Shafiyah binti Huyay: Tawanan Perempuan Yahudi yang Menjadi Istri Rasulallah Saw

Shafiyah binti Huyay: Tawanan Perempuan Yahudi yang Menjadi Istri Rasulallah Saw

MAHADALYJAKARTA.COM – Shafiyah merupakan salah satu istri Rasulullah Saw yang berasal dari suku Bani Nadhir. Ayah beliau bernama Hayyun bin Akhtab bin Sa’iyyah bin Amir bin Ubaid bin Ka’ab al-Khazraj bin Abu Habib al-Nadhir bin al-Naham bin Yanhum dari Bani Israil, yang mana merupakan seorang pemimpin kaum Yahudi. Shafiyah berasal dari keturunan Harun bin Amran Ibunya bernama Barrah binti Samu’al berasal dari Bani Quraizhah saudara Bani Nadhir.

Sebelum menikah dengan Rasulullah, Shafiyah menikah dengan seorang ksatria dan penyair kaumnya yaitu bernama Salam bin Misykam Al-Quraizhi’. Setelah Salam wafat, ia dinikahi oleh Kinanah bin Rabi’ bin Abu Al-Haqiq An-Nadhari, yang merupakan seorang panglima perang pasukan kaum Bani Nadhir dan penguasa benteng al-Qamush, benteng Khaibar yang paling kuat.

Shafiyah Menjadi Tawanan

Pada bulan Muharram tahun ke-7 H. Rasulullah Saw mempersiapkan pasukan Islam untuk bertempur melawan orang-orang Yahudi. Dalam pertempuran ini, kaum Muslimin berhasil memporak-porandakan barisan pasukan kaum Yahudi. Kaum Muslimin juga berhasil menguasai benteng pertahanan mereka satu demi satu, diantaranya adalah benteng al-Qamus. Al-Qamus adalah benteng pertahanan yang paling kuat, yang dikepung Kaum Muslimin selama dua puluh malam, lalu Allah Swt membukanya dengan perantara Ali bin Abi Thalib. Dari benteng tersebut diciduk dua tawanan perempuan Yahudi, yaitu Shafiyah binti Huyay dan sepupunya. Keduanya digiring oleh Bilal al-Habsyi. Bilal melintasi keduanya di sebuah tempat yang dipenuhi dengan jasad orang-orang Yahudi. Shafiyah hampir berteriak. Namun, teriakan beliau tersendat tenggorokan dan tidak bisa keluar. Sementara saudara sepupu Shafiyah menangis dengan kencang, menampari wajahnya dan menaburkan tanah di atas kepala. 

Baca Juga:

Perang Khaibar: Sejarah Pengkhianatan Yahudi Terhadap Rasulullah saw

Atas ulahnya itu, Bilal ditegur keras oleh Rasulullah Saw. “Bilal, apa sudah tercabut rasa kasih sayang dari dadamu hingga tega kau bawa mereka berdua melewati lautan mayat manusia?”. 

Rasulullah Saw Memilih Shafiyah

Rasulullah Saw menghampiri Shafiyah dan beliau memerintahkan Shafiyah agar diboncengkan di belakang beliau dan beliau menutupi Shafiyah dengan pakaian beliau sebagai pemberitahuan bahwa beliau memilih Shafiyah. 

Disebutkan dalam hadits dari Anas, bahwa Ketika Rasulullah Saw membawa Shafiyah binti Huyay, beliau bertanya kepada Shafiyah, “Apakah kau berminat kepadaku?” Shafiyah menjawab, “Wahai Rasulullah, Aku sebenarnya sudah mengharapkan seperti itu sejak aku masih musyrik. Lantas bagaimana halnya setelah Allah Swt memberiku kesempatan sepenuhnya untuk memilikinya dalam Islam”. 

Rasulullah Saw kemudian memerdekakan Shafiyah dan menikahinya. Kemerdekaan Shafiyah yang Rasulullah Saw berikan kepadanya menjadi maharnya. Nabi Saw kemudian menyerahkan Shafiyah kepada Ummu Sulaim untuk mempersiapkannya dan menunggu masa iddah di rumahnya.

