Ma’had Aly – Sayyidah Aisyah merupakan putri Abdullah atau yang dikenal dengan Abu Bakar as-Shidiq, dengan Ummu Ruman. Ia lahir pada tahun 8 atau 9 tahun sebelum Hijriah, empat tahun setelah Nabi diutus menjadi Rasul. Menurut Ibnu Hisyam, Sayyidah Aisyah menikah dengan Nabi saw. pada tahun ke-11 kenabian dengan mahar 400 dirham saat usianya 7 tahun. Akan tetapi beliau tinggal serumah dengan Rasulullah saw. pada bulan Syawal, 7 bulan setelah hijrah ke Madinah dan saat itu ia berusia 9 tahun.
Dua tahun setelah wafatnya Sayyidah Khadijah, Jibril mengabarkan bahwa Aisyah adalah istri Nabi saw di dunia dan di akhirat. Sebagaimana diterangkan dalam hadits yang diriwayatkan At-Tirmidzi dari Sayyidah Aisyah yang berbunyi “Jibril datang membawa gambarnya dalam sepotong sutera hijau kepada Nabi saw, lalu berkata, ini adalah istrimu di dunia dan di akhirat.” Kemudian Rasulullah melamar Aisyah, tetapi saat itu Aisyah telah dilamar oleh al-Mut’im untuk putranya. Namun Abu Bakar membatalkan pinangan al-Mut’im karena istri al-Mut’im tidak setuju jika putranya menikah dengan Aisyah dan berganti keyakinan. Lalu Abu Bakar memerintahkan Istri Utsman bin Mazhun, Khaulah binti Hakim untuk meminta Rasulullah datang ke rumah Abu Bakar dan menikahi Sayyidah Aisyah.
Setelah menikah dengan Rasulullah saw. dan hijrah ke Madinah, Sayyidah Aisyah tinggal di kamar yang berdampingan dengan Masjid Nabawi. Di kamar itulah banyak wahyu yang turun sehingga kamar itu disebut juga sebagai tempat turunnya wahyu. Di hati Rasulullah saw. Sayyidah Aisyah sangat istimewa, dan di kalangan wanita pula Sayyidah Aisyah adalah sosok yang paling banyak menghafal hadis-hadis Nabi saw. Ayahnya seorang sahabat dekat Nabi, Aisyah adalah sosok yang paling luas ilmunya dan istri yang paling dicintai oleh Nabi saw. Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Anas bin Malik ra., “Cinta pertama dalam Islam adalah cintanya Rasulullah saw kepada Aisyah.”
Dalam hadis lain diceritakan, “Ada seorang yang menghina Aisyah di hadapan Ammar bin Yasir sehingga Ammar bin Yasir berseru kepadanya sungguh celaka kamu, kamu telah menyakiti istri kecintaan Rasulullah saw.” (HR. Tirmidzi).
Selain itu masih banyak kisah lain yang menunjukan betapa besar cinta Rasulullah saw. kepada Sayyidah Aisyah dan hal itu sudah diketahui oleh kaum muslimin saat itu. Oleh karenanya, mereka menanti-nanti saat di mana giliran Rasulullah saw. berada di rumah Sayyidah Aisyah. Tentu saja hal ini membuat cemburu istri-istri Rasulullah saw. yang lain. Sekalipun rasa cemburu yang menyelimuti hati mereka sangat besar, mereka tetap menghargai kedudukan Aisyah yang begitu istimewa di hati Nabi saw. Di antara istri-istri beliau yang sangat memahami keutamaan Sayyidah Aisyah adalah Sayyidah Saudah, sehingga beliau merelakan seluruh malam baginya untuk Sayyidah Aisyah.
Sayyidah Aisyah pernah mengalami fitnah yang menodai sejarah kesuciannya hingga menjadi sebab turunnya ayat al-Qur’an yang menerangkan tentang kesuciannya. Kisah itu bermula ketika Rasulullah hendak berperang dengan Bani Mustaliq, sebelumnya Rasulullah mengundi istri-istri beliau yang akan menyertai beliau berperang, ternyata undian tersebut jatuh kepada Aisyah. Saat itu bertepatan dengan wahyu yang memerintahkan wanita untuk memakai hijab.
Setelah Rasulullah menuntaskan peperangan dan kaum Muslimin memenangkan peperangan tersebut, kemudian kembali ke Madinah. Ketika sedang beristirahat, Sayyidah Aisyah keluar dari tandunya untuk buang hajat dan segera kembali ke tandunya. Setelah beberapa saat Sayyidah Aisyah menyadari bahwa kalungnya terjatuh dan Sayyidah Aisyah pun keluar untuk mencarinya. Tetapi kepergian Sayyidah Aisyah tidak diketahui oleh rombongan sehingga membuat Sayyidah Aisyah tertinggal dan menunggu, berharap mereka akan menyadari hilangnya Sayyidah Aisyah.
Saat Sayyidah Aisyah duduk menunggu, rasa kantuk menyerang lalu Sayyidah Aisyah tertidur. Kemudian lewatlah sahabat Safwan bin Mu’thil yang kala itu berada di barisan paling belakang. Safwan kaget sebab Sayyidah Aisyah tertidur di tempat tersebut sendirian, kemudian mempersilakan Sayyidah Aisyah menunggangi untanya dan Safwan menuntun unta tersebut hingga sampai pada rombongan yang tengah beristirahat di Nahruz Zahirah. Fitnah tersebut pun menyebar yang dipelopori oleh Abdullah bin Ubay bin Salul. Ketika berita tersebut sampai ke Rasulullah saw., beliau langsung mengumpulkan para sahabat dan meminta pendapat mereka. Di sini terjadi perbedaan pendapat di antara mereka dan membuat hati Aisyah sedih. Beberapa saat kemudian Allah swt. menurunkan wahyu yang menerangkan kesucian Aisyah. Dengan turunnya ayat tersebut, bertambah pulalah kemuliaan dan keagungan seorang Aisyah di hati Rasulullah. Saat Rasulullah saw. sakit pun Rasulullah meminta untuk tinggal di kamarnya hingga beliau wafat di pangkuan Sayyidah Aisyah dan dimakamkan di sana.
Seperti yang telah disebutkan, bahwa Aisyah merupakan pemilik wawasan yang luas, serta menguasai masalah-masalah keagamaan, baik yang dikaji dalam al-Qur’anan, hadis-hadis Rasulullah, maupun ilmu fikih. Tak jarang para sahabat meminta pendapat Sayyidah Aisyah jika menemukan masalah yang tidak bisa mereka selesaikan sendiri. Seperti yang dikatakan Abu Musa al-Asy’ari, “Setiap kali kami menemukan kesulitan, kami temukan kemudahannya pada Aisyah.” Aisyah pun sering mengoreksi ayat, hadis dan hukum-hukum yang keliru dan menjelaskan kembali maksudnya.
Kamar Sayyidah Aisyah lebih banyak berfungsi sebagai sekolah, murid-muridnya pun berdatangan dari berbagai penjuru. Bagi murid yang bukan mahram, Sayyidah Aisyah menggunakan hijab di antara mereka. Sayyidah Aisyah tidak pernah memutuskan suatu hukum kecuali sudah jelas dalil al-Qur’an dan sunnahnya.
Para ahli hadis menempatkan Sayyidah Aisyah termasuk urutan kelima dalam urutan para penghafal hadts, setelah Abu Hurairah, Ibnu Umar, Anas bin Malik dan Ibnu Abbas. Sayyidah Aisyah memiliki keistimewaan dalam meriwayatkan suatu hadis dari perawi hadis yang lain, yaitu meriwayatkan hadis langsung dari Rasulullah saw. dan kualitas kebenarannya sangat terjamin.
Qasim bin Muhammad bin Abu Bakar, anak saudari lelaki Aisyah mengatakan, pada masa kekhalifahan sahabat Abu Bakar, Umar bin Khattab dan Utsman Bin Affan, Aisyah pernah menjadi penasehat pemerintah hingga beliau wafat pada usia 66 tahun pada bulan Ramadan tahun ke 58 H. Dimakamkan di Baqi’ bersama Ummahatul Mukminin yang lain.
Kehidupan Sayyidah Aisyah penuh dengan kezuhudan, kemuliaan, ketawadluan, dan pengabdian sepenuhnya kepada Rasulullah saw. dan ketakwaan kepada Allah swt. Sayyidah Aisyah dikenal sebagai seorang yang taat beribadah dan rajin melaksanakan shalat malam. Bahkan beliau menganjurkan kepada seluruh kaum muslimin untuk melakukan shalat malam. Dari Abdullah bin Qais, Imam Ahmad menceritakan, ”Aisyah berkata, janganlah engkau tinggalkan salat malam, karena sesungguhnya Rasulullah tidak pernah meninggalkannya. Jika beliau sakit atau sedang malas beliau melaksanakannya sambil duduk.”
Maha suci Allah yang mentakdirkan seorang seperti Sayyidah Aisyah sebagai istri rasul akhir zaman dan memiliki ilmu pengetahuan yang luas. Semoga rahmat Allah selalu tercurahkan kepada beliau.
Referensi
Al-Mubarakfuri Safiyyurrahman. Sirah Nabawiyah. Terj. Kathur Suhardi. Jakarta: Pustaka Al-Kausar.
Ath-Thbari Muhibbuddin. 2017. Ummahatul Mukminin; Biografi Istri-Istri Nabi Saw. Terj. Umar Mujtahid. Jakarta: Griya Ilmu.
Hisyam Ibnu. 2017. Sirah Nabawiyah; Sejarah Lengkap Kehidupan Rasulullah Saw. Terj. Samson Rahman. Jakarta: Akbarmedia.
Ja’far Abu bin Jarrir Ath-Thabari. 2011. Sahih Tarikh Ath-Thabari. Terj. Bani Hamzah, Salihin S. Jakarta: Pustaka Azzam
Laskar Lawang Songo. 2014. Mirror; Kisah Para Pembela Sang Pembawa Risalah. Jawa Timur: Lirboyo Press.
Oleh : Nurkholish Wahidah, Semester IV