ArtikelSejarah

Menelusuri Keagungan Masjid Istiqlal: Dari Arsitektur Megah hingga Makna Toleransi

MAHADALYJAKARTA.COM—Masjid Istiqlal, yang berdiri megah di pusat kota Jakarta, bukan sekadar tempat ibadah bagi umat Muslim Indonesia. Dengan arsitekturnya yang monumental dan letaknya yang strategis di jantung ibu kota, Istiqlal adalah lambang persatuan, toleransi beragama, dan kebesaran sebuah bangsa. Masjid ini tidak hanya menjadi saksi sejarah Indonesia pasca kemerdekaan, tetapi juga memainkan peran penting dalam kehidupan sosial, politik, dan budaya masyarakat Indonesia. Di balik setiap batu bata dan kubah besar yang menyelimuti Istiqlal, terdapat narasi tentang semangat keberagaman dan kebangsaan yang kuat, yang hingga kini terus diperkuat dan dijaga oleh masyarakat.

Artikel ini akan menggali lebih dalam berbagai aspek terkait Masjid Istiqlal, mulai dari sejarah pembangunannya, arsitektur yang memukau, nilai-nilai toleransi dan harmoni yang diusung, hingga peran pentingnya dalam kehidupan sosial dan budaya Indonesia. Melalui pembahasan yang detail ini, kita akan mengungkap mengapa Istiqlal tidak hanya penting bagi umat Muslim, tetapi juga menjadi simbol kebersamaan seluruh bangsa Indonesia.

Masjid Istiqlal didirikan di era pasca kemerdekaan Indonesia. Gagasan untuk membangun sebuah masjid nasional pertama kali dicetuskan oleh Menteri Agama pertama Indonesia, KH. Wahid Hasyim, bersama Presiden Soekarno. Pada masa itu, Indonesia baru saja merdeka dari penjajahan Belanda, dan para pemimpin bangsa merasa bahwa simbol-simbol kebesaran nasional sangat penting untuk menegaskan identitas baru sebagai negara yang merdeka. Salah satu simbol yang diusulkan adalah pembangunan sebuah masjid besar di pusat Jakarta, sebagai wujud syukur atas kemerdekaan sekaligus pusat ibadah bagi umat Muslim.

Dalam bahasa Arab, “Istiqlal” berarti kemerdekaan. Nama ini dipilih dengan tujuan menandai perayaan atas kemerdekaan Indonesia dari penjajahan dan menjadi lambang kebebasan yang diraih setelah perjuangan panjang. Selain itu, Istiqlal juga ingin menyampaikan pesan bahwa kemerdekaan yang diperoleh tidak hanya bermakna politik, tetapi juga mencakup spiritualitas dan kebebasan beragama di Indonesia.

Sayembara Desain dan Friedrich Silaban

Salah satu momen penting dalam proses pembangunan Masjid Istiqlal adalah diadakannya sayembara desain pada tahun 1955. Dari berbagai peserta yang mengajukan desain, arsitek Kristen Protestan bernama Friedrich Silaban berhasil memenangkan kompetisi tersebut. Silaban dikenal sebagai arsitek yang memiliki pemahaman mendalam tentang konsep-konsep arsitektur modern, namun tetap menghormati prinsip-prinsip agama Islam dalam desain masjid.

Keputusan untuk menunjuk Silaban, yang bukan seorang Muslim, sebagai arsitek Istiqlal, adalah langkah yang mencerminkan semangat inklusivitas dan kebersamaan antar umat beragama yang sejak awal diusung oleh Soekarno. Ini menunjukkan bahwa Indonesia sebagai bangsa menghargai keahlian, di atas perbedaan agama atau keyakinan, dan menciptakan simbol persatuan dalam keberagaman.

