MAHADALYJAKARTA.COM – Nabi Muhammad saw. pernah bersabda yang artinya: “Ulama adalah pewaris nabi, titik sesungguhnya nabi-nabi tidaklah mewariskan dinar dan tidak pula dirham. Maka barangsiapa yang mewariskan ilmu, maka sesungguhnya ia telah mendapatkan keberuntungan yang besar.” ( HR Abu Daud ).
Alim ulama merupakan rujukan bagi kaum muslimin terutama dalam menjelaskan masalah-masalah keagamaan tentunya kepada para pewaris nabi, juga menghadirkan keteladanan di tengah umat. Oleh karena itu, keberadaannya bagaikan oasis penyejuk di tengah kegersangan zaman yang kian tergerus materialisme. Dalam sejarah Indonesia ada begitu banyak ulama yang menjadi panutan umat. Mereka tidak hanya fokus pada transmisi ilmu-ilmu agama, akan tetapi mereka juga ikut berjuang bersama masyarakat dalam melawan kelemahan, keterbelakangan, dan penjajahan pada era kolonialisme.
BACA JUGA: Relavansi Hijrah Nabi dengan Sejarah Kolonial di Indonesia
Di Merangin, Provinsi Jambi, lahir tokoh ulama yang di mana para penduduk mengatakan beliau ini juga merupakan salah satu ulama atau tokoh yang cukup disegani karena keilmuannya. Beliau begitu akrab dan aktif dalam memandu kaum muslimin hingga akhir hayatnya, hanya saja beliau merantau ke tanah Melayu di daerah Malaysia hingga wafat.
Abdul Manan bin Lebai Tahir merupakan salah satu sosok ulama yang berasal dari Jambi Desa Lubuk Beringin yang lahir pada tahun 1906 M. Ketika beliau berumur 18 tahun, kurang lebih di tahun 1923/1924 M. beliau melakukan perjalanan menggunakan transportasi laut menuju Perairan Malaysia hingga berlabuh di Pelabuhan Pulau Pinang. Di mana Pelabuhan ini dirintis oleh seseorang yang berasal dari Tanah Melayu bernama Datuk Jannaton. Sesampainya di tempat tujuan yaitu Pulau Pinang, ia langsung bergegas mencari Masjid Kapitan Keling. Di mana masjid ini merupakan masjid tertua di Georgetown, yang telah berdiri sejak tahun 1801 M. Maka pada saat itu juga KH. Abdul Manan selalu mencari sosok seorang guru yang bisa membimbingnya serta mengajarkan ilmu-ilmu agama yang sekiranya cukup untuk ia berdakwah di Tanah Melayu pada saat itu.
Kemudian KH. Abdul Manan bergegas menuju sebuah pondok pesantren yang dikenal dengan nama Pondok Chegar, Pendang, Kedah yang diasuh oleh Tuan Guru Haji Ahmad Rubat. Selama ia menuntut ilmu di sana, beliau berbaiat tarekat ilmu Naqsyabandiyah Mujaddidiyah kepada Tuan Guru Haji Ahmad Tobat. Akhirnya mendapat kepercayaan untuk mengajar di Geok Chegar. Adapun salah satu muridnya yaitu Syekh Badawi Alwi, Padang Lumut yang wafat pada tahun 2009 M. Setelah sekian lama berada di sana, beliau melanjutkan pengembaraan yaitu menuju Pesantren Cemara, yang didirikan pada tahun 1928 M. oleh Tuan Guru Haji Sulung salah seorang ulama kelahiran Langkat, Sumatera Utara.
BACA JUGA: Penyebaran Islam di Suku Batak, Sumatera
Lantas KH. Abdul Manan diambil menantu oleh Tuan Guru Haji Sulung. Adapun Putri gurunya tersebut bernama Syamsiah yang merupakan sosok perempuan yang berasal dari Bedaro Muara Bungo Jambi. Tuan Guru Haji Sulung sendiri pernah menetap di Bedaro oleh masyarakat setempat beliau dikenal dengan ulama yang bertuah.
Alif Syafwan pernah mengatakan, ia bercerita tentang kekeramatan KH. Abdul Manan. Di mana suatu hari ada pencuri bertuah masuk ke rumah KH. Abdul Manan, akan tetapi anehnya saat hendak keluar pencuri tersebut tidak menemui jalan keluar yang mana pintu tersebut hilang atau buntu. Kejadian ini mengingatkan kita kepada kisah seorang sufi perempuan yaitu Robiah Al-Adawiyah bagaimana yang tertulis di dalam kitab Al-Nawadir karya Syekh Sihabuddin Al-Qolyubi. Begitu pula saat kewafatannya, hujan turun dengan lebat akan tetapi air hujan tersebut sedikitpun tidak mengenai liang kubur beliau dan ketika orang-orang mengangkat jenazahnya sangat ringan bagaikan kapas.
KH. Abdul Manan bin Lebay Thohir wafat pada tahun 1984 M. yang dimakamkan di perkuburan Islam Kampung Gajah Mati, Malaysia. Semenjak KH. Abdul Manan wafat, masyarakat setempat merasa kehilangan seorang tokoh yang sangat berharga di dalam lingkungannya. (//)
REFERENSI:
Khairul Huda, Sejarah Islam di Tanah Melayu, Abdul Hadi, Padang, 2018.
Syed Muhammad Naquib, Islam and Secularism, Ta’dib Internasional, 2019.
Syed Muhammad Naquib, Islam and Sekularisme, Pustaka Salman ITB, Bandung, 1987.
Afthanul, Dari Melayu Menjadi Indonesia, Basabasi, 2018.
Ismail Che Daud, Tokoh-tokoh Ulama Semenanjung Melayu, Paberback, Melayu Kelantan, 1988.
Kontributor: Edi Saputra H. (Semester V)
Penyunting Bahasa: Isa Saburai