Peperangan Bani Musthaliq dan Peristiwa Terfitnahnya Aisyah

Peperangan Bani Musthaliq dan Peristiwa Terfitnahnya Aisyah

Ma’had Aly – Peristiwa yang sempat mengguncang dan meresahkan masyarakat. Yang disebabkan ulah orang-orang musyrik, tapi menjadi pelajaran yang berharga bagi kaum muslim, yaitu menjadikan mereka orang yang teguh, mulia, dan bersihnya jiwa. Peperangan ini terjadi pada bulan Sya’ban tahun 6 Hijriah. Latar belakang perang ini ketika Nabi mendapat informasi bahwa pemimpin Bani Mushthaliq yaitu Al-Harits bin Abu Dhirar, mempropokasi kaumnya untuk memerangi umat muslim. Kemudian, Rasul mengutus Buraidah bin al-Aslami untuk mengecek kebenaran informasi tersebut. Buraidah pergi menemui Al-Harits bin Abu Dhirar dan mengorek informasi darinya.

Tepat dua hari sebelum berakhirnya bulan sya’ban, Rasulullah saw. merekrut para sahabat dan langsung cepat-cepat berangkat. Sementara itu, ada golongan orang-orang munafik yang juga ikut bergabung dengan beliau. Namun, mereka tidak pernah ikut bergabung dalam peperangan sebelumnya. Al-Harits bin Abu Dhirar juga mengirim mata-mata untuk mendeteksi pasukan kaum muslimin. Tapi, mata-mata tersebut tertangkap oleh pasukan kaum muslimin dan dibunuh.

Saat Al-Harits bin Abu Dhirar dan pasukannya mendengar keberangkatan Rasulullah saw. beserta pasukannya dan terbunuhnya mata-matanya, maka ia dilanda ketakutan yang luar biasa. Beberapa kabilah Arab yang sebelumnya ikut bergabung dengan Al-Harits, akhirnya melepaskn diri. Rasulullah tiba di Muraisi’, sebuah mata air yang mereka punya di Qudaid. Orang-orang muslim sudah bersiap untuk berperang, Rasulullah membariskan barisan mereka. Kemudian bendera Muhajirin diserahkan kepada Abu Bakar dan bendera Anshar diserahkan kepada Sa’d bin Ubadah. Tak berapa lama mereka saling melemparkan panah, saling menyerang dan Rasulullah memerintahkan kaum Muslimin untuk melakukan serangan secara serentak. Sehingga Al-Harits dan pasukannya mampu ditundukan, pasukannya baanyak yang terbunuh kaum perempuan dan anak-anak ditawan, dan binatang ternak dirampas. Sementara korban dari pasukan Muslim hanya satu orang yang terbunuh, korban tersebut dibunuh oleh orang Anshar karena dikira termasuk pasukan kaum Musyrikin. Namun, menurut Ibnu Qayyim, bahwasannya itu hanya dugaan semata. Tidak ada pertempuran diantara mereka, Rasulullah hanya mengepung hingga mereka menyerah kemudian menawan para wanita dan anak-anak.

Menurut Syeikh Shafiurrahman al-Mubarakfuri dalam kitab “Rahiqul Makhtum” menyatakan bahwa Di antara tawanan tersebut ada salah seorang perempuan yang bernama Juwairiyah binti Al-Harits, yang memimpin mereka. Kemudian Tsabit bin Qais ingin menebusnya dengan uang tebusan, namun Rasulullah yang menebusnya lalu menikahinya. Karena pernikahan tersebut, orang-orang muslim membebaskan 100 orang dari keluarga Bani Musthaliq yang telah masuk Islam, dan mereka dianggap sebagai besan Rasulullah saw.

 Peristiwa lainnya yaitu fitnah yang disebarkan oleh Abdullah bin Ubay bin Salul seorang pemimpin munafiqin dan rekan-rekannya, yaitu mengenai istri Rasulullah saw., Siti Aisyah difitnah berselingkuh. Sebelum Rasulullah melakukan perjalanan, seperti biasa beliau mengadakan undian bagi istri-istrinya, siapa yang akan mendampingi beliau bepergian. Istri yang namanya keluar dalam undian itu, dialah yang berhak menemaninya dalam perjalanan. Pada perang Bani Musthaliq, kali ini Rasulullah ditemani oleh Aisyah karena namanyalah yang keluar. Dengan bobot tunuh Aisyah yang tidak berat. Ketika itu Aisyah duduk di dalam sekedup di atas unta. Setelah permasalahan Bani Musthaliq selesai, Rasulullah beserta rombongan kembali ke Madinah. Sesampainya di dekat Madinah, beliau berhenti untuk sekedar beristiahat di suatu tempat. Tidak lama kemudian beliau melanjutkan kembali perjalanan menuju Madinah.

Pada saat itu Aisyah pergi keluar untuk berhajat, yang pada saat itu Aisyah menggunakan kalung yang terdapat batu akik dari kota Zhifar. Ketika selesai berhajat, ternyata kalung yang dipakainya terlepas tanpa disadarinya. Maka, aisyah kembali ketempat rombongannya tadi untuk mencari kalung yang hilang. Namun sayang, kalung tersebut tidak berhasil ditemukan. Pada saat itu rombongan sudah bergerak melanjutkan perjalanan. Kemudian Aisyah kembali ke tempat berhajat tadi, untuk mencari kalungnya sehingga berhasil ditemukan. Dan rombongan sudah tidak terlihat lagi saat itu.

Kemudian Aisyah menetap ditempat tersebut dan tertidur. Saat tertidur, tiba-tiba Shafwan bin al-Muaththal as-Sulami berjalan melintas yang memang sengaja berjalan dibelakang kaum Muslimin untuk memenuhi kebutuhannya. Kemudian Shafwan mengampiri Aisyah yang kebetulan ia melihat wajahnya sebelum hijab diwajibkan saat itu. Dengan mengucap kalimat Istirja dan menanyakan prihal ketertinggalannya tersebut. Kemudian ia menyuruh Aisyah untuk menaiki untanya dan ia menuntun unta tersebut.

Pada saat rombongan sedang beristirahat di Madinah, datanglan Shafwan dengan menuntun unta yang membawa Aisyah. Ketika itulah para penyebar berita hoax dari kalangan munafiq bahwa Aisyah telah melakukan perselingkuhan di belakang Nabi dengan Shafwan. Maka, gemparlah seluruh penjuru Madinah, tetapi Aisyah sendiri tidak mendengar apapun mengenai gunjingan tentang dirinya karena setelah sampai di Madinah beliau menderita sakit. Berita itu sampai terdengar ketelinga Rasulullah dan Abu Bakar, namun tidak menyeritakannya kepada Aisyah.  Tetapi ada hal yang tidak biasa dari mereka, di mana Aisyah tidak lagi merasakan keramahan Beliau. Sebab, biasanya ketika Aisyah sakit Rasulullah saw. sangat menyayanginya dan sangat ramah. Namun kali itu, beliau tidak memberikannya kepada Aisyah dan hanya sekedar menanyakan keadaannya saja tidak lebih.

Ketika Aisyah meminta izin untuk pulang kepada orang tuanya dan dirawat oleh ibunya, Rasulullah tidak melarangnya sedikitpun. Sehingga Aisyah sakit selama 20 hari yang hanya dirawat oleh ibunya. Hingga suatu malam, Aisyah ditemani oleh Ummu Misthah binti Abu Ruhm bin Muthalib bin Abdu Manaf untuk berhajat. Dan pada saat itu pula Aisyah mendengar cerita dari Misthah mengenai gunjingan yang disebarkan oleh orang-orang Munafiq tersebut terhadap dirinya. Aisyah tak menyangka bahwa fitnah itu menyebar luas dikalangan masyarakat. Aisyah tidak jadi buang hajat dan segera kembali  ke rumah. Aisyah terus menangis hingga dia mengira tangisannya akan menghentikan detak jantungnya. Ibunya tidak mengatakan apapun tentang hal itu kepada Aisyah.  Kemudian Rasulullah datang sambil mengucapkan syahadatain, lalu bersabda. “Wahai Aisyah, telah kudengar berita begini begitu terhadap kamu, kalu memang engkau bebas dari tuduhan tersebut tentu Allah akan membebaskanmu.

Kemudian aisyah beranjak berbaring ketempat tidur dan saat itu pula turunlah wahyu kepada Rasulullah surat An-Nur ayat 11 yang menjelaskan berita bohong tersebut:

“Sesungguhnya orang-orang yang membawa berita bohong itu adalah dari golongan klian juga. Janganlah kalian kira bahwa berita bohong itu buruk bagi kalian, bahkan ia adalah baik bagi kalian. Tiap-tiap seseorang dari mereka mendapat balasan dari dosa yang dikerjakan. Dan siapa di antara mereka yang mengambil bagian yang terbesar dalam penyiaran berita bohong itu, baginya adzab yang besar.”

Turunnya wahyu tersebut sama seperti sebelum-sebelumnya ketika beliau menerima wahyu, tubuh yang bertetesan keringat. Setelah itu berucaplah beliau kepada Aisyah “Bergembiralah, wahai Aisyah, sesungguhnya Allah telah membersihkan dirimu dari tuduhan”. Lalu ibunya berkata kepada Aisyah: Bangunlah! Sambutlah beliau!, Maka Aisyah menjawab: “Demi Allah, aku tidak akan bangun menyambut beliau. Aku hanya akan memuji syukur kepada Allah. Dialah yang telah menurunkan ayat al-Quran yang menyatakan kebersihanku.”

Dalam peperangan ini dapat kita ambil pelajaran:

  1. Ketentuan syariat tentang pembagian ghanimah kepada anggota pasukan, setelah dari Al-Salb dan panglima bagian (Al-Khums).
  2. Hukum ‘Azl ketika bersetubuh dan hukum “pembatasan kelahiran”.
  3. Tindakan Rasulullah dalam mengatasi masalah yang ditimbulkan Abdullah bin Ubayy bin Salul
  4. Peristiwa Ifki telah menjadi mata rantai paling busuk dari rangkaian serangan musuh-musuh Islam terhadap Rasulullah saw., dan peristiwa tersebut merupakan peristiwa paling menyakitkan yang dihadapinya.

 

Referensi

Ibnu Hisyam, Siroh Nabawiyah, terjemah Samson Rahman, Jakarta: Akbar Media Eka Sarana, 2018.

Sa’id Muhammad Ramadhan Al-Buthi, Fiqh Siroh Nabawiyah, terjemah Ainu Rofiq Sholeh Tamhid, Jakarta: Rabbani Press, 1999.

Shafiurrahman Al-Mubarakfuri, Sirah Nabawiyah, Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 1997.

Aburedza, “Perang Bani Mustaliq : Peristiwa Fitnah Ke Atas Ummul Mukminin Aisyah”, https://aburedza.wordpress.com/2011/05/08/perang-bani-mustaliq-peristiwa-fitnah-ke-atas-ummul-mukminin-aisyah-r-anha/

Oleh : Munir Akbar, Semester V

Leave a Reply