MAHADALYJAKARTA.COM— Dinasti Umayyah merupakan dinasti pertama Islam yang usianya hampir 1 abad, dipelopori oleh Muawwiyah bin Abu Sufyan pada tahun 41 H. dan berakhir di tangan khalifah Marwan II pada tahun 132 H. Perjalanan yang begitu amat Panjang ini berhasil menorehkan banyak prestasi dan semakin besarnya wilayah islam hampir 30 negara di seluruh dunia sekarang, dikuasai oleh Dinasti Umayyah seperti Mesir, Irak, Andalusia (Spanyol dan Portugal, Khurasan, Tajikistan, Basrah, Tunisia dan negara lainnya.
Tentunya dengan semakin besarnya daerah kekuasaan Islam dan banyak torehan prestasi yang diberikan oleh dinasti Umayyah tidak menutup kemungkinan bahwa pada akhirnya dinasti ini hancur pada umur yang ke 90 tahun. Tercatat ada 14 Khalifah memimpin dinasti ini dan yang terakhir adalah Marwan II yang tidak hanya mewarisi kekuasaan namun di warisi banyak pemberotakan. Cukup banyak pemberontakan yang dia hadapi. Sampai akhirnya dia di pukul oleh 1 seranganan besar yang di pimpin Bani Abbas.
Pada awal pendirian dinasti Umayyah sebenarnya cukup kontroversial Muawiyah bin Abu Sufyan terlibat konflik dengan khalifah Ali bin Abi Thalib. Akhirnya Muawiyah mendirikan pemerintah baru di Damaskus. Konflik itu terjadi, karena Muawiyyah bin Abi Sufyan menuntut akan kematian Khalifah Usman bin Affan, konflik ini memuncak dengan pecahnya perang shiffin pada tahun 37 Hijriah. Kemudian di lanjutkan dengan peristiwa Tahkim, sebuah peristiwa perundingan tipu daya yang di prakrasai oleh Muawiyyah demi keuntungan pihaknya. Memanasnya situasi ini mengakibatkan umat muslim pecah kelompok Ali menamai dirinya Syiah dan kelompok yang keluar dari kedua belah pihak menyebut dirinya Khawarij.
Pada tahun 40 H, kelompok Khawarij yang tidak menyetujui peristiwa Tahkim membunuh semua orang yang berkaitan di dalamnya termasuk khalifah Ali bin Abi Thalib. Setelah terbunuhnya Ali kekuasaan Islam dipimpin oleh Hasan bin Ali, karena lemahnya tentara Hasan dan semakin banyaknya pemberontakan dia berniat untuk menyatukan umat Islam di bawah satu komando, akhirnya Hasan menyerahkan tampuk kekuasaan ke Muawiyah bin Abu Sufyan pada tahun 41 H, tahun ini disebut juga dengan Ammul Jamaah.
Pendiriannya yang kontroversial telah menimbulkan banyak duri dalam perjalanan waktu. Selama 90 tahun, Dinasti Umayyah terus meredam berbagai pemberontakan—satu musuh dikalahkan, namun muncul musuh baru; yang telah ditaklukkan pun tak tinggal diam, kembali membangun kekuatan.
Puncaknya terjadi ketika Khalifah Marwan II terbunuh di Mesir, yang sekaligus menandai berakhirnya kekuasaan Dinasti Umayyah. Selain peristiwa tersebut, kehancuran dinasti ini juga dipengaruhi oleh sejumlah faktor. Secara umum, ada dua faktor utama yang menjadi latar belakangnya: pertama, faktor internal (yakni faktor tidak langsung, dan kedua, faktor eksternal (yakni faktor yang berdampak langsung.
- Faktor internal
1, Dendam orang orang Khawarij
Khawarij adalah pengikut bekas pasukan Ali bin Abi Thalib sewaktu perang Shiffin dan perang jamal, setelah peristiwa tahkim mereka keluar dari barisan Ali dan juga tidak masuk barisan Muawiyyah. Mereka menolak kesepakatan yang telah di buat, mereka berpandangan ekstrim keras total ada 11 pemberontakan besar yang berhasil ditumpas oleh para khalifah Muawiyyah (Pof. Dr. Abdussyafi Muhammad Abdul Latif: Bangkit dan Runtuhnya Dinasti Umayyah, 708. Mereka mengakibatkan banyak pertumpahan darah dan kerusakan.
Walaupun akhirnya berhasil di kalahkan sampai ke akar akarnya namun banyak sekali kerugian yang didapat oleh dinasti Muawiyyah. Sehingga khalifah terakhir tidak dapat membendung revolusi Bani Abbas.
2. Dendam kelompok Syiah
Syiah merupakan kelompok yang setia kepada Ali bin Abi Thalib. Pada awalnya, mereka bukanlah kelompok yang ekstrem atau bersikap keras. Di masa awal berdirinya Dinasti Umayyah, kaum Syiah tidak langsung mengangkat senjata untuk memberontak. Sebaliknya, mereka lebih banyak melayangkan kritik-kritik terhadap pemerintahan Muawiyah bin Abi Sufyan.
Sejak terbunuhnya Husain bin Ali oleh penduduk Kufah di masa kekuasaan Khalifah Yazid bin Muawiyah, sejak saat itulah kelompok Syiah mulai menyimpan dendam yang mendalam terhadap Bani Umayyah.
3. Terjadi perebutan kekuasaan di kalangan keluarga
Muawiyah bin Yazid (Muawiyah II khalifah ke 3 Dinasti Umayyah) dalam masa kepemimpinannya, tidak dapat berbuat banyak. Dikarenakan ia tidak mampu menjalankan roda pemerintahan tersebut. Sepeninggalnya ia tidak menunjuk atau pun memilih siapa penggantinya. Ditambah lagi ia pada saat itu tidak mempunyai keturunan. Sehingga, pada masa itu keluarga Bani Umayyah berpecah belah dan muncullah berbagai ambisi jabatan khalifah.
Tidak terdapat peraturan yang jelas mengenai suksesi kekhalifahan setelah meninggalnya Muawiyah II. Mengenai pergantian khalifah, sokongan dari suku Arab terkuatlah yang pada akhirnya menentukan siapa yang berhak menjadi khalifah.
Perselisihan mudah timbul dikarenakan tidak adanya suatu kebijaksanaan yang tegas tentang siapa paling berhak menjadi khalifah, apakah dari khalifah ke anak atau dari khalifah ke saudara, sepanjang saudara kandung masih masih hidup,
Permasalahannya semakin rumit dan runyam ketika Marwan sekaligus mengangkat dua putra mahkota yaitu Abdul Malik dan Abdul Aziz. Masing-masing sebagai putra mahkota pertama dan kedua. Ketika Abdul Malik berkuasa. Ia tidak menyerahkan tahta kepada saudaranya yakni Abdul Aziz, melainkan ia menunjuk putranya sendiri yakni Walid I sekaligus menunjuk putranya yang lain Sulaiman untuk menjabat tahta kerajaan secara berurutan. Demikian juga Walid I bertindak seperti ayahnya, ia berusaha merebut posisi Sulaiman sebagai penerus tahta kerajaan untuk diserahkan kepada anaknya, namun usaha tersebut gagal. Demikian konflik keluarga istana yang disebabkan tidak adanya mekanisme dan aturan baku mengenai suksesi sehingga menyebabkan melemahnya kekuatan internal Dinasti Umayyah.
4. Diskriminasi kaum mawali
Kekuasaan Umayyah tidak lepas dari peranan orang-orang Arab sehingga mereka sendiri menganggap bahwasanya orang arab adalah orang yang mulia yang lebih pantas menjabat di pemerintahan, lebih dimuliakan. Sehingga kaum mawali atau orang-orang non Arab yang masuk islam sering merasa terdiskriminasi karena pemerintahan yang terlalu pro-Arab. Hal ini mengakibatkan kekacauan dan terjadi pemberontakan oleh kaum Mawali.
- Faktor Eksternal
Secara umum, gaya kepemimpinan para khalifah Dinasti Umayyah menimbulkan ketidakpuasan di kalangan masyarakat. Bahkan, muncul berbagai gerakan oposisi yang menentang pemerintahan dinasti tersebut.
Pada masa-masa awal berdirinya Dinasti Umayyah, terdapat dua golongan utama yang menunjukkan penolakan terhadap kekuasaan mereka, yaitu Khawarij dan Syiah.
Kedua kelompok ini sama-sama menjadi kekuatan oposisi, baik secara terbuka maupun secara tersembunyi. Upaya penumpasan terhadap gerakan-gerakan tersebut menguras banyak energi dan sumber daya pemerintahan.
Referensi
Ash-Shallabi, Ali Muhammad. 2010. Muawiyah bin Abi Sufyan: Penakluk dan Pendiri Dinasti Umayyah. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar.
Hitti, Philip K. 2002. History of The Arabs. London: Palgrave Macmillan.
Latif, Abdussyafi Muhammad Abdul. 2007. Bangkit dan Runtuhnya Dinasti Umayyah. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar.
Madelung, Wilferd. 1997. The Succession to Muhammad: A Study of the Early Caliphate. Cambridge: Cambridge University Press.
Nasution, Harun. 1986. Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya(Jilid 2). Jakarta: UI Press.
Kontributor: Abduh Zamzami
Editor: Shffa