Lokasi Masjid Istiqlal juga dipilih dengan pertimbangan simbolik yang kuat. Terletak di kawasan Gambir, Jakarta Pusat, Istiqlal berdiri berseberangan dengan Gereja Katedral Jakarta. Pemilihan lokasi ini sangat penting, karena secara simbolis menunjukkan kerukunan antar umat beragama di Indonesia. Keberadaan dua tempat ibadah besar, yang saling bersebelahan di pusat ibu kota, adalah pesan kuat bahwa perbedaan keyakinan dapat hidup berdampingan dengan damai di Indonesia.

Lokasi masjid ini juga tidak jauh dari Monumen Nasional (Monas), simbol kebangsaan Indonesia. Dengan demikian, Masjid Istiqlal tidak hanya menjadi pusat spiritualitas, tetapi juga terhubung erat dengan identitas nasional Indonesia yang multikultural dan multireligius.

Pembangunan Masjid Istiqlal dimulai pada tahun 1961, dan memakan waktu cukup lama hingga selesai pada tahun 1978. Proses pembangunannya menghadapi berbagai tantangan, termasuk perubahan kepemimpinan politik di Indonesia. Namun, komitmen untuk menyelesaikan masjid ini tetap kuat, dan pada akhirnya, Masjid Istiqlal diresmikan pada tanggal 22 Februari 1978 oleh Presiden Soeharto.

Gaya Arsitektur Modern dengan Sentuhan Islam

Masjid Istiqlal terkenal dengan gaya arsitekturnya yang megah namun sederhana, menggabungkan elemen modern dan simbolik Islam. Desain Friedrich Silaban berfokus pada menciptakan ruang yang luas, terbuka, dan monumental, dengan tetap mempertahankan nilai-nilai kesederhanaan yang menjadi ciri khas Islam. Bangunan utama masjid ini memiliki atap kubah besar dengan diameter 45 meter, yang melambangkan tahun proklamasi kemerdekaan Indonesia pada tahun 1945.

Selain itu, struktur masjid terdiri dari lima lantai, yang merepresentasikan rukun Islam. Ruang utama salat dapat menampung hingga 120.000 jamaah, menjadikannya salah satu masjid terbesar di dunia. Desain interior masjid juga sangat minimalis, tanpa banyak hiasan atau ornamen yang berlebihan, sejalan dengan ajaran Islam tentang kesederhanaan.

Salah satu elemen yang paling menonjol dalam arsitektur Masjid Istiqlal adalah menaranya yang menjulang setinggi 96,66 meter. Tinggi menara ini bukan angka acak, melainkan simbol dari 96 surat dalam Al-Qur’an. Di puncak menara terdapat bulan sabit dan bintang, lambang Islam yang universal. Selain itu, masjid ini memiliki tujuh pintu masuk utama, yang dinamai berdasarkan Asmaul Husna (nama-nama indah Allah), dan melambangkan tujuh lapisan langit dalam ajaran Islam.

Arsitektur masjid juga sangat memperhatikan aliran udara dan pencahayaan alami. Jendela-jendela besar di sepanjang dinding masjid memungkinkan sinar matahari masuk, menciptakan suasana yang terang dan sejuk di dalam ruangan. Sistem ventilasi yang baik juga membuat masjid ini tetap nyaman meski dipadati oleh ribuan jamaah.

Meskipun Istiqlal didesain oleh arsitek Indonesia, desainnya terinspirasi oleh berbagai masjid besar di dunia. Kubah besar yang menjadi ciri khas Istiqlal memiliki kesamaan dengan desain masjid-masjid di Turki dan Timur Tengah, sementara penggunaan tiang-tiang besar dan ruang terbuka mengingatkan pada arsitektur masjid-masjid di Asia Selatan dan Afrika Utara. Ini menunjukkan bagaimana arsitektur Istiqlal menjadi perpaduan antara tradisi lokal dan internasional, mencerminkan keterbukaan Indonesia terhadap pengaruh global, tanpa mengorbankan identitas nasionalnya.

Pada tahun 2020, Masjid Istiqlal menjalani renovasi besar yang difokuskan pada modernisasi fasilitas dan meningkatkan efisiensi energi. Dalam renovasi ini, teknologi ramah lingkungan seperti panel surya dan sistem daur ulang air diterapkan untuk menjadikan Istiqlal sebagai masjid yang lebih berkelanjutan. Desain interior juga diperbarui, termasuk penambahan pencahayaan LED dan sistem audio yang lebih canggih untuk kenyamanan para jamaah.

Setiap tahun, terutama pada hari-hari besar agama seperti Natal dan Idul Fitri, terlihat bagaimana komunitas Muslim dan Kristen saling menjaga dan membantu satu sama lain. Misalnya, saat perayaan Natal, umat Muslim dari Masjid Istiqlal sering membantu menjaga keamanan di Katedral Jakarta, dan sebaliknya, umat Kristen sering memberikan dukungan serupa selama perayaan Idul Fitri di Masjid Istiqlal. Ini adalah contoh konkrit bagaimana hubungan antara dua agama besar di Indonesia dapat dijalin dengan baik melalui rasa saling menghormati dan kerjasama.

Istiqlal juga merupakan destinasi wisata religi bagi pengunjung domestik dan mancanegara. Turis non-Muslim dipersilakan untuk mengunjungi masjid ini, dengan syarat mengikuti aturan kesopanan yang berlaku. Hal ini menjadi bukti bahwa Istiqlal adalah masjid yang terbuka untuk semua, menggambarkan semangat inklusivitas.

Inti nya adalah Masjid Istiqlal merupakan simbol kebesaran bangsa Indonesia, tidak hanya sebagai tempat ibadah umat Muslim, tetapi juga sebagai lambang persatuan dan keharmonisan antar agama. Didirikan di era pasca kemerdekaan dengan tujuan mencerminkan kebebasan dan semangat kebangsaan.

Selain sebagai pusat spiritual, Istiqlal juga berfungsi sebagai pusat sosial dan budaya, serta destinasi wisata religi. Hubungan harmonis antara Masjid Istiqlal dan Katedral Jakarta menggambarkan nilai-nilai toleransi dan kebersamaan, yang terus hidup dalam masyarakat Indonesia.

Referensi:

Hasbi, R. M., & Nimpuno, W. B. 2019. Pengaruh Arsitektur Modern Pada Desain Masjid Istiqlal. Vitruvian: Jurnal Arsitektur, Bangunan, dan Lingkungan8(2), 89-99.

Munawati, S. 2020. Literasi Digital Ngaji Virtual Pada Masa Era New Normal Di Majelis Pengkajian IlmuMasjid Istiqlal Jakarta. In Prosiding Seminar Nasional Penelitian Dan Pengabdian Kepada Masyarakat (Vol. 1, No. 1, pp. 361-372).

Nugraha, A. R., & Ma’arif, D. 2024. Pandangan Politik Soekarno Dalam Membangun Masjid Istiqlal. IJMIS: Istiqlal Journal on Mosque and Islamic Studies, 1(1), 59-91.

Panitia Pembangunan Masjid Istiqlal. 1978. Masjid Istiqlal: Laporan Panitia Pembangunan. Jakarta: Panitia Pembangunan Masjid Istiqlal.

Rosa, P. D., & Pradini, G. 2023. Persepsi wisatawan terhadap fasilitas wisata religi Masjid Istiqlal di Jakarta. Media Bina Ilmiah, 17(6), 1161-1176.

Silaban, Frederich. 1980. Arsitektur dan Pembangunan Masjid Istiqlal. Jakarta: Departemen Pekerjaan Umum ().

Thamrin, N. H., & Putra, H. M. A. 2020. Akulturasi Budaya pada Masjid Jami’ Shiratal Mustaqiem Sebagai Objek Destinasi Wisata Religi di Samarinda. Jurnal Arsitektur ARCADE4(3), 194-198.

Kontributor: Syaparuddin Hasibuan, Semester V

Editor: S. Yayu. M

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *