Hujjatul Islam: Muhammad Bin Jarir Ath-Thabari

Hujjatul Islam: Muhammad Bin Jarir Ath-Thabari

Riwayat Singkat

Abu Ja’far Muhammad bin Jarir ath-Thabari dilahirkan pada akhir tahun 224 H atau di awal tahun 225 H yang bertepatan dengan akhir tahun 839 M. Ath-Thabari pernah berbicara langsung mengenai keraguan akan tahun kelahirannya, seraya berkata, “Biasanya, penduduk negeri kami mencatat sesuatu itu dengan dikaitkan pada peristiwa tertentu, bukan dengan tahun. Karena itu juga, tahun kelahiranku dicatat dengan dikaitkan pada suatu peristiwa yang terjadi di negeri kami. Lantas, ketika aku sudah tumbuh besar dan mulai bertanya-tanya gerangan, peristiwa apakah yang terjadi yang bertepatan dengan kelahiranku, maka orang-orang pun memberikan jawaban yang berbeda-beda. Ada di antara mereka yang menjawab, “Kelahiranmu terjadi pada tahun 224 H.” Sedang yang lainnya menjawab, “Tidak, kamu dilahirkanpada awal tahun 225 H.””

Alhasil, kelahiran ath-Thabari terjadi di kota Amal, ibukota daerah Thibristan, terletak di sisi selatan laut Qazwain. Pada masa pemerintahan Utsman bin Affan, Sa’id Ibnul Ash[2] telah mencoba menguasai kota Amal, namun ia tidak mampu menguasainya secara penuh. Barulah pada masa pemerintahan Sulaiman bin Abdul Malik,[3] salah seorang gubernurnya yang berada di Khurasan, Yazid ibnul Muhallab pergi menuju Thibristan dan berhasil mengadakan perjanjian damai tersebut banyak ditolak.

Keadaan di atas terus berjalan seperti itu, sampai datangnya pemerintahan al-Mu’tasim[4]. Ia mengangkat Abdullah bin Thahir sebagai Gubernur Thibristan yang sekaligus menjabat gubernur Khurasan dan wilayah sekitarnya. Barulah setelah itu, pemerintahan kota Amal berjalan sendiri di tangan Abdullah. Sepeninggal Abdullah, putranya menggantikan posisinya, lalu diteruskan oleh putra keduanya. Lantas pada masa pemerintahan dinasti ath-Thahiriyah inilah Muhammad bin Jarir ath-Thabari dilahirkan.

Masa Remaja dan Aktivitas Migrasinya

Tanda-tanda kesuksesan terlihat jelas pada Muhammad bin Jarir ath-Thabari sejak ia masih remaja. Ia berhasil menghafal al-Qur’an pada usia 7 tahun dan mulai mengimami shalat pada umur 8 tahun. Lantas, pada usia 9 tahun ia sudah menulis buku tentang hadits.

Kesuksesan ath-Thabari adalah berkat dorongan ayahnya yang menyuruhnya untuk terus belajar. Ayahnya juga selalu memberikan semangat kepada ath-Thabari untuk tetap rajin belajar dan menuntut ilmu.

Ath-Thabari menghabiskan beberapa tahun dari umurnya menimba ilmu di kota Amal, kota kelahirannya lewat para ulama dan guru setempat. Ketika beranjak remaja, keinginan belajarnya semakin meningkat dan ia sering keluar kota untuk menimba ilmu lebih banyak lagi. Ath-Thabari remaja pun sering berpindah-pindah tempat tinggal di antara kota-kota Thibristan. Tidak hanya itu, ia merambah daerah-daerah tetangga sekitar kotanya, daerah yang terdapat banyak ulama berkumpul. Ia menimba ilmu dari mereka, ath-Thabari belum juga merasa cukup dan memutuskan untuk pergi menuju kota Baghdad.

Sebelumnya, ath-Thabari pernah mendengar nama besar seorang ulama terkenal di Baghdad, Ahmad bin Hambal. Karena itulah, ia sangat ingin bertemu dengannya dan menimba ilmu sebanyak-banyaknya dari ulama terkenal tersebut. Akhirnya ath-Thabari berangkat ke kota Baghdad pada tahun 241 H/855 M, sedang semangat menimba ilmu memompanya untuk segera sampai di tempat tujuan.

Namun, cita-cita ath-Thabari itu kandas ketika ia baru sampai di pinggiran kota Baghdad setelah ia mendengar berita kematian sang ulama yang dikaguminya itu, Ahmad bin Hambal. Keinginannya untuk meneruskan perjalanan ke kota Baghdad pun menurun, hilang bersama harapannya. Namun, kecintaannya terhadap ilmu dan pelajaran tetap terjaga kuat dan berusaha mencari sumber pengetahuan lainnya. Ath-Thabari tidak langsung berpikir untuk segera kembali ke kota asalnya, tetapi ia malah berbelok arah menuju kota Bashrah, di mana di kota itu juga berkumpul sejumlah ulama besar. Tidak lama kemudian, ia pindah lagi ke kota Wasith dan menghabiskan beberapa waktu di kota tersebut. Barulah setelah itu, ath-Thabari pindah ke kota Kufah. Di kota terakhir inilah ia belajar ilmu hadits dan qira’at pada ulama dan ahlinya langsung. Selanjutnya ia pergi juga ke kota Baghdad untuk melengkapi pelajarannya lewat ulama yang lebih ahli.

Ciri-Ciri Fisik Ath-Thabari

Ath-Thabari memiliki tubuh yang jangkung, berbadan kurus, berkulit hitam, bermata lebar dan berjenggot lebat.

Umurnya hampir mendekati 85 tahun, tetapi rambutnya hampir tidak memiliki uban sama sekali. Begitu juga dengan jenggot yang dimilikinya, tetap saja terlihat hitam. Diyakini bahwa ath-Thabari memiliki masalah dengan lambung dan hatinya. Ia juga selalu mengeluh tentang radang selaput dadanya. Meskipun ath-Thabari mengerti tentang kedokteran dan sebab sakitnya, namun ia lebih terbiasa untuk menyembuhkan dirinya sendiri. Ath-Thabari dikenal selalu mengkonsumsi obat-obatan kunyah dan telan untuk meringankan efek samping dari apa yang dimakannya.

Karya-Karya Ath-Thabari

Di antara karya-karya ath-Thabari ialah sebagai berikut:

  • Jaami’ul Bayaan Fii a’wiilil Qur’an
  • Taariikhul Umam wal Muluuk
  • Ikhtilaaful Fiqohaa
  • Dzailul Mudziil
  • Lathiiful Qaul Fii Ahkaami Syaraa’i’il Islam
  • Al-Khafiif fii Ahkaami Syaraa’i’il Islam
  • Aadaabul Qudhaat
  • Adabun Nufuus al-Jayyidah wa Akhlaaq an-Nafiisah
  • Tahdziibul Aatsaar wa Tafshiiluts Tsabit an Rasuulillah minal Akhbar
  • Al-Qiraa’at wa Tanziilul Qur’an

Dan masih banyak lagi karya-karya imam Ath-Thabari yang lainnya.

Wafatnya

Muhammad bin Jarir ath-Thabari meninggal di Baghdad pada tanggal 26 Syawal tahun 310 H/16 Februari 933 M, yaitu pada masa pemerintahan al-Muqtadir Billah, khalifah kedelapan belas Dinasti Abbasiyyah.

 

Referensi

Ahmad Muhammad al-Hufi ath-Thabari, Seri Tokoh Arab, Kairo, 1963 M.

Hasan Ibrahim Hasan, Taariikhul Islam as-Siyaasi wad Diini Wats Tsaqaafi wal Ijtimaa’i, jilid 2 dan 3,  Kairo, 1964.

Khalid Haddad, 12 Tokoh Pengubah Dunia, Jakarta: Gema Insani, 2009.

[1]Sa’id ibnul Ash adalah komandan besar bangsa Arab. Ia memimpin pasukan kaum muslimin di Thibristan

[2]Ia adalah khalifah ketujuh Bani Umayyah. Ia menjabat khalifah pada tahun 96H/15 M dan meninggal pada tahun 99 H/842 M

[3]Al-Mu’tasim Billah adalah khalifah kedelapan Bani Abbasiyyah

Oleh : Abdul Azis, Semester VII

Leave a Reply