Sejarah

Di Balik Keberanian Mu’tashim Billah, Khalifah Pendiri Kota Samarra

Ma’had Aly – Al-Mu’tasim atau juga disebut dengan Mu’tasim Billah adalah salah satu seorang pemimpin bani Abbasiyah yang terkenal kuat fisiknya dan sangat pemberani. Nama aslinya adalah Abu Ishaq Muhamad bin Ar-Rasyid bin Al-Mahdi bin Al-Manshur. Ibunya bernama Maridah. Ia lahir pada tahun 178 H. Ia adalah salah satu saudara dari khalifah Al-Ma’mun. Sebelum diangkat menjadi khalifah ia pernah menjabat sebagai gubernur Syam dan Mesir. Berkat keberaniannya ia disukai oleh Al-Ma’mun dan diangkat menjadi khalifah.

Al-Ma’mun dibaiat menjadi khalifah dan mendapat gelar Mu’tasim Billah ketika ia berada Romawi tepatnya pada bulan Rajab tahun 218 H / 10 Agustus 833 M. Masa kepemimpinannya semasa dengan khalifah Abdurrahman II bin Al-Hakam bin Hasyim bin Rabi’ yang memimpin Andalusia.

Setelah dibaiat, Al-Mu’tasim lalu menghancurkan bangunan-bangunan yang dibangun oleh Al-Ma’mun yang berada di Tawana dan mengangkut semua barang-barang yang ada di sana untuk dibawa ke Baghdad kemudian ia membakar bangunan yang tersisa disana. Hal ini bertujuan untuk menghilangkan jejak dari musuh. Ia juga memerintahkan orang-orang yang berada di Tawana agar pergi meninggalkan tempat itu. 

Pada masa kekhalifahannya dia juga melakukan hal sebagaimana yang dilakukan oleh Al-Ma’mun yaitu memberi hukuman terhadap orang-orang islam yang tidak mau mengganggap bahwa Al-Qur’an sebagai makhluk, ia juga memerintahkan para tokoh-tokoh agama, untuk mendidik anak-anak belajar akan paham tersebut. Al-Mu’tasim tidak segan-segan membunuh dan mencambuk siapa saja yang menentang paham bahwa Al-Qur’an adalah makhluk. Imam Ahmad Bin Hambal adalah salah satu dari kalangan ulama yang menentang paham tersebut akhirnya ia dihukum cambuk tepatnya pada tahun 220 H.

Pada tahun ini pula Al-Ma’mun  memindahkan kotanya yang semula berada di Bagdad ke Sara man Ra’a ( yang kemudian dikenal dengan kata Samara, yang artinya adalah yang melihat akan senang). Faktor yang mendasari ia memindahkan kota tersebut bahwa ia sibuk mencari orang-orang yang berasal dari turki, ia banyak memerintahkan pasukanya melakukan pencarian ke berbagai tempat demi mendapatkan orang-orang turki. Setelah itu ia memberikan pakaian yang terbuat dari sutera dan berbagai hiasan dan emas. Orang-orang Turki tersebut seringkali memacu kuda-kudanya di kota Baghdad sehingga kota tersebut terasa sempit. Maka dari sinilah orang-orang penduduk Baghdad mendesak kepada Al-Mu’tasim agar orang-orang turki yang ada dikota Baghdad di usir, jika tidak maka penduduk Baghdad akan memeranginya mengunakan panah bersihir. Hal inilah yang mendasari dia memindahkan kota Bagdad ke Samara

Pada tahun 223 H, Al-Mu’tasim melakukan peperangan ke negeri Romawi. Peperangan menimbulkan kerugian yang sangat besar di pihak Romawi yang belum pernah terjadi sebelumnya dan belum pernah dilakukan seorang khalifah manapun. Pasukan Al-Mu’tasim berhasil menghancurkan benteng-benteng dan bangunan-bangunan kerajaaan Romawi. pada peneyerangan itu kurang lebih tiga ribu tentara Romawi terbunuh dan tiga puluh ribu menjadi tawanan. Sebelum terjadi peperangan tersebut dia diramalkan oleh seorang ahli nujum bahwa Al-mu’tasim akan mengalami kekalahan dalam perang tersebut, akan tetapi kenyatanya berbeda dengan yang diramalkan Al-Mu’tasim berhasil mengalahkan Romawi. Hal ini menunjukan betapa sangat gigih dan kuat tekatnya.

Dengan kekuatan dan kehebatan Al-Mu’tasim bukan berarti ia tidak mengalami masalah dalam kepemerintahannya. Pada awal masa pemerintahanya ia mengalami pemberontakan yang dilakukan oleh kaum Alawiyin. Tokoh yang memimpin pemberontakan ini adalah Muhamad Al-Jawad bin Ali Ar-Ridha, imam kesembilan dari Kaum Syiah Imamiyah. Akan tetapi tak lama kemudian ia meninggal pada tahun 220 H. Setelah itu muncul tokoh sesorang yang memberontak Al-Mu’tasim ia bernama Muhamad bin Al-Qasim bin Ali bin Umar bin Ali bi Husain bin Ali yang berada di Kufah. Ia mengajak orang-orang untuk mendukung Ar-Rodho dari kalangan keluarga Rasululah saw. Maka banyak orang-orang yang mendukungnya. Akhirnya Al-Mu’tasim mengirim Abdullah bin Thahir untuk menyelidiki Muhamad bin Qasim dan orang-orang yang ikut bersamanya. Akhirnya kedua belah pihak bertemu di sebuah lembah yang benama Thaliqan dan terjadilah peperangan. Muhamad bin Qasim orang-orang yang ikut bersamanya mengalami kekalahan dan ia pun ditangkap dan di penjara.

Al-Mu’tasim memiliki kisah hidup yang panjang, ia dikenal dengan “Si Serba Delapan (al-Mutsammin)”.  Disebut demikian karena ia menjadi khalifah ke delapan, ia keturunan ke delapan dari anak Al-Abbas, dia adalah anak ke delapan dari Ar-Rasyid, berkuasa pada tahun 218 H, berkuasa selama delapan tahun delapan bulan delapan hari, ia lahir pada tahun 178 H, hidup selama empat puluh delapan tahun, ia berhasil membuka delapan wilayah, ia membunuh delapan musuh, ia meninggal dengan meninggalkan delapan anak laki-laki dan delapan anak perempuan.

Dia banyak melakukan hal-hal yang baik, kalimat-kalimatnya sangat fasih dan mempunyai syair-syair yang bagus. Hanya saja ketika ia marah dia tidak akan peduli tentang siapa yang ia hadapi bahkan tega membunuhnya. Dia juga terkenal sangat kuat. Ibnu Abi Daud pernah berkata: Al-Mu’tasim pernah menjulurkan lengannya kepadaku seraya berkata: “Wahai Abu Abdullah, gigitlah lenganku ini dengan sekuat tenaga, sesungguhnya gigitanmu tidak akan melukaiku. Maka Ibnu Abi Daud pun menggigitnya, maka benar saja bahwa tangan Al-Mu’tasim tidak mempan digigit. Selain itu juga Al-Mu’tasim adalah orang yang tidak mempan dipukul dan ia pernah memegang tangan laki-laki dan mematahkannya.

Semasa hidupnya Al-Mu’tasim banyak mengalami berbagai keberhasilan khususnya di bidang kekuatan tentara yang ia miliki. Selain, itu dia dikenal juga sebagai sang pembangun kota Samara yang megah dan memiliki arsitektur yang indah. Setelah banyak mengalami keberhasilan dan memberikan banyak jasa bagi kekhalifahan Abbasiyah akhirnya ia meninggal pada hari kamis 18 Rabi’ulawal tahun 227 H. setelah ia meninggal kekhalifahan diberikan kepada anaknya yang bernama Al-Wastsiq Billah.

 

Referensi

Muhamad Al-Khudhari, Daulah Abbasiyah. Terj. Masturi Irham dan Abidun Zuhri, Jakarta: PUSTAKA AL-KAUTSAR, 2016. 

Abdul Syukur Al-Zizi, Sejarah Terlengkap Peradaban Islam, Depok: Noktah, 2017. 

As-Syuthi, Tharikh Khulafa’, Terj. Samson Rahman, Jakarta: PUSTAKA AL-KAUTSAR , 2000. 

Ahmad Al-‘Usairy, Sejarah Islam,Terj. Samson Rahman, Jakarta: AKBAR MEDIA, 2016. 

Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta: Rajawali Pers, 2016. 

Oleh: Wahid Husaini, Semester V

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *