Wanita Penyair Ulung yang Haus Akan Jihad

Wanita Penyair Ulung yang Haus Akan Jihad

Pada saat kita membaca atau mendengar kata wanita, pasti yang pertama terpikirkan adalah orang yang lemah, mudah menangis, baperan, dan cerewet. Padahal tidak semua wanita seperti itu, contoh saja Shafiyyah binti Abdul Muthalib. Siapa yang tidak kenal dengan dirinya? Seorang wanita yang sangat tegar dan pemberani dalam membela Islam. Begitu banyak kemuliaan yang disandangkan oleh Shafiyyah. Selain Bibi Rasulullah Saw, dirinya juga termasuk sepuluh orang yang dijamin masuk surga.

Tidak hanya itu, namanya juga mulai bersinar seperti purnama di malam hari setelah para sejarawan menobatkan dirinya sebagai wanita pertama pembunuh orang. Dia juga adalah seorang muslimah yang sangat mulia. Ayahnya, Abdul Muthalib bin Hasyim bin Abdi Manaf bin Qushay bin Kilab Al-Qurasyiyah Al-Hasyimiyah. Sementara ibunya, Halah binti Wahab adalah saudara perempuan Aminah binti Wahab, ibu Rasulullah Saw. Shafiyyah juga termasuk saudari kandung Hamzah bin Abdul Muthalib yang bergelar Singa Allah, paman tercinta Rasulullah Saw.

Pada zaman jahiliyah, Shafiyyah menikah dengan seorang lelaki bernama Al-Harits bin Harb bin Umayyah, saudara Abu Sufyan pemimpin Bani Umayyah. Setelah Al-Harits meninggal, lalu Shafiyyah menikah lagi dengan seorang lelaki yang bernama Awwam bin Khuwailid dan mempunyai tiga putra yang bernama, Zubair, Sa’ib, dan Abdul Ka’ab.

Ketika Allah Swt menurunkan ayat tentang dakwah kepada Rasulullah Saw yang berbunyi:

وَاَنْذِرْ عَشِيْرَتَكَ الْاَقْرَبِيْنَ ۙ

“Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu (Muhammad) yang terdekat.” (QS. Asy-Syu’ara: 214).

Dari turunnya ayat di atas, maka Rasulullah Saw menyerukan dakwah tersebut kepada kerabatnya mulai dari yang tua, muda, laki-laki, atau dewasa di bukit Shafa.

“Wahai Fatimah binti Muhammad! Wahai Shafiyyah binti Abdul Muthalib! Wahai Bani Abdul Muthalib! Aku tidak bisa menolong kalian dari azab Allah Swt sedikitpun, (jika kalian menghendaki sesuatu dariku), maka mintalah hartaku sesuka kalian.”

Mendengar Rasulullah Saw mengatakan seperti itu, maka Shafiyyah pun hatinya bergetar sehingga dirinya masuk dalam bahtera Islam bersama putranya, yaitu Zubair bin Awwam dan orang-orang yang pertama masuk Islam. Walaupun usia Shafiyyah waktu itu sudah terbilang tua, tetapi kegigihannya dalam mengikuti jihad tidak pernah sedikit pun melemah. Seperti contoh ketika Perang Uhud. Waktu itu kaum muslimin mengalami kekalahan, sehingga mereka ingin melarikan diri dari medan pertempuran, tetapi dengan sigap dan tegasannya, Shafiyyah mengacungkan dan melemparkan tombaknya kepada mereka. Mereka pun ketakutan dan kembali ke medan pertempuran. Shafiyyah juga sebagai pelopor para wanita untuk selalu membantu kaum muslimin. Selain menyiapkan minuman untuk para pasukan perang, Shafiyyah juga mengobati pasukan yang terluka.

Bisa dibayangkan, seorang wanita berusia lanjut mau mengikuti medan pertempuran tanpa rasa takut. Sungguh, wanita seperti Shafiyyah patut kita teladani dalam berjihad di jalan Allah Swt. dirinya rela menaruhkan nyawanya, bahkan hartanya demi Islam. Apakah kita sebagai pemuda sudah berjuang demi Islam?

Shafiyyah juga telah mengikuti hijrahnya Rasulullah ke Madinah pertama kalinya dan memerangi kaum musyrikin. Shafiyyah juga merupakan seorang penyair ulung pada waktu itu, setiap ada yang meninggal atau gugur saat berjihad pastinya akan dibuatkan syair-syair dengan tujuan untuk mengenang jasa-jasa mujahidin dan mengatakan kebaikan yang mujahidin lakukan saat masih hidup. Shafiyah juga pernah membuatkan syair untuk ayahnya ketika wafat, untuk Hamzah saat gugur pada Perang Uhud, untuk Az-Zubair bin Abdul Muthalib, dan terakhir kalinya Shafiyyah membuat syair buat Rasulullah Saw dalam rangka mengenang perjuangan Rasulullah.

Tercatat dalam kitab Siyar A’lam al-Nubala bahwa Shafiyyah ini memang benar-benar menuliskan syair untuk Rasulullah atas kesedihannya yang sangat mendalam. Adapun bunyi syairnya sebagai berikut:

عَيْنُ جُوْدِي بِدَمْعَةٍ وَسُهُوْدِ … وَانْدُبِي خَيْرَ هَالِكٍ مَفْقُودِ

(Deras air mataku mengalir. Kesedihanku menghancurkan, ditiadakan).

وَانْدُبِي المُصْطَفَى بِحُزْنٍ شَدِيْدٍ … خَالَطَ القَلْبَ فَهُوَ كَالمَعْمُوْدِ

(Wafatnya al-Musthafa adalah puncak kehilangan. Hati campuraduk, tak menentu). 

كِدْتُ أَقْضِي الحَيَاةَ لَمَّا أَتَاهُ … قَدَرٌ خُطَّ فِي كِتَابٍ مَجِيْدِ

(Takdir yang telah ditentukan ini, hampir saja membunuhku).

فَلَقَدْ كَانَ بِالعِبَادِ رَؤُوْفاً … وَلَهُمْ رَحْمَةً وَخَيْرَ رَشِيْدِ

(Telah nyata kasih bagi hamba-hamba-Nya dengan rahmat dan petunjuk).

رَضِيَ اللهُ عَنْهُ حَيّاً وَمَيْتاً … وَجَزَاهُ الجِنَانَ يَوْمَ الخُلُوْدِ

(Allah meridhainya. Balasan surga di kehidupan kekal).

Seperti yang telah ketahui bahwa Shafiyyah adalah wanita pemberani yang tidak pernah menyia-nyiakan waktunya untuk berjuang di jalan Allah Swt. Meskipun Shafiyyah waktu itu umurnya sudah mencapai enam puluh tahun, tetapi semangatnya dalam membela agama Allah masih luar biasa. Ini bisa dibuktikan dengan keikutsertaannya dalam Perang Uhud. Kala itu Shafiyyah datang untuk membantu kaum muslimin di saat mereka terkepung dan kewalahan dalam menghadapi serangan tentara musyrikin.

Ketika Rasulullah Saw melihat apa yang dilakukan oleh Shafiyyah, Rasulullah Saw langsung menyuruh Zubair bin Awwam supaya menarik ibunya dari medan pertempuran, dengan tujuan agar Shafiyyah tidak melihat mayat saudaranya yaitu Hamzah. Pertempuran di Uhud sudah hampir selesai dan wajah mayat Hamzah bin Abdul Muthalib hampir tidak lagi dikenal karena banyaknya luka cincangan yang dilakukan oleh orang-orang musyrikin. Hal ini menunjukkan bahwa orang-orang musyrikin benar-benar benci dan dendam dengan Hamzah yang amat dalam terutama Hindun binti Utbah.

Tatkala Shafiyyah mengetahui kesyahidan saudaranya Hamzah bin Abdul Muthalib yang dijuluki Singa Allah itu dengan sadis, maka Shafiyyah memberikan teladan yang agung bagi kita semua yaitu dengan kesabaran, ketabahan, dan ketegaran. Shafiyyah juga menceritakan apa yang disaksikan olehnya kala itu kepada kita semua.

“Pada hari terbunuhnya Hamzah, Zubair menemuiku dan berkata, “Wahai Ibunda, Rasulullah Saw menyuruh anda agar segera kembali.” Shafiyyah menjawab, “Kenapa? Sungguh sudah sampai kepadaku berita tentang cincangan yang terjadi pada saudaraku, tetapi dia syahid karena Allah Swt. Kami sangat ridha dengan apa yang terjadi, aku akan bersabar dan tabah insyaallah.” Setelah Zubair memberitahukan kepada Rasulullah Saw tentang komentar Shafiyyah tadi, beliau bersabda, “Berilah jalan baginya.” Shafiyyah langsung menemui jasad Hamzah dan melihatnya, lalu berkata, “Innalillahi wa inna ilaihi rojiun.” Kemudian Shafiyyah mohonkan ampun baginya, setelah itu Rasulullah Saw memerintahkan untuk menguburnya.

Kisah lain yang terjadi pada Shafiyyah adalah keberaniannya melawan musuh. Pada meletusnya peperangan pada Perang Khandak, para muslimah dan anak-anak diungsikan ke salah satu benteng yang bernama Fari’. Pemilik benteng ini adalah Hassan, salah satu sahabat Rasulullah Saw. Ketika perang sedang berkecamuk, seorang intelijen pihak musuh diam-diam mengamati benteng tersebut. Hal ini diketahui oleh Shafiyyah binti Abdul Muthalib dengan segera dirinya langsung mengatakan kepada Hassan bin Tsabit, sebagai penjaga benteng tersebut.

“Sesungguhnya orang Yahudi itu menjadikan kita tidak aman karena dirinya akan mengetahui kekurangan kita, maka berdirilah dan bunuhlah dia.”

Mendengar perkataan Shafiyyah tadi, Hassan merasa takut dan berkata, “Semoga Allah mengampuni Anda. Sungguh hal seperti itu bukanlah keahlian saya.”

Mendengar jawaban dari Hassan, Shafiyyah pun memberanikan diri untuk berpaling dan pergi meninggalkan Hassan dan mengambil sebuah tongkat yang keras, lalu keluar dari benteng. Shafiyyah juga sangat cerdik dalam membunuh musuh, dirinya menunggu orang Yahudi tersebut sampai lengah, lalu Shafiyyah dengan sigapnya memukul kepala orang Yahudi itu pas di ubun-ubunnya berkali-kali sampai meninggal. Kemudian Shafiyyah masuk ke benteng lagi menemui Hassan bin Tsabit sambil berkata, “Penggallah kepala Yahudi itu dan buanglah ke bawah.” Namun, jawaban Hassan masih sama yaitu, “Saya tidak berani dan itu bukan keahlian saya.”

Keluarlah Shafiyyah, lalu memenggal kepala orang Yahudi dan melemparkannya ke bawah bukit. Melihat kejadian itu, teman-teman Yahudi yang ada di bawah pun merasa ketakutan sambil berkata, “Sekarang kami tahu, bahwa Rasulullah Saw tidak akan meninggalkan keluarganya tanpa ada yang menjaga mereka.”

Ketika Rasulullah Saw wafat, Shafiyyah binti Abdul Muthalib masih hidup. Menurut setengah riwayat mengatakan bahwa Shafiyyah meninggal pada zaman kekhalifahan Utsman bin Affan, tetapi di dalam kitab Tarikh Ath-Thabari mengatakan bahwa Shafiyyah meninggal dunia pada zaman kekhalifah Umar bin Khattab dan umurnya kira-kira 73 tahun. Di makamkan di Baqi’ di halaman rumah al-Mughirah bin Syu’bah di tempat wudhu.

Referensi:

Muhammad Gilang Ansori. 2018. Peranan Wanita Sahabat Rasulullah Saw dalam Perang Uhud Tahun 3 H/ 625 M. Skripsi Sarjana Fakultas Adab dan Humaniora. Universitas Islam Negeri Sunan Ampel. Surabaya: UIN Sunan Ampel.

L. Nihwan Sumuranje. 2017. Petunjuk ke Surga menurut Al-Qur’an. Jakarta: Penerbit PT Elex Media Komputindo.

Nisa Yustisia. 2019. Kisah-kisah Teladan Para Muslimah Hebat. Yogyakarta: Penerbit Noktah

Syaikh Mahmud al-Mishri. 2016. Sirah Shahabiyah. Terj. M.A. Imran Anhar. Jakarta: Pustaka as-Sunah 

Ibnu Hisyam. 2019. Sirah Nabawiyah. Terj. Ali Nurdin. Jakarta: Qisthi Press, Syamzan Syukur. 2014. Perempuan Dalam Lintas Sejarah. Muhawazah.

Kontributor: Ibnu Nazar S, Semester VI

Leave a Reply