MASTAMA 2021: Trilogi dan Struktur Pengurus Pondok Pesantren Asshiddiqiyah Jakarta

MASTAMA 2021: Trilogi dan Struktur Pengurus Pondok Pesantren Asshiddiqiyah Jakarta

Ma’had Aly – Mastama (Masa Ta’aruf Mahasantri) Mahad Aly Sa’iidusshiddiqiyah Jakarta tahun 2021 pada hari kedua (Senin, 9/8) di Perpustakaan Asshiddiqiyah Jakarta diisi oleh dua pemateri. Materi pertama yang berlangsung dari pukul 09.00-10.00 WIB dan bertema “Kepesantrenan” itu disampaikan langsung oleh Lurah Pondok Pesantren Asshiddiqiyah Jakarta, Ustaz Husni Mubarok, Lc, MA.

Ma’had Aly Sa’iidusshiddiqiyah Jakarta adalah salah satu lembaga yang terdapat di dalam Pondok Pesantren Asshiddiqiyah, oleh karena itu memahami dan mengerti tentang Pondok Pesantren Asshiddiqiyah sangatlah penting bagi Mahasantri.

Materi dibuka dengan pemaparan beliau mengenai trilogi Asshiddiqiyah; yaitu berakhlak mulia, berbahasa internasional, serta menguasai Iptek dan Imtaq. Tiga pendidikan tersebut akan mengarahkan santri menjadi pribadi yang dalam imannya, kuat taqwanya, dan bermanfaat bagi lingkungannya.

Selanjutnya, Ustadz alumni Universitas Al-Azhar itu mengerucutkan penjelasan menjadi tiga bagian pokok, yaitu: tentang posisi dan fungsi lurah, komposisi warga pesantren, dan attitude pesantren.

Posisi Lurah dalam Pondok Pesantren Asshiddiqiyah yaitu sebagai kepala bidang pengasuhan (aktifitas sehari-hari, sosial dan cara berakhlak santri). Lurah Pondok adalah penghubung antara pimpinan dengan wali santri, lurah juga berfungsi sebagai koordinator pesantren. Dalam hal pengoordiniran santriwati, Ustaz Husni Mubarok, Lc., M.A. sebagai lurah putra dibantu oleh Ustazah Durrotun Nafisah, S.Pd.I., M.M. sebagai lurah putri. Sedangkan dalam menjalankan tugasnya, Lurah memiliki sebuah struktur miniatur lurah atau tangan panjang lurah yang biasa disebut dengan “wali asuh”. Wali asuh adalah Ustaz/zah yang berfungsi sebagai wakil orang tua santri tiap kamar dan menjadi penghubung antara wali santri dengan lembaga-lembaga yang ada di pesantren.

“Layaknya orang tua santri, wali asuh harus mampu mengondisikan santri agar tertib dan disiplin dalam menjalankan kegiatan pondok pesantren dari mulai bangun tidur hingga tidur kembali. Bukan hanya itu, dalam hal psikologi santri, wali asuh harus mampu lemah lembut, perhatian dan merangkul sebagaimana ibu, tegas sebagaimana ayah, dan terkadang memanjakan layaknya kakek dan nenek. Dalam menghadapi  wali santri pun, wali asuh harus mempunyai kemampuan khusus yakni harus mampu berkomunikasi secara diplomatis, lugas, dan memikat agar kepercayaan wali santri terhadap pondok pesantren meningkat,” papar Pak Lurah Pondok itu.

Penjelasan yang kedua adalah tentang komposisi pesantren. Ustaz Husni memaparkan bahwa Pondok Pesantren Asshiddiqiyah Jakarta terdiri dari beberapa komponen, yaitu:

Keluarga Wakif                  

Keluarga yang mewakafkan tanahnya untuk pembangunan pondok pesantren, keluarga wakif tinggal di sekitar asrama putra.

Ahlul Ma’had

  1. Pendiri                     :  Almarhum Almaghfurlah Dr. K.H. Noer Muhammad Iskandar, S.Q. (Abah Yai)
  2. Istri pendiri             :  Ibu Nyai Hj.  Nur Djazilah, B.A. (Ibu Nyai)
  3. Putra-putri pendiri   : 
    • K.H. Ahmad Mahrus Iskandar, B.Sc. (Gus Mahrus, Khadimul Ma’had)
    • Ning Zidna Khairo Amalia, S.Ud. (Istri Gus Mahrus)
    • Gus Muhsin Ibrahim Iskandar, S.Pd. (Gus Muhsin)
    • Ning Nurul Izza Muthoharoh, S.E. (Istri Gus Muhsin)

Pimpinan                            

Yang memimpin lembaga-lembaga pondok pesantren (Mudir Ma’had Aly, Kepala SMP, Kepala MA, Kepala Ma’had Aytam, Kepala Madin, Kepala AMC, Keamanan Ponpes, dan lain-lain).

Asatidz                               

Seluruh Ustaz dan Ustazah yang mengajar di Pondok Pesantren Asshiddiqiyah Jakarta.

Santri                                  

Terbagi menjadi santri SMP dan MA, santri Ma’had Aytam, dan santri Ma’had Aly (mahasantri).

Karyawan                          

Semua komponen yang menyupport terhadap fasilitas dan   jalannya pondok pesantren, seperti tukang dan orang dapur.

“Anggaplah keluarga wakif seperti keluarga Abah Yai, hormati dan muliakan beliau-beliau,” tambah Ustadz asal Demak itu.

Pembahasan yangterakhir adalah tentang attitude pesantren. Menjadi mahasantri harus mampu memiliki dua sikap utama, yaitu inspiratif dan kolaboratif.

“Menjadi inspiratif, berarti harus bisa memberikan teladan kepada adik-adik di bawahnya dalam segala hal, baik dalam hal semangat belajar, ibadah (mengaji dan salat berjamaah), omongan (jangan pernah berkata kotor dan jorok ataupun berbahasa binatang), sikap (bagaimana sopan dan santun kepada yang lebih tua, keluarga ndalem, asatidz, dan bagaimana bersikap kepada semua orang), juga cara berpakaian (berpakaianlah yang pantas, sopan, tidak ketat, dan sesuai dengan santri).”

“Sedangkan kolaboratif berarti mahasantri harus bisa musyarokah, membaur, bersinergi, bersama mewujudkan visi dan misi Ma’had Aly Saidusshiddiqiyah Jakarta dan Pondok Pesantren Asshiddiqiyah Jakarta,” pungkas beliau.

Kontributor : Mamluatul Hidayah, Semester III

Leave a Reply