Yerusalem, Kota Suci yang Diperebutkan dari Masa ke Masa

Yerusalem, Kota Suci yang Diperebutkan dari Masa ke Masa

Ma’had Aly – Diberbagai media cetak dan elektronik baik Indonesia maupun di dunia internasional, tidak ada habisnya membahas tentang topik perebutan/sengketa tanah Yerusalem. Selain dikenal sebagai kota para nabi dan situs kota tertua di dunia, di kota ini juga kerap kali terjadi peperangan dan peristiwa berdarah lainnya. 

Kota ini disucikan oleh tiga agama besar dunia, yakni Islam, Kristen, dan Yahudi. Kota ini memiliki sejarah yang sangat panjang sebagai tanah yang diperebutkan di antara umat manusia di muka bumi, setiap lapisan tanahnya adalah saksi dari berbagai peristiwa yang pernah terjadi dari masa ke masa. Di masa lalu, Yerusalem pernah berulang kali direbut, ditaklukkan, dihancurkan dan kemudian dibangun lagi oleh berbagai pihak.

Yerusalem dari Masa ke Masa

Yerusalem, dalam bahasa Ibrani disebut Yerushalayim dan di dalam bahasa Arab disebut dengan Al  Quds yang artinya tanah suci. Kota ini didirikan oleh suku Jebus atau Yebus, yaitu cabang dari bangsa Kanaan. Sekitar 1600 SM sampai 1300 SM, Yerusalem berada di bawah kekuasaan raja Mesir dan diperintah oleh para penguasa Kanaan yang tunduk pada Fir’aun. Kemudian pada tahun 1200 SM, Bani Israel yang keluar dari Mesir bersama Nabi Musa dan Nabi Harun datang menempati Laut Mati mendesak kedudukan Bangsa Kanaan untuk merebut Yerusalem. 

Sebelum Bani Israel dapat memasuki Tanah Kanaan, Nabi Musa As. wafat, disusul Nabi Harun As. Kemudian di bawah kepemimpinan penerusnya, Yosua (Nabi Yusya’ As.), Bani Israil dapat memasuki Tanah Kanaan melalui jalan perang, atas nama Tuhan mereka. Tetapi ada satu wilayah yang tidak  dapat dimasuki, yakni wilayah Yehuda dan Benyamin terdapat satu suku kota yang bertahan, yakni Yerusalem.

Menurut kitab suci Perjanjian Lama (Taurat) dan sejumlah bukti arkeologis, orang Yahudi mulai menetap di tanah Kanaan pada sekitar  1300 tahun SM dan ada juga yang mengatakan 1000 tahun SM. Orang-orang Yahudi menjadi penduduk mayoritas di Yerusalem setelah penaklukan yang lakukan oleh Raja Daud (Nabi Daud As.) Kemudian Raja Daud menjadikan kota itu sebagai pusat kerajaan dan keagamaan.

Tahun 63 SM, kejayaan umat Yahudi mengalami kemunduran bersamaan dengan ditaklukkannya kota itu oleh Bangsa Romawi. Kemudian sekitar tahun 132 M saat Romawi berkuasa, orang-orang Yahudi kerap kali melakukan pemberontakan dan yang paling terkenal adalah pemberontakan Bar Kokhba. Seiring kemenangan kaum Kristen atas Yahudi, di bawah pemerintahan Kaisar Romawi pada saat itu, Konstantin I (303-337 M) membangun tempat suci untuk umat Kristen di Yerusalem, Gereja Holy Sepulchre. Dukungan pemerintahan Romawi terhadap Gereja dan Lembaga-lembaga keagamaan telah menjadikan Yerusalem sebagai pusat agama Kristen dan tempat ziarah bagi orang-orang Kristen di luar Yerusalem. Dengan demikian, Yerusalem semakin memiliki kedudukan yang tinggi bagi umat Kristen.

Serangan, perebutan, dan penaklukan Yerusalem terus bergulir silih berganti, dari tangan Bani Israel ke Romawi, dari Romawi jatuh ke Persia dan Kembali lagi ke Romawi, kemudian ditaklukan lagi oleh berbagai kerajaan lainya, seperti Assiria, Babilonia, Persia, dan Makedonia, hingga pada tahun 629 M Kekaisaran Bizantium (Romawi) merebut Kembali Yerusalem dari kekuasaan Dinasti Sassanid yang merupakan kekaisaran terakhir Persia pra-Islam.

Pada 637 M, Yerusalem memasuki era baru, dimulai ketika pemerintahan Islam yang dipimpin Khalifah Umar bin Khattab berhasil membebaskan Yerusalem dan Palestina dari kekuasaan Bizantium (Romawi). Untuk pertama kalinya, umat Islam berhasil menjadikan Yerusalem sebagai tanah suci bagi tiga agama sekaligus: Islam, Kristen, dan Yahudi. Ketiga agama ini hidup berdampingan dalam kedamaian, keadilan, dan kesejahteraan. Bahkan pada saat itu Yerusalem pernah menjadi pusat ilmu pengetahuan dan perdagangan. Kehidupan damai ini berlangsung selama orang-orang Islam memerintah, yakni dimulai dari kepemimpinan Umar bin Khattab dan Khulafaurrasyidin setelahnya, kemudian Umayyah, Abbasiyyah, Bani Thulun, Ikhsyidiyah, Fatimiyah, Ayyubiyah, dan Mamluk. Setelah itu orang-orang Turki Utsmaniyah (Ottoman) menguasai wilayah ini sampai tahun 1917 M, kecuali pada masa terjadinya perang Salib, yaitu tahun 493-583 H/1099-1187 M.

Perang Salib atau yang disebut orang-orang Kristen sebagai Perang Suci II (Kristen-Islam) terjadi sekitar akhir abad ke-19 M (1095-1099 M). Pada 27 November 1095, Paus Urbanus II (1088-1099 M) memimpin kaum Nasrani dan tentara salib melakukan ekspedisi besar-besaran ke wilayah muslim, yang juga hidup berdampingan dengan penganut Yahudi dan Kristen. Paus juga menghimpun bangsa Eropa lainnya agar bersatu untuk menghancurkan Islam dan menguasai lagi tanah suci Yerusalem (Palestina). Saat itulah, terjadi pembantaian besar-besaran terhadap umat Islam, kehidupan masyarakat Yerusalem dan Palestina yang toleran, damai, adil, dan sejahtera semenjak masa pemerintahan Khalifah Umar bin Khattab berakhir dengan tragis. 

Namun, kekuasaan orang-orang Kristen atas Yerusalem tidak berlangsung lama. Salahuddin Al-Ayyubi, pendiri Dinasti Ayyubiyah, mengumpulkan seluruh kerajaan Islam di bawah kepemimpinannya sehingga berhasil membebaskan kembali Yerusalem dan mengalahkan tentara salib dalam pertempuran Hattin pada 1187 M. Yerusalem kembali menjadi tempat yang damai dan sejahtera di bawah pemerintahan Islam, meskipun tentara salib berupaya merebutnya kembali, semua serangannya dapat dipatahkan orang-orang Muslim. 

Pada tahun 1514-1917 M atau kurang lebih 400 tahun saat Yerusalem berada di bawah kekuasaan Ottoman, Yerusalem kembali menjadi kota pusat keagamaan. Orang-orang Islam, Kristen, dan Yahudi dapat kembali hidup berdampingan dengan rukun dan damai.

Namun sayang, masa pemerintahan Islam (Ottoman) hanya berlangsung hingga menjelang abad ke-20. Dalam Perang Dunia I, tepatnya 1917, Inggris berhasil menguasai Palestina dari Kesultanan Ottoman. 

Yerusalem di Era-Modern (Setelah Runtuhnya Kesultanan Turki Utsmaniyah) 

Pada Perang Dunia I tahun 1997, Inggris berhasil menguasai Palestina dari Kesultanan Ottoman. Kemudian, pada 1922 melalui Konferensi Lausanne, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) memberikan kepercayaan kepada Britania Raya (Inggris) untuk mengatur mandat bagi Palestina.

