Asma’ binti Abu Bakar : Mujahidah Yang Hidup Sampai Usia Seabad

Asma’ binti Abu Bakar : Mujahidah Yang Hidup Sampai Usia Seabad

MAHADALYJAKARTA.COM – Mujahidah ini ialah Asma’ binti Abu bakar, sosok pejuang Islam yang hidup dikelilingi oleh orang-orang Mulia. Asma’ adalah putri dari sahabat setia Nabi, Abu bakar As-Shidiq, khalifah setelah wafatnya Rasulullah Saw. Kakeknya adalah Abu Quhafah. Ia juga adik dari Ummul Mukminin Aisyah R.A. Suaminya adalah Az-Zubair al-awwam, keponakan Rasulullah Saw dan juga orang yang dijuluki Hawari (pengawal setia) Rasulullah Saw, dan putranya adalah Abdullah bin Zubair.

Asma’ lahir 27 tahun sebelum peristiwa hijrah dan ia termasuk kelompok wanita yang pertama masuk Islam. Ketika Rasulullah Saw menyinari Jazirah Arab dengan cahaya Islam, ayahnya adalah orang pertama yang selalu mempercai dan menemani Rasulullah Saw. Sampai pada saat hijrah, Abu bakar lah yang setia menemani beliau. Sosok Asma’ pun tidak bisa dipisahkan dengan peristiwa ini, karena ialah yang mempunyai peranan penting dalam peristiwa hijrah ini, dengan mengirim bekal makanan dan minuman kepada kekasih Allah Swt dan ayahnya itu. Karena sebab inilah mengapa Asma’ bisa dijuluki “Dzatun Nithaqain” wanita yang memiliki dua ikat pinggang. 

Julukan ini ia dapatkan saat Asma’ hendak mengikat karung tempat makanan dan minuman yang akan dikirimnya tersebut, karena pada saat itu Asma’ tidak memiliki tali untuk mengikatnya, maka ia pun berinisiatif untuk merobek ikat pinggang yang ia pakai menjadi dua bagian, satu untuk mengikat makanan dan yang satunya untuk mengikat tempat minumnya, ketika Rasulullah Saw mengetahui hal ini, beliau berdo’a agar Asma’ mendapatkan ganti yang lebih baik di Syurga-Nya kelak.

Baca Juga:

Sang Orator Wanita; Asma’ binti Yazid al-Anshariyyah

Asma’ adalah wanita shalihah yang mempunyai prinsip kuat serta memiliki kesabaran dalam menghadapi hidupnya. Saat Asma’ menikah dengan Zubair, ia hanyalah seorang pemuda fakir, ia tidak memiliki harta benda untuk menghidupi keluarganya maupun pembantu untuk mengurusiya, hanya ada kuda satu-satunya yang ia pelihara. Walaupun dengan kondisi demikian Asma’ tetap menjadi istri shalihah yang selalu membantu suami untuk mengurusi kudanya.

Saat tiba kesempatan untuk kaum muslimin hijrah ke Madinah, Asma’ ikut serta dalam ekspedisi tersebut, sementara pada saat itu ia dalam keadaan mengandung anaknya, Abdullah bin Zubair. Asma’ berhasil melewati berbagai cobaan yang menimpanya sepanjang perjalan, sesampai rombongan di Quba, ia pun melahirkan disana dalam keadaan selamat, dan bayinya adalah anak pertama yang lahir dalam keadaan Islam dari kaum Muhajirin.

Asma’ binti Abu Bakar menuturkan, “Aku keluar saat usia kehamilanku sudah penuh (pada umumnya sembilan bulan), setelah tiba Madinah aku singgah di Quba dan melahirkannya di Quba, kemudian aku mendatangi Rasulullah Saw, lantas meletakannya di pangkuan beliau, setelah diambilkan kurma, beliau melumatnya lantas mengeluarkannya dari mulut beliau ke mulut anakku, dengan demikian yang pertama kali masuk perutnya adalah air liur Rasulullah Saw.

Asma’ mengatakan, “Kemudian beliau mentahniknya dengan sebutir kurma dan mendo’akan nya. Ia adalah bayi pertama dalam islam dari kalangan kaum Muhajirin di Madinah.”

Asma’ melanjutkan, “Mereka sangat gembira karenanya, ini lantaran mereka diberi tahu bahwa orang-orang Yahudi telah menyihir kita (orang Islam), hingga kita tidak akan mempunyai anak, orang-orang Yahudi berkata, “Kami telah menyihir Muhammad dan sahabat-sahabatnya, sehingga mereka tidak akan mempunyai anak di tanah kami” tatkala Abdullah bin Zubair lahir, umat Islam bertakbir hingga kota Madinah bergemuruh oleh suara takbir dan umat Islam pun bergembira.

Selain kecantikan yang dimilikinya, Asma’ binti Abu Bakar memiliki segala segi kebaikan, tanda-tanda kecerdasan, cekatan, serta ketegasan yang jarang dimiliki oleh kalangan laki-laki sekali pun. Kedermawanan dan kemurahan hati Asma’ sangat terkenal, sehingga selalu menjadi buah bibir banyak orang. Muhammad Al-Mukandir menyatakan, “Asma’ adalah seorang Wanita yang memiliki hati pemurah dan dermawan”.

Putranya, Abdullah bin Zubair berkata, “Tak pernah kulihat wanita yang pemurah seperti bibiku Aisyah dan ibuku Asma’, tetapi keduanya memiliki perbedaan, jika bibiku sukanya menunggu sampai terkumpul cukup banyak, baru ia berikan kepada yang membutuhkan, sedangkan ibuku tidak suka menyimpan sesuatu sampai besok. Sebab Asma’ bersikap demikian, karena ia mendengar Rasululah Saw bersabda, “Berikanlah (bersedekahlah) sesuai kemampuan dan jangan menahannya agar tidak ditahan pula suatu pemberian terhadapmu”.

Walaupun suaminya seorang yang berkecukupan, Asma’ tetap dermawan dan suka memberi. Asma’ selalu memberi keluarganya nasehat, salah satunya adalah, “Biasakanlah memberi dan bersedekah tanpa harus menunggu mempunyai harta yang lebih, sebab jika kalian menunggu harta lebih, kalian tidak akan pernah meraih keutamaan.” 

Sejarah tidak bisa melupakan jasa Asma’ dalam jihad fi sabilillah, ia adalah mujahidah yang pemberani nan Tangguh. Dengan modal keberaniannya, ia ikut serta dalam perang Yarmuk mendampingi suaminya, Zubair.

Disisi lain, ia juga berperan sebagai ibu bagi anak-anaknya. Tak henti-hentinya ia memberikan nasehat kepada anak-anaknya, mengajarkan kepada mereka akan pancaran nubuwwah yang ia peroleh dari Rasulullah Saw. Asma’ adalah seorang ibu yang beriman, ibu yang selalu menjadi panutan, ibu yang tidak merasa takut terhadap celaan orang lain selama ia teguh berada dijalan yang Allah ridhai. Sampai tiba pada hari yang menguji kesabarannya, yaitu pada hari terbunuhnya sang anak, Abdullah bin Zubair.

Ketika Abdullah menjadi khalifah menggantikan Yazid bin Muawiyah, seluruh rakyat Mesir, Hijaz, Khurasan, Irak dan sebagian wilayah Syam datang kepada Abdullah untuk membaiat dirinya. Berbeda dengan bani Umayah, mereka enggan untuk membaiat Abdullah, mereka juga mengirim pasukan untuk memerangi Abdullah beserta pengikutnya. Pasukan ini berada dibawah pemimpin yang keji, pemimpin yang sangat suka akan pembantaian, bahkan pemimpin ini sudah digambarkan oleh Rasulullah Saw keberadaannya, ialah Hajjaj bin Yusuf Ats-Tsaqafi.

Terjadilah pertempuran yang sengit diatara kedua pihak. Ditengah-tengah kancah peperangan, Abdullah menemui sang ibu untuk meminta nasehat akan apa yang terjadi pada dirinya. Ia bercerita akan jumlah pasukanya yang semakin menurun, banyak diantara pasukannya yang gugur menjadi syahid, ada pula diantara mereka yang yang membelot ke pihak musuh. Ia pun mengeluhkan keresahan hatinya, ia takut akan jalan yang diambilnya ini bukanlah jalan yang diridhai oleh Sang Khaliq, dan ia pun khawatir jikalau kelak ia gugur, mayatnya akan dijadikan bahan tontonan para pembelot.

Pada saat itu Asma’ sudah tua dan juga buta. Ia mengatakan “Ya Abdullah, engkau lebih tau tentang dirimu, jika engkau yakin dirimu berada dalam kebenaran dan panggilan hatimu itu benar, maka bersabar dan tetaplah bertahan seperti sahabat-sahabat yang terbunuh di bawah panjimu, tapi jika perjuanganmu hanya untuk dunia, maka engkau adalah hamba yang paling buruk, engkau binasakan dirimu dan kau binasakan pula orang-orangmu, lagi pula tak ada yang perlu dikhawatirkan oleh seseorang jika dia sudah mati, domba yang telah disembelih pun tidak lagi merasakan sakit, walaupun dagingnya disayat”.

Wajah Abdullah menjadi cerah setelah mendengarkan nasehat dari ibunya, setelah berpamitan kepada ibunya, iapun bergegas ke medan jihad. Tak ada lagi rasa takut, tak ada lagi yang ia khawatirkan, tak ada lagi yang ia ragukan, atas nasehat sang ibu ia menjadi lebih percaya diri. Tak lama setelah itu, Abdullah bin Zubair gugur sebagai syahid, ia telah menemui Sang Ilahi mendahului ibundanya.

Selain seorang mujahidah, Asma’ juga termasuk seorang perawi hadits, ia meriwayatkan 56 hadist Nabi, dan diantaranya termasuk dalam shahih Bukhari dan Muslim. Ia meninggal dunia di Mekkah pada usia 100 tahun, walaupun begitu tak ada satupun dari giginya yang patah, ia tidak pikun seperti yang biasanya banyak orang alami, dan ia merupakan Wanita terakhir yang meninggal dari kalangan Muhajirin.

Referensi:

Dr.Jasim Muhammad Badr, Profil Keluarga 30 Sahabat Nabi Yang Dijamin Masuk Syurga, Terj. Abiseva, Solo: Kiswah Media, 2014

Hepi Andi Bastoni, 101 Sahabat Nabi, Jakarta: Al-Kautsar, 2008

Haris Priyatna dan Lisdy Rahayu, Perempuan Yang Menggetarkan Syurga, Yogyakarta : Mizania, 2014

Dr. Abdurrahman Raf’at al-Basya, Sosok Para Sahabat Nabi, Terj. Abdulkadir Mahmady, Jakarta : Qisthi Press, 2005

Dr. Bassam Muhammad Hamami, Biografi 39 Tokoh Wanita Pengukir Sejarah Islam: Kisah Perjalan Hidup Para Wanita Mulia yang Berperan Penting dalam Kehidupan dan Dakwah Rasulullah, Terj. Kaserun AR Rahman, Jakarta: Qisthi Press, 2015

Dr. H. Agung Danarta, M.Ag, Perempuan Periwayat Hadis, Yogyakarta: Pustaka Pelajar,

Kontributor: Hilma Hamzani, Semester III

Editor: Dalimah NH

Leave a Reply