Gerakan mahasiswa di Indonesia memiliki peranan penting dalam menciptakan masa depan yang baik untuk agama Islam dan kancah nasional.
“Mahasiswa memiliki predikat agent of change (agen perubahan). Artinya di tangan sahabat-sahabat letak perubahan bangsa itu tertuju. Bila kita ingin maju, maka harus melakukan ikhtiyar dan perubahan yang lebih signifikan,” jelas Pengurus Pusat Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama (ISNU), Muhammad Faesal saat mengisi kegiatan Pembinaan Moderasi Beragama dan Wawasan Kebangsaan bagi Mahasantri Zona Jawa Barat Angkatan 1, Kamis (23/09/2021).
Dalam kesempatan tersebut, ia mengambil bahan diskusi dengan sejarah Organisasi Boedi Oetomo sebagai sepak terjang perjuangan gerakan mahasiswa pertama kali untuk menampung segala aspirasi pemuda yang ada.
Organisasi Boedi Oetomo merupakan wadah perjuangan pertama kali untuk mewadahi mahasiswa, para pemuda, dan tokoh-tokoh pergerakan.
Kongres pertama yang dilakukan oleh Organisasi Boedi Oetomo itu bertujuan untuk kesejahteraan rakyat secara menyeluruh. Tujuan perkumpulan saat itu untuk kemajuan negeri dan bangsa. Terutama dengan memajukan pengajaran, pertanian, perternakan, dagang, teknik, industri, hukum, dan budaya, serta adat istiadat.
Dapat diartikan bahwa para mahasiswa pada saat itu meletakan satu tujuan yang sangat mulia, padahal pada kala itu bangsa Indonesia belum merdeka.
“Mahasiswa saat itu memiliki karakter yang sangat kuat, yaitu ingin menjadikan Indonesia ini sebagai bangsa yang merdeka. Bangsa yang maju. Bangsa yang sanggup sejajar dengan negara lain, meskipun negara kita sedang dijajah,” ungkap Faesal.
Faesal menambahkan, pergerakan mahasiswa tempo dulu tak pernah membicarakan sektaria belaka. Tapi lebih mengedepankan kesejahteraan bangsanya. “Perhimpunan pergerakan mahasiswa tempo dulu organisasinya protitible menghimpun seluruh elemen yang bersifat kebangsaan. Mereka tak berbicara bahwa sukunya dari jawa, dari sumatera, dari ambon. Namun mereka memilki satu wawasan yang kuat yaitu indonesia raya,” katanya.
Menurutnya, selain mengedepankan rasa toleransi antar suku dan agama, mahasiswa yang muslim harus memiliki corak pandangan islam yang ASWAJA (Ahlus sunnah Wal Jamaah).
“Cara pandang ala ahlus sunnah wal jamaah juga menjadi pemikat di antara gerakan para mahasiswa Islam di Indonesia, yang kemudian menyatukan kekuatan dan menciptakan gerakan pembaharuan,” jelasnya
Mengingat kegigihan para pendahulu kita itu, ia mengajak seluruh mahasantri yang hadir pada momen tersebut untuk dapat meningkatkan inovasi dan memperjuangkan kemajuan bangsa.
“Apakah ada kesadaran di dalam diri mahasantri sekalian untuk melanjutkan perjuangan para pendahulu? Atau sekedar hanya kuliah, datang ke kampus kemudian pulang. Saya harap mahasantri sekarang juga seperti tempo dulu yang melakukan pergerakan dan perubahan,” pungkasnya.
Pewarta: Ahmad Dhani, Semester III