Di bawah Mandat Inggris, pada 1922-1948, populasi penduduk di Palestina meningkat drastis, diakibatkan migrasi orang-orang Yahudi dari berbagai negara. Ketika Mandat Britania Raya untuk Palestina berakhir, status Yerusalem berada dalam hukum internasional. Namun, Israel melanggar status hukum kota ini sehingga meletuslah peperangan pada 1948. Pada tahun 1948 itu pula orang-orang Yahudi mendirikan negara Israel di sebagian tanah Palestina atas dukungan kuat dari Amerika Serikat dan negara-negara sekutu. Sedangkan kemerdekaan Palestina diumumkan pada tanggal 15 November 1988. 

Hingga kini konflik Palestina-Israel masih terus berlangsung. Status Yerusalem lah yang menjadi jantung konflik  Palestina-Israel

Palestina mendambakan Yerusalem Timur yang dijajah Israel sejak 1967, untuk menjadi ibu kota mereka jika merdeka. Sedangkan pada tahun 1980, Israel mengumumkan seluruh kota itu adalah “ibu kota abadi dan tak terpisahkan”.

Kota Suci Tiga Agama

Yerusalem memiliki makna teologis bagi orang-orang Yahudi yang melatarbelakangi peradaban mereka di kota ini. Mereka beranggapan bahwa Yerusalem adalah sebuah tanah yang dijanjikan bagi mereka seperti yang tertera di dalam kitab perjanjian lama. Selain itu, di kota ini Bangsa Yahudi memiliki tempat sakral yaitu bukit Zion. Yaitu bukit suci Yerusalem yang mereka yakini sebagai tempat berdirinya bait suci yang didirikan Raja Solomon (Nabi Sulaiman As.)

Bagi agama Kristen Kota Yerusalem adalah tanah yang suci dan sakral. Sebab Yerusalem adalah tanah kelahiran Yesus Kristus, tepatnya di Betlehem dan juga sebagai tempat di mana Yesus disalib, di Golgotha, atau bukit Calvary, makamnya yang kosong berada di dalam Gereja yang juga mereka yakini sebagai tempat dibangkitkannya kembali Yesus Kristus. Bagi mereka, mensakralkan tempat kelahiran dan wafatnya Yesus Kristus adalah bakti kepada Tuhan mereka.

Lalu bagi agama Islam, Yerusalem merupakan kiblat utama sebelum Ka’bah yang berada di Mekkah, tempat terjadinya peristiwa Isra’ Mi’raj, Kota suci ketiga setelah Mekkah dan Madinah, dan tempat kelahiran nabi-nabi sebelum Nabi Muhammad Saw.

Begitu panjang sejarah yang pernah terjadi di kota tersebut dan menjadikan eksistensi bagi setiap komunitas di setiap agama baik Yahudi, Kristen, dan Islam. Dari aspek historis maupun teologis, mereka berbondong-bondong ingin menguasai kota ini. Hal ini tidak mengherankan, karena Yerusalem memiliki kedudukan yang penting bagi semua umat manusia, khususnya Islam, Kristen, dan Yahudi. Tanah ini menjadi tanah utama yang berkaitan dengan hubungan manusia dengan Tuhan sejak dulu kala. Dengan kata lain, kota ini terbukti mempertemukan umat manusia dengan keilahian.

Referensi

Ali Muhammad Ash-Shallabi, Sejarah Daulah Ustmaniyah,  Terj. Imam Fauzi, Jakarta, Ummul Quro, 2017.

Antonio, Muhammad Syafii dan Tim TAZKIA, Ensiklopedia Peradaban Islam Yerusalem, Jakarta Selatan, Tazkia Publishing, 2016.

Antonio, Muhammad Syafii dan Tim TAZKIA, Ensiklopedia Peradaban Islam Istanbul, Jakarta, Tazkia Publishing, 2016.

Ismail bin Katsir, Qashashul Anbiya’, Mesir, Dar al-Hadits, 2009.

Zikri Sulthoni, Studi Historis Eksisitensi Komunitas Yahudi, Kristen, dan Islam di Yerusalem, Skripsi, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2019, diakses dari http://repository.uinjkt.ac.id/dspace/handle/123456789/49781

Kontributor : Fitri Wulandari, Semester V

Leave a Reply