Dinasti Mamluk di Mesir (1250 -1517 M)

Dinasti Mamluk di Mesir (1250 -1517 M)

Ma’had Aly – Dalam cataan sejarah, pemerintahan Islam telah mengalami pasang surut. Hal ini disebabkan dengan silih bergantinya dari satu khalifah ke khalifah lain, dari satu dinasti ke dinasti lain. Mulai dari masa dinasti Umayyah bertahta, kemudian digantikan oleh dinasti Abbasiyah dan diikuti dengan kepemimpinan dinasti-dinasti berikutnya. Setelah memasuki pertengahan abad ke-12 terjadilah suatu perubahan yang sangat derastis yang membawa situasi baru politik pemerintahan di dunia Islam. Jika pada pada masa kekhalifahan Umayyah mereka mengembangkan sistem kearaban. Maka lain halnya dengan dinasti Abbasiyah, mereka mulai mengembangkan sistem multi bangsa dengan memberikan kekuasaan kepada bangsa di luar Arab, misalnya pada bangsa Turki dan bangsa Persia.

Pada masa dinasti Umayyah belum terdapat daulah-daulah kecil, sedangkan pada masa dinasti Abbasiyah sudah terdapat daulah-daulah kecil walaupun masih mengakui supremasi dan kewibawaan khalifah Abbasiyah, misalnya daulah Bani Buwaihi dan Bani Saljuk. Pada masa pertengahan abad ke-12, daulah-daulah kecil berubah menjadi kesultanan yang masing-masing berdiri sendiri tanpa suatu ikatan spiritual dengan khalifah pusat, sehingga sistem politik pemerintahan telah bergeser pula dari dominasi Arab ke dominasi non-Arab.

Dalam proses pergantian dinasti ini, munculah dinasti Mamalik di Mesir. Dinasti ini berkuasa selama kurang lebih 267 tahun dari tahun 1250 M-1517 M. Periode Mamluk ini menjadi terkenal karena dinasti ini melakukan penyempurnaan sistem militer budak setelah Abbasiyah.

Dalam buku “Ensiklopedi Agama dan Filsafat”, Mochtar Effendi menuliskan bahwa dinasti Mamalik ini berasal dari golongan hamba atau yang dimiliki oleh para sultan dan amir, yang dididik secara militer oleh tuan mereka. Dalam sejarah Islam, raja-raja yang berasal dari budak ini disebut Mamalik, atau oleh literatur barat disebut Mamluk.

Dinasti Mamluk yang memerintah di Mesir dibagi menjadi dua, yaitu Mamluk Bahri dan Mamluk Burji. Adapun Sultan pertama dinasti Mamluk Bahri adalah Izzuddin Abaik. Sedangkan, Sultan yang terkenal dari dinasti ini antara lain adalah Qutuz, Baybars, Qalawun, dan Nasir Muhammad bin Qalawun. Baybars merupakan sultan dinasti Mamluk Bahri yang berhasil membangun pemerintahan yang kuat dan berkuasa selama 17 tahun. Dinasti Mamluk Burji kemudian mengambil alih pemerintahan dengan Sultan Mamluk Barji yang terakhir yaitu sultan as-Salih Hajii bin Sya’ban. Sultan pertama penguasa Dinasti Mamluk Burji ialah Barquq pada 1382 M-1399 M.

Dinasti Mamluk Mesir ini berhasil mengalahkan bangsa Mongol, merebut dan mengislamkan kerajaan Nubia (Ethiophia), serta menguasai pulau Cyprus dan Rhodos. Dinasti Mamluk Mesir berakhir setelah al-Asyras Tuman Bai, sebagai sultan terakhir yang dihukum gantung oleh pasukan Turki Utsmani.

Di dalam buku “Ensiklopedi Tematis” yang dituliskan Amany Burhanuddin Umar Lubis menyebutkan bahwasanya golongan budak yang menjadi awal bakal berdirinya Dinasti Mamluk ini adalah para budak yang dimiliki oleh para sultan dan amir pada kesultanan Bani Ayyub. Para budak ini berasal dari Asia kecil, Persia, Tukistan, dan Asia Tengah. Mereka terdiri dari suku-suku bangsa Turki, Rusia, Kurdi, Syracuse dan bagian kecil dari bangsa Eropa. Pada mulanya, mereka adalah orang-orang yang ditawan oleh penguasa Dinasti Ayyubiyah sebagai budak, kemudian dididik dan dijadikan tentara. Para budak ini ditempatkan tersendiri yang terpisah dari masyarakat. Oleh penguasa Ayyubiