Gerakan Dakwah Walisongo pada Awal Masuknya Islam di Indonesia

Gerakan Dakwah Walisongo pada Awal Masuknya Islam di Indonesia

Ma’had Aly – Indonesia merupakan negara dengan mayoritas muslim terbesar se-Asia. Islam berkembang cukup pesat di Indonesia, khususnya di pulau Jawa yang penyebarannya tidak lepas dari peran Walisongo yang dilakukan dengan cukup signifikan. Peran Walisongo dalam penyebaran Islam di tanah Nusantara sangatlah urgen, kesuksesan dalam penyebaran Islam dalam masyarakat yang dulunya telah berpegang teguh pada ajaran Hindu-Buddha tentu membutuhkan gerakan dakwah yang tepat untuk dapat diterima dengan baik oleh masyarakatnya. Gerakan-gerakan yang digunakan dalam menyebarkan agama Islam untuk menarik dan mudah dianut yaitu:

  1. Agama dan Dakwah

Pulau Jawa merupakan jantung perkembangan sosial, ekonomi, pendidikan, budaya, dan pertahanan Nusantara. Maka dari itu, Islamisasi di Jawa masih berlanjut dan akan berpengaruh besar terhadap Islamisasi di Nusantara seperti yang sudah dibuktikan oleh Sunan Ampel, Sunan Bonang, Sunan Giri dan murid-muridnya yang menyebar ke seluruh penjuru tanah air. Para wali membangun pondasi dakwah dan memakmurkan rakyat dengan berbagai macam langkah nyata sebagai metodenya dalam menyebarkan Islam di tanah Jawa. Dalam dakwah pun juga mempunyai metode secara ringkas, sejarah mencatat ada 3 metode dakwah yang di lakukan oleh para wali dalam menyebarkan Islam di Indonesia. Adapun 3 metode tersebut yaitu:

  • Metode Al-Hikmah (kebijaksanaan)

Al-Hikmah merupakan kemampuan dan ketepatan dai dalam memilih, memilah dan menyelaraskan teknik dakwah dengan kondisi objek dakwah, sebagaimana yang dilakukan oleh Sunan Kudus.

  • Metode Al-Mau’izhah al-Hasanah (nasihat yang baik)

Mau’izhah hasanah bermakna memberi nasihat kata-kata yang masuk ke dalam hati dengan penuh kasih sayang, dan yang masuk ke perasaan dengan kelembutan, dengan tidak membongkar ataupun membeberkan kesalahan orang lain. Karena kelembutan dalam menasihati seringkali mampu meluluhkan hati yang keras. Metode ini lebih mudah melahirkan kebaikan daripada ancaman dan larangan.

  • Metode Al-Mujadalah billati Hiya Ahsan (Berbantah dengan cara sebaik-baiknya)

Maksud metode ini ialah tukar pendapat yang dilakukan oleh kedua belah pihak secara sinergis, yang tidak bermaksud pada permusuhan, bertujuan supaya lawan bisa menerima pendapat yang diajukan dengan memberikan argumentasi dan bukti yang kuat. Masing-masing pihak harus saling menghargai dan menghormati pendapat, berpegang pada kebenaran, menghargai kebenaran orang lain dan menerima hukuman kebenaran itu secara ikhlas. Metode ini diperlakukan secara personal dan dihubungi secara istimewa, langsung bertemu secara pribadi sambil diberikan keterangan dan pemahaman tentang Islam. Metode dakwah ini seperti dilakukan oleh Sunan Ampel kepada Adipati Aria Damar dan Sunan Kalijaga kepada Adipati Pandanarang. Metode ini mereka khususkan untuk para pemimpin, orang terpandang dan bangsawan. Selain itu juga mereka mempunyai 4 metode yaitu hujjah balighah (argumen yang kuat), usluh hakimah (metode yang bijak), adabus samiyah (adab yang tinggi), dan siyasah samiyah (siasat yang toleran).

  1. Lembaga Pendidikan

Dakwah Walisongo yang tidak kalah penting ialah pendidikan. Setelah agama Islam berkembang luas di kalangan masyarakat para wali mendirikan pusat pendidikan dan penyiaran Islam. Mereka mengembangkan pendidikan dengan model dukuh, asrama, dan padepokan dalam bentuk pesantren-pesantren, pesulukan-pesulukan, peguron-peguron juga model pendidikan masyarakat yang terbuka lewat langgar, tajuk, masjid-masjid dan permainan anak. Selain itu juga, Walisongo mengambil alih lembaga pendidikan Syiwa Budha yang disebut asrama atau dukuh yang diformat sesuai ajaran Islam menjadi lembaga pesantren. Ajaran Islam pada masa awal berlangsung tidak terbatas pada suatu tempat dan waktu tertentu. Sistem pendidikan awal mulanya berlangsung di lingkungan keluarga, kemudian bertempat di surau atau langgar. Tak hanya itu, ajaran pendidikan Islam juga berlangsung di masjid-masjid dan rumah para bangsawan dan hartawan. Dan selanjutnya terbentuklah pesantren dan madrasah yang kemudian membentuk sistem yang lebih maju dan berkembang sesuai kebutuhan pendidikan ajaran Islam bagi masyarakat.

  1. Peradaban dan Kebudayaan

Terbentuknya budaya dan peradaban Islam yang damai tidak terlepas dari peran para wali, bahkan setelah Sunan Giri dan Sunan Bonang menjadi pemimpin tertinggi masyarakat muslim, para wali tetap bertindak sebagai pemimpin dan penguasa daerah masing-masing, sehingga terbentuklah komunitas luas di seluruh pulau Jawa.

  1. Ekonomi dan Sosial

Status ekonomi dan reputasi sosial para wali yang tinggi menimbulkan wibawa di tengah masyarakat, sehingga ucapan dan tindakan para wali senantiasa diikuti oleh masyarakat. Selain itu, mereka mampu mewujudkan kesejahteraan umat Islam pulau Jawa lewat program irigasi dan pertanian serta perdagangan internasional. Seperti halnya sunan Muria dan Sunan Drajat lebih senang hidup jauh dari keramaian. Mereka memilih untuk berdakwah pada masyarakat kecil di desa-desa atau perkampungan. Mereka tidak hanya mengajarkan pemahaman agama tetapi juga membina masyarakatnya agar kehidupan sosialnya lebih tinggi. Tidak hanya itu Sunan Muria juga mengajarkan cara berdagang dan menjadi nelayan yang baik. Dan Sunan Gresik juga mengajarkan cara bercocok tanam.

  1. Politik dan Negara

Gerakan agama Islam tidak terlepas dari pengaruh gerakan politik. Saat Kerajaan Majapahit mengalami kegoncangan, para wali menawarkan peradaban, sistem politik, dan budaya Islam yang maju. Kegoncangan ini mereka memanfaatkan karena pada sebelumnya mereka tidak mampu berperan di bidang politik karena berkembang pesatnya agama Hindu dan Buddha. Dengan strategi yang telah dirancang matang oleh para wali, akhirnya mereka mampu melumpuhkan Majapahit secara total.

Melalui gerakan tersebut Walisongo mampu mengislamkan masyarakat dalam tempo yang sangat singkat. Dari perbuatan Walisongo masyarakat bisa mencontoh atau meneladani perbuatan yang telah diajarkan.  Jejak yang ditinggalkan Walisongo itu terlihat dalam kumpulan nasihat agama yang termuat dalam tulisan-tulisan para murid dan ahli waris Walisongo baik yang berupa buku sejarah, nasab, silsilah, suluk, babad, manaqib dan lain-lain yang menggambarkan hakikat aliran tasawuf dan dakwah yang mereka anut dan kembangkan.

Referensi

Agus Sunyoto,  Atlas Wali Sanga, Jakarta: Pustaka Iman dan Lesbumi PBNU, 2016.

Aceng Abdul Aziz, dkk, Islam Ahlussunnah Waljama’ah: Sejarah, Pemikiran, dan Dinamika NU di Indonesia, Jakarta: Pengurus Lembaga Pendidikan Ma’arif Nahdlatul Ulama Pusat, 2016.

Rizem Aizid,  Sejarah Peradaban Islam, Yogyakarta: Diva Press, 2015.

Zainal Abidin bin Syamsuddin, Fakta Sejarah Wali sanga, Jakarta: Pustaka Imam Bonjol, 2016.

 

Oleh : Nining Nuryaningsih, Semester VI

Leave a Reply