Bertambahnya Cahaya Islam atas Keislaman Sayidina Umar bin Khathab
Ma’had Aly – Umar bin Khaththab adalah pemuda yang gagah perkasa dan dikenal seorang yang sangat menjaga kehormatannya. Ia mempunyai watak yang tempramental, setiap kali perpapasan dengan orang-orang muslim pasti ia menimpakan berbagai siksaan, ia juga sangat menghormati tradisi-tradisi leluhurnya, ia suka minuman keras hingga mabuk dan bercanda ria. Ia juga sangat membenci Rasulullah saw. dan agama yang dibawanya, bisa dikatakan ia adalah musuh Islam. Tetapi, terkadang di dalam benaknya tersimpan keraguan-keraguan tentang agama yang dianutnya dan agama Islam. Bahwa apa yang diserukan Islam jauh lebih bagus dan agung dari agama yang lain. Umar terkadang merasa sangat bingung dan bergejolak berbagai perasaan yang bertentangan didalam hatinya.
Suatu malam ia keluar rumah hingga tiba di baitul Haram, ketika ia sedang menyibak kain penutup ka’bah, dan melihat Nabi saw. yang sedang berdiri melaksanakan sholat di sana. Saat itu Beliau membaca ayat al-Qur’an Artinya; “Sesungguhnya al-Qur’an ini adalah benar-benar wahyu (Allah yang diturunkan kepada) Rasul yang Mulia. Dan al-Qur’an itu bukanlah perkataan seorang penyair, sedikit sekali kalian beriman kepadanya.” (al-haqqah 40-41). Umar bin Khaththab kala itu menyimak bacaan al-qu’an itu, dan takjub terhadap susunan bahasanya, lalu ia berkata dalam hati “Demi Allah, tentunya ini adalah ucapan seorang penyair seperti yang bisa diucapkan orang-orang Quraisy.”
Mulai saat itulah Islam menyusup ke dalam hatinya. Inilah benih-benih Islam merasuk ke dalam hati Umar bin Khaththab, meskipun fanatisme terhadap tradisi dan kecintaanya terhadap agama leluhur masih mendarah daging, sehingga ia tetap memusuhi Islam dan tidak perduli terhadap perasaan yang tersembunyi.
Suatu hari ia keluar rumah sambil menghunus pedangnya untuk menghabisi Rasulullah saw., di tengah perjalanan ia berpapasan dengan Nu’am bin Abdullah an-Nahham, “Mau kemana Engkau wahai Umar.” tanya Nu’am.
“Aku hendak mencari Muhammad, orang yang keluar dari agama kita, yang memecah belah persatuan orang-orang Quraisy, melecehkan dan menghina agama kita, akan aku bunuh dia,” jawab Umar.
“Apa yang menjamin keamanan dirimu dari pembalasan bani Hasyim dan bani Zuhrah jika engkau membunuh Muhammad?” tanya Umar.
“Menurut pengamatanku, sepertinya engkau telah keluar dan meninggalkan agama yang telah engkau peluk,” kata Nu’am
“Bagaimana jika kutunjukan sesuatu yang membuatmu sangat terkejut wahai Umar? Sesungguhnya saudari dan iparmu Fathimah bin Khaththab dan Zaid bin Amr, telah keluar dari agama serta meninggalkan agama yang selama ini engkau peluk.”
Kemudian Umar bin Khaththab langsung bergegas untuk menemui adik perempuan dan iparnya. Ketika itu Khabbab bin al-Art sedang membacakan surat Thaha kepada mereka berdua, Khabbab mendengar suara kedatangan Umar bin Khaththab lalu ia menuju kebelakang ruangan. Fatimah langsung menyembunyikan shahifah al-Qur’an, namun Umar bin Khaththab sempat mendengar bacaan al-Qur’an yang tadi dibacakan.
“Suara bisik-bisik apa yang sempat kudengar dari kalian tadi?” tanya Umar, tatkala sudah masuk ke dalam rumah
“Aku tidak mendengar suara apa-apa,” jawab keduanya
“Sungguh aku telah menerima bahwa kalian berdua telah memeluk agama Muhammad,” sahut Umar bin Khaththab.
“Wahai Umar,” kata adik iparnya, “Apa pendapatmu jika kebenaran ada dalam selain agamamu?”
Seketika Umar bin Khaththab langsung menghampiri adik iparnya dan menginjak-injaknya, karena Umar bin Khaththab mempunyai watak yang keras. Kemudian adiknya mendekat untuk menolong suaminya dan mengangkatnya. Namun, Umar bin Khathab langsung menonjok Fatimah hingga wajahnya berdarah.
“Wahai Umar,” kata Fatimah dengan sangat marah, “Jika memang kebenaran itu ada dalam selain agamamu, maka bersaksilah bahwa tiada Tuhan selain Allah dan bersaksilah bahwa Muhammad itu Rasul Allah.”
Umar bin Khaththab mulai lemas dan merasa putus asa, ketika Umar bin Khaththab melihat darah yang meleleh dari wajah adiknya ia merasa malu atas perbuatannya.
“Bolehkah aku melihat lembaran yang aku dengar tadi, agar aku melihat kebenaran yang dibawa Muhammad.” tanya Umar lirih
Umar bin Khaththab adalah seorang yang pandai menulis, mendengar perkataanya tadi adik perempuannya berkata, “Sungguh kami khawatir engkau merobek-robek lembaran tersebut.”
“Engkau tak perlu khawatir,” jawab Umar.
Ia bersumpah bahwa ia akan mengembalikan lembaran tersebut kepadanya apabila telah selesai membacanya.
“Wahai saudaraku, Sesungguhnya engkau najis, karena engkau orang musyrik, lembaran ini tidak boleh disentuh kecuali oleh orang yang suci. al-Qur’an ini tidak boleh disentuh kecuali orang-orang yang suci. Bangunlah dan mandilah jika mau.”
Maka Umar bin Khaththab segera mandi dan memegangnya lalu ia membaca isinya “Bismillahirrahmaanirrahiim,” lalu ia berkata, “Nama-nama bagus dan suci.” kemudian ia membaca, “Thaha… “ hingga berhenti pada firman Allah yang artinya : “Sesungguhnya aku ini adalah Allah, tidak ada tuhan selain Aku, maka sembahlah Aku dan dirikanlah shalat untuk mengingat-Ku.”(Thaha:14)
“Alangkan indah dan mulianya kalam ini. Tunjukan padaku di mana Muhammad berada saat ini!” pinta Umar
Tatkala Khabbab mendengar Umar bin Khaththab seperti itu, ia segera muncul dari belakang, lalu berkata, “Terimalah kabar gembira wahai Umar. karena aku benar-benar berharap do’a Rasulullah saw. pada dirimu.
Umar bin Khaththlab membawa pedangnya dan menghunusnya, kemudian pergi ketempat Rasulullah saw. Umar bin Khaththab menggedor pintu lalu seseorang mengintip dari celah-celah pintu dan melihat Umar bin Khaththab yang berdiri sambil menghunus pedangnya. Seseorang memberitahukan kepada Rasulullah saw, lalu meminta untuk mengumpulkan orang-orang di suatu tempat.
“Ada apa kalian ini?” tanya Hamzah
“Ada Umar.” mereka menjawab
“Umar? Bukakan pintu. Jika kedatangannya bermaksud baik, maka kami akan memberinya. Namun, jika ia datang dengan maksud buruk, kami akan membunuhnya dengan pedangnya sendiri.”
Rasulullah saw. bersabda, “Bukakan pintu dan persilahkan Umar bin Khaththab masuk.”
Maka dia menemui umar di luar lalu membawanya bertemu Rasulullah saw. di dalam suatu ruangan. Rasulullah memegang baju umar dan pegangan pedangnya, lalu menariknya dengan tarikan yang keras seraya bersabda, “Apa yang membuatmu datang ke sini, wahai anak Khaththab? Demi Allah jika engkau tidak menghentikan tindakanmu selama ini, Allah akan menurunkan siksa kepadamu.”
Umar berkata “Wahai Rasulullah, aku datang menemuimu untuk beriman kepada Allah, Rasul-Nya, dan apa saja yang engkau bawa dari Allah.”
Mendengar jawaban Umar bin Khaththab, Rasulullah saw. bertakbir dengan keras, dan para sahabatpun ikut bertakbir atas kebahagian keislaman Umar bin Khaththab. Sahabat-sahabat Rasulullah saw. begitu senang dengan keislamannya, karena ia akan membantu membentengi Rasulullah saw. untuk menghadapi musuh-musuh.
Umar masuk Islam pada bulan Dzul Hijjah tahun ke 6 dari nubuwah, tiga hari setelah keislaman Hamzah bin Abdul Muthalib. Sebelumnya memang Rasulullah saw. sangat menginginkan Umar bin Khathab untuk masuk Islam, kerena ia adalah seorang pemuda yang perkasa dan banyak ditakuti oleh orang-orang Quraisy, maka dengan keislaman Umar bin Khathab Islam akan bertambah kekuatannya.
Sebelum itu Rasulullah saw. telah berdo’a kepada Allah untuk keislamannya, bahwa Nabi saw. bersabda dalam do’anya, “Ya Allah, kokohkanlah Islam dengan salah satu dari dua orang yang paling Engkau cintai, dengan Umar bin Khathab atau dengan Abu Jahal bin Hisyam.” Ternyata orang yang paling dicintai Allah adalah Umar bin Khathab.
Sesungguhnya masuk islamnya Umar bin Khathab adalah sebuah pembuka kemenangan, hijrahnya memberi kemenangan dan pemerintahannya adalah karunia. Cahaya Islam dan iman semakin bertambah cahayanya dengan bertambahnya kekuatan Islam.
Oleh Sri Sukaesih, Semester VI