heboh dengan agama baru yang dibawa oleh Muhammad Saw. hal ini membuat Nabi mendapatkan siksaan dan cobaan yang sangat luar biasa dari kaum Quraisy.

Siksaan tidak pernah berhenti menimpa Nabi dan para pengikutnya. Namun, hal ini tidak membuat Nabi dan para pengikutnya gentar, mereka tetap teguh menjunjung tinggi agama Allah Swt. Di balik laki-laki yang sukses pasti ada perempuan hebat di belakangnya. Seperti halnya Nabi ditengah perjuangan menyebarkan Islam ada Khadijah yang selalu ada ketika Nabi membutuhkannya.

Kesetiaan Khadijah diuji ketika Nabi Muhammad Saw diangkat oleh Allah Swt menjadi Nabi dan Rasul, di mana Nabi mengalami banyak sekali cobaan, hinaan, celaan, dan siksaan. Namun, Khadijah tetap setia mendampingi sang suami tercinta. Kesetiaan Khadijah tak bisa diragukan lagi, sudah tercatat di berbagai kitab-kitab sejarah. Kesetiaanya dalam mencintai Nabi sungguh patut di contoh oleh perempuan masa kini. Ia tidak meninggalkan Nabi walaupun kehidupannya penuh derita.

Selain Khadijah yang selalu melindungi dan menemani perjuangan Nabi, paman beliau yaitu Abu Thalib juga tampil sebagai tameng yang selalu melindungi Nabi dari gangguan kaum Quraisy. Sang paman sangat menyayangi keponakannya itu. Sempat Abu Thalib meminta Nabi berhenti berdakwah tapi Nabi menolaknya. Walaupun Nabi tidak menuruti keinginan Abu Thalib menghentikan dakwahnya, Abu Thalib tetap melindungi Nabi dari gangguan kaum Quraisy.

Di setiap pertemuan pasti ada perpisahan. 10 Ramadhan tahun ke-10 kenabian, Khadijah menghembuskan nafas terakhirnya di dunia ini. Sama seperti manusia pada umumnya, Nabi tak kuasa membendung air matanya untuk tidak keluar ketika orang terkasihnya pergi. Terlebih ketika itu Nabi sangat membutuhkan kehadiran Khadijah yang menjadi penyeimbang, penyemangat, dan pendukung setia Nabi dalam mendakwahkan risalah ilahi.

Tak berselang lama setelah meninggalnya istri tercinta, paman yang sangat ia cintai juga menghembuskan nafas terakhirnya. Belum lama hatinya terluka ditinggal sang istri, kini kembali terluka di tinggal sang paman yang selalu melindunginya. Meninggalnya Siti Khadijah dan Abu Thalib membuat kaum Quraisy bisa bergerak bebas mengganggu Nabi dan para pengikutnya. Cobaan datang semakin berat setelah kedua orang tercintanya dipanggil Sang Maha Kuasa.

Allah Swt sangat menyayangi Nabi Muhammad Saw., setelah kepergian orang-orang tercintanya membuat Nabi sangat patah hati. Allah Swt mengerti apa yang sedang dirasakan sang kekasihnya itu, akhirnya untuk menghibur Nabi Muhammad Saw, Allah Swt memerintahkankan beliau untuk isra’ mi’raj bertemu dengan Allah Swt., serta mengemban tugas baru yaitu sholat lima waktu.

Hikmah pelajaran yang bisa dipetik dari kisah di atas:

  1. Jangan berlarut dalam kesedihan, karena semua yang terjadi adalah kehendak tuhan, dan semuanya hanyalah titipan.
  2. Dibalik laki-laki yang sukses ada perempuan hebat yang selalu ada di sisinya.
  3. Melaksanakan amanah, sebagaimana Nabi melaksanakan amanah yang dititipkan Allah Swt kepada beliau untuk menyebarkan agama islam kepada seluruh umat manusia.
  4. Sesungguhnya hidayah berada di tangan Allah Swt bukan di tangan manusia, kita hanya bisa menyampaikan tanpa bisa memberikan hidayah itu sendiri.

Referensi: 

Abdussalam Muhammad Harun. Tahdzib Sirah Ibnu Hisyam, (Beirut: Daar al-Kutub al-Alamiyah. 1971)

Dr. M. Sa’id Ramadhan al-Bhuti’. Fikih Sirah Nabawiyah, (Damaskus: Daar al-Fikri. 1996)

Ibnu Katsir . Mukhtasar al-Bidayah wa an-Nihayah, (Surakarta: Insan Kamil Solo. 2018) 

Syaikh Safiyurrohman al-Mubarokfuri.  Rahiq al-Makhtum Sirah Nabawiyah, (Jakarta Timur: Pustaka al-Kautsar. 2018)

Syaikh Abdurrahman bin Ahmad al-Qodi. Daqoiqul Akhbar, (Semarang: Toha Putra. 1992)

Kontributor: Putri Qutru Nada Zulfa, Semester IV

Leave a Reply