Sejarah

Syaikhah dari Negeri Padang Panjang Sebagai Pelopor Pendidikan Islam Perempuan

MAHADALYJAKARTA – Pada saat ini perempuan memiliki banyak peranan dalam kehidupannya, salah satunya dalam bidang pendidikan. Karena kelak perempuan akan menjadi Madrasatul Ula bagi anak-anaknya. Perempuan adalah pejuang tangguh, tidak hanya cantik diluar namun perempuan juga bersinar dengan kecerdasannya, tegas dan juga empati. Hal inilah yang dilihat dan dirasakan oleh seorang ulama perempuan dari Padang Panjang.

Siapakah perempuan tersebut? Ialah yang bernama Syaikhah Rahmah El-Yunusiyah, dimana Syaikhah Rahmah ini merupakan salah satu tokoh wanita hebat yang berasal dari negeri Minangkabau. Meskipun beliau tidak diangkat menjadi salah satu pahlawan nasional, akan tetapi beliau memiliki sejarah hidup yang dapat menorehkan tinta emas salah satunya adalah mendapatkan gelar Syaikhah, dimana gelar Syaikhah ini merupakan gelar dari Universitas Al-Azhar Mesir. Penganugerahan gelar Syaikhah tersebut diberikan pada tahun 1957 sebagai tanda penghormatan atas jasa-jasa beliau dalam bidang pendidikan kaum perempuan. 

Beliau lahir pada hari Jum’at tanggal 29 Desember 1900 M, bertepatan dengan  tanggal 1 Rajab 1318 H di sebuah rumah gadang jalan Lubuk Mata Kucing, Kenagarian Bukit Surungan, Padang Panjang, Sumatera Barat. Beliau merupakan anak bungsu dari lima bersaudara, pasangan dari ibunya yang bernama Rafi’ah dan ayahnya bernama Syekh Muhammad Yunus bin Imaduddin bin Hafadzah. Dimana ayahnya Rahmah ini merupakan seorang ulama besar yang terkenal sebagai ahli hisab.

Rahmah El-Yunisiyyah merupakan salah satu putri yang tumbuh di tengah-tengah anggota keluarga yang tidak hanya berpegang teguh pada adat dan agama (ulama), melainkan berasal dari keluarga yang turut berjuang dalam pembaharuan Islam di Sumatera Barat. Sejak usia 6 tahun, Rahmah tidak sempat belajar kepada ayahnya, karena pada saat itu ayahnya telah meninggal dunia. Meskipun Rahmah tidak pernah belajar kepada ayahnya, beliau tetap mendapatkan banyak ilmu dan dorongan perkembangan intelektualnya dari sang kakak yang bernama Zainuddin Labay dan Mohammad Rasyid. Bersama kakaknya Rahmah mulai belajar membaca dan menulis huruf Arab dan Latin. Pada saat itu kakaknya sudah pernah mengenyam pendidikan di Sekolah Gubernemen yang diajar oleh Syekh Abbas Abdullah hingga kelas IV.  

Menginjak usia 10 tahun, Rahmah mulai belajar membaca Al-Qur’an kepada Engku Uzair, ialah salah satu murid Syekh Haji Muhammad Yunus. Kemudian  beliau juga mulai aktif mengunjungi pengajian-pengajian yang diadakan di lingkungan masyarakat sekitarnya. Pada saat itu  ada delapan surau di lingkungan Minangkabau yang melakukan kegiatan pengajian secara bergiliran, dimulai dari satu surau ke tempat surau yang lain. Bagi diri Rahmah, dengan mengunjungi pengajian-pengajian tersebut merupakan salah satu kesenangan bagi dirinya sendiri.