Pernikahan Rasulullah Saw dengan Shafiyah  

Pernikahan digelar di tengah perjalanan. Segala persiapan pengantin perempuan ditangani oleh Ummu Sulaim. Rasulullah Saw menikahi Shafiyah, saat itu Shafiyah berusia sekitar 17 tahun. 

Rasulullah Saw menikahi Shafiyah saat berada di daerah yang bernama Shahba’ dan jauh dari Khaibar. Shafiyah menjadi seorang pengantin yang menarik perhatian siapapun yang melihatnya. Ummu Sulaim pun berkata, ”Diantara para wanita, tidak ada yang lebih cantik darinya.” Di balik tampilan kebahagian yang dinantikan, hilanglah bekas-bekas kesedihan dan luka. 

Setelah walimah pernikahan diselenggarakan Shafiyah menemui Rasulullah Saw lalu bercerita bahwa pada malam pernikahannya dengan Kinanah bin Rabi’, Shafiyah memimpikan bulan jatuh di kamarnya. Saat bangun tidur, ia menceritakan mimpi tersebut kepada Kinanah, lalu Kinanah marah dan bertanya, “Mimpi ini tidak lain karena kau menginginkan raja Hijaz (Muhammad)”. Setelah itu, tiba-tiba suaminya menampar wajah Shafiyah hingga berbekas. Rasulullah Saw melihat bekas lebam hijau di matanya dan Rasulullah Saw merasa senang mendengar ceritanya.

Shafiyah dengan para istri Rasulullah Saw  

Tiba di Madinah, Shafiyah ditempatkan di sebuah rumah milik Haritsah binti Nu’man, tidak dikumpulkan dengan para istri Rasulullah Saw karena di rumah beliau tak ada lagi kamar yang tersisa. Para wanita Anshar mendengar berita tentang Shafiyah. Mereka kemudian berdatangan melihat kecantikan Shafiyah. Rasulullah Saw melihat Aisyah keluar mengenakan penutup muka. Rasulullah Saw mengikuti Aisyah dari kejauhan, lalu beliau melihat Aisyah memasuki rumah Haritsah bin An-Nu’man. Rasulullah Saw menanti sampai Aisyah keluar, lalu beliau menghampiri Aisyah dan bertanya, “Bagaimana menurutmu, wahai wanita pirang?” 

Baca Juga:

Aisyah, Sang Kekasih Hati & Pewaris Keilmuan Nabi saw

Aisyah sama sekali tidak memungkiri kecantikan Shafiyah. Beliau berlari dengan rasa cemburu. Setelah itu, ia berkata, “Aku melihat wanita Yahudi.” Rasulullah Saw pun menjawab kata-kata Aisyah, “Jangan bilang seperti itu, karena dia sudah masuk Islam, dan dengan keislaman yang baik.” Aisyah tidak menanggapi perkataan Rasulullah Saw.  Aisyah sama sekali tidak memungkiri kecantikan Shafiyah. Beliau langsung pulang ke rumah, menghampiri dan bercerita kepada Hafshah tentang Rasulullah Saw yang mengikutinya dan perbincangan singkat beliau dengannya. 

Setelah rumah Shafiyah selesai dibangun, maka Shafiyah ditempatkan disana. Dekat dengan istri-istri Rasulullah Saw lainnya. Disana, ia menghadapi permasalahan membingungkan; Aisyah bersama Hafshah dan Saudah berada di satu kubu. Di kubu lainnya ada istri-istri lainnya yang didukung Fathimah Az-Zahra. 

Shafiyah harus memilih. Ia akhirnya beliau memilih untuk mendekati Aisyah, Hafshah, dan Fathimah Az-Zahra secara keseluruhan. Kedekatan Shafiyah dengan Hafshah menunjukkan kesiapan untuk bergabung ke dalam kubu mereka. Sementara untuk Fathimah Az-Zahra, Shafiyah menghadiahkan perhiasan emas miliknya kepada Fathimah sebagai tanda kasih dan mengumumkan perdamaian dengannya. 

Dengan bersikap memilih seperti itu, Shafiyah melindungi keselamatan diri, karena ia takut asal-usul Yahudinya disinggung-singgung dan mengingat permusuhan antara Yahudi dan Islam. 

Lain halnya dengan Zainab binti Jahsy. Ketidaksukaan dengan Shafiyah beliau pendam agar tidak diketahui siapa pun, terutama Rasulullah Saw. Sampai pada suatu ketika Zainab menunaikan ibadah haji dan semua istri Rasulullah Saw ikut serta. 

Di tengah perjalanan, unta yang ditunggangi Shafiyah berdiam tidak mau berjalan karena sakit. Rasulullah Saw pun meminta Zainab untuk memberikan untanya kepada Shafiyah, lalu Zainab pun berkata, “Aku memberi (untaku kepada) wanita Yahudi itu?”. Rasulullah Saw pun berpaling dan marah meninggalkan Zainab selama dua atau tiga bulan. Setelah itu, beliau menghampiri Zainab kembali seperti semula. 

“Suamiku Muhammad, Ayahku Harun, dan Pamanku Musa.” 

Suatu Ketika, Shafiyah mendengar kata-kata Hafshah dan Aisyah. Kemudian Shafiyah menceritakan kejadian tersebut kepada Rasulullah Saw sambil menangis, beliau berkata; “Kenapa kau tidak berkata, ‘Bagaimana kalian berdua bisa lebih baik dariku, sementara suamiku Muhammad Saw, ayahku Harun, dan pamanku Musa?” Perkataan Rasulullah Saw menjadikan Shafiyah merasa aman dan Rasulullah memang menjadi tempat berlindung bagi Shafiyah.

Wafatnya Shafiyah 

Shafiyah wafat sekitar tahun 50 H, ketika Mu’awiyah berkuasa. Beliau dimakamkan di Baqi’ bersama dengan ummahatul mukminin lainnya. 

Shafiyah adalah perempuan yang memiliki perasaan yang halus. Beliau menangis Ketika mendengar lantunan ayat suci Al-Qur’an. Shafiyah juga meriwayatkan hadits dari Rasulullah Saw dan tertera dalam enam kitab induk hadits. Diantara mereka yang meriwayatkan hadits dari Shafiyah adalah keponakannya sekaligus maulanya, Kinanah, maulanya yang lain Yazid bin Mut’ib, Imam Zainal Abidin Ali bin Al-Husain, Muslim bin Shafwan, dan sejumlah hafidz kalangan tabi’in lainnya. 

Referensi  

Abazhah Nizar, Bilik-Bilik Cinta Muhammad SAW, Terj. Asy’ari Khatib, Jakarta: PT. Serambi Ilmu Semesta, 2018.

Astuti Endah Suci, Wanita-Wanita Penghuni Surga, Surabaya: Genta Group Production, 2017.

Yusuf Subki Ali, Biografi Istri-Istri Rasulullah, Terj. Akhmad Syafiuddin, Mesir: Keira Publishing, 2010.

Abdurrahman Aisyah, Biografi Istri dan Putri Nabi SAW, Terj. Umar Mujtahid, Sukoharjo: Ummul Quro, 2018.

Muhammad Hasan Al-Jamal Ibrahim, Zaujatun Nabi Muhammad SAW.

Kontributor: Halimatu Sa’diyah, Semester III

Editor: Dalimah NH

This Post Has One Comment

  1. #standwithpalestine

    Masha Allah, Terimakasih cerita yang informatif ini, dari cerita para Ummahatul Mu’minin kita bisa ambil pelajaran bagaimana cara menghadapi seorang istri ketika sedang cemburu, ngambek dan manja sesuai perilaku Nabi kita…

Leave a Reply