Pada tahun 1915 Zainuddin Labay El-Yunusy mendirikan sekolah agama yang bernama Diniyyah School. Sekolah ini merupakan salah satu perguruan islam berbasis  modern dengan mengajarkan pelajaran umum seperti ilmu Bumi, Sejarah, Berhitung, Bahasa, dan lainnya. Rahmah pun ikut belajar di sekolah tersebut. Namun apa yang diperoleh selama belajar di Diniyah School milik kakaknya belum merasa puas, sehingga di sore harinya ia bersama tiga kawannya yaitu Rasuna Said dari Maninjau, Nasiah dari Bulaan gadang Banuhampu dan Jawana Basyir (Upik Jepang) dari Lubuk Alung pergi belajar kembali untuk lebih memperdalam pelajaran agamanya dengan berguru kepada Syekh Abdul Karim Amrullah (Haji Rasul) yang merupakan ayah dari Buya Hamka di Sirau Jembatan Besi, Padang Panjang. 

Menginjak usia 15 tahun, Rahmah dijodohkan oleh keluarganya dengan Bahauddin Lathif, dimana Bahauddun Lathif ini adalah seorang ulama dari Sumpur. Rahmah menikah pada tanggal 15 Mei 1916, lalu di tahun 1922 suaminya berkeinginan untuk menikah lagi. Ketika suaminya meminta izin untuk berpoligami, secara tidak langsung Rahmah menolak keras keinginan suaminya. Rahmah diberi pilihan untuk menerima keinginan suaminya atau memilih cerai, dan beliau memilih untuk bercerai. Setelah resmi bercerai, Rahmah mulai aktif dengan melakukan gerakan dalam memperjuangkan hak para perempuan. Beliau menjadi pemimpin rapat dengan ibu-ibu di Padang Panjang.

Rahmah adalah seorang yang sangat idealis, memiliki cita-cita yang tinggi, beliau menginginkan kedudukan kaum wanita dalam masyarakat tidak hanya sebagai istri yang akan melahirkan anak-anak dan keturunan semata. Akan tetapi, keinginan Rahmah lebih dari itu ia menginginkan terangkatnya derajat kaum wanita ke tempat yang jauh lebih pantas. Meskipun harus mengikuti hak kewajibannya sebagai istri, sebagai ibu, dan sebagai anggota masyarakat. Kaum wanita juga harus dapat menjalankan perannya sebagaimana yang telah digariskan oleh agama Islam.

Pada saat itu masih sangat sedikit perempuan yang bersekolah, Rahmah sangat prihatin atas kondisi masyarakat Melayu yang memandang bahwasanya perempuan hanyalah  makhluk kelas dua yang tidak perlu bersekolah tinggi, karena pada akhirnya perempuan hanya akan masuk ke dapur. Masa itu sangat pasif dan belum mampu memberikan kontribusi nyata bagi kemajuan agama dan bangsanya, sehingga Rahmah berpendapat bahwa pendidikan sangat penting bagi kaum perempuan. Dengan pendidikan, kaum perempuan mampu mengangkat harkat dan martabatnya, mampu melahirkan generasi penerus bangsa yang berkualitas.

Berangkat dari keprihatinan ini, keinginan Rahmah semakin menyelimuti ruang hatinya, sehingga beliau berani menyampaikan keinginan baiknya kepada sang kakak tertuanya yaitu Zainuddin Labay El-Yunusy. Mendengar keinginan luhur adiknya, Zainudin menyambut dengan senang hati. Kemudian ia  juga memberikan sebuah usulan kepada teman-temannya yang ada di PMDS (Persatuan Murid-Murid Diniyyah School) untuk membangun Madrasah Diniyyah khusus perempuan. Akhirnya dengan penuh dukungan dan dorongan dari sang kakak tercinta dan teman-temannya, maka pada tanggal 1 November 1923 di kota Padang Panjang berdirilah lembaga pendidikan agama Islam khusus bagi kalangan wanita yang diberi nama Madrasah Diniyyah Lil al-Banat atau Sekolah Agama Puteri yang dipimpin langsung oleh Rahmah El-Yunisiyyah.

Rahmah El-Yunisiyyah membangun Madrasah Diniyyah Putri ini dengan tujuan untuk  melawan ketidaksetaraan yang dilihatnya dalam dunia pendidikan. Ia berpikir dan bertindak untuk mendirikan sekolah khusus perempuan agar kaum wanita perempuan lebih leluasa dalam belajar. Disekolah yang didirikannya, Rahmah mendorong kaum perempuan untuk lebih percaya diri, mempelajari berbagai hal, dan mendalami berbagai pengetahuan tanpa perlu merasa malu dan rendah diri. Untuk itu, Diniyah putri dikembangkan berbagai mata pelajaran yang dapat meningkatkan kemampuan kaum perempuan, baik di bidang intelektual maupun kepribadian.

Pada tahun 1926 Syekh Abdul Karim Amrullah (gurunya Rahmah) pergi ke Mesir dengan tujuan untuk menghadiri acara kongres Islam yang diadakan di Universitas Al-Azhar. Setelah kepulangannya beliau, Rahmah langsung menghampiri tempat yang dulunya dia belajar bersama Syekh Abdul Karim Amrullah. Akan tetapi, ketika melihat tempat belajarnya rubuh yang disebabkan gempa bumi, Rahmah memutuskan untuk kembali ke kampungnya di Sungai Batang, Maninjau. Kejadian ini membuat Rahmah melanjutkan belajar agamanya kepada Syaikh Muhammad Jamil Jambek, Tuanku Abdul Hamid hakim, Syaikh Abdul Latif Rasyidi, dan Syaikh Daud Rasyidi. 

Pada tahun 1957 Rahmah mendapat gelar Syaikhah dari Universitas Al Azhar, beliaulah wanita pertama yang mendapat gelar Syaikhah. Rahmah El-Yunusiyyah telah berhasil mewujudkan cita-citanya dan membuktikan kepada dunia bahwa muslimah Indonesia bukanlah perempuan yang terbelakang. Muslimah yang taat bisa berkontribusi bagi agama dan bangsanya. 

Pada tanggal 26 Februari 1969 Rahmah El-Yunisiyyah meninggal dunia dalam keadaan yang sangat tidak diduga. Karena pada saat itu, Rahmah dalam keadaan berwudhu hendak salat magrib. Beliau di makamkan di tempat pemakaman khusus keluarganya, yang terletak di sebelah barat Asrama Perguruan Diniyyah Puteri. Sebelum beliau wafat, Rahmah mewasiatkan kepada Gubernur Sumatra Barat agar selalu menjaga dan memperhatikan terhadap sekolah yang di dirikannya. 

Referensi:

Abuddin Nata, Tokoh-Tokoh  Pembaharuan  Pendidikan Islam di Indonesia, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2005

Amiduddin Rasyad, H. Rahmah El-Yunusiyyah dan Zainuddin Labay El-Yunusy Dua Tokoh Pembaharu Sistem Pendidikan di Indonesia Riwayat Hidup. Cita-Cita, dan Perjuangannya, Jakarta: Pengurus Diniyyah Puteri Perwakilan Jakarta, 1991

Dede Pramayoza, Dioroma Kota Bahagia, Padang Panjang Dinas Perpustakaan dan Kearsipan, 2020

Fauziah Fauzan El-Muhammady, Amanat Bunda Rahmah El-Yunusiyyah, Padang Panjang: Diniyyah Reseach Center, 2017

Gouzali Saydam, 55 Tokoh Indonesia Asal Minangkabau di Pentas Nasional, Bandung: Alfabeta, 2009

Muhamad Nurdin fathurrahman, ”Biografi Rahmah El-Yunisiyyah- Panjang Kemerdekaan Indonesia, Pendiri Diniyyah Putri” 3:58:00 PM, https://biografi-tokoh-ternama.blogspot.com/2017/04/biografi-rahmah-el-yunusiyah-pejuang-kemerdekaan-indonesia-pendiri-diniyah-putri.html?m=1 , (diakses 26 februari, 2023 11:42)

Panitia Penerbit Buku Pengertian 55 Tahun Diniyyah Puteri. Peringatan 55 tahun Diniyyah Puteri Padang Panjang, Jakarta: CV Ghalia Indonesia, 1978 

Tim Penyusun, Peringatan 55 Tahun Diniyah Putri Padang Panjang, Jakarta: Ghalia Indonesia, 1978

Kontributor: Lula Chaerunnisa, Semester III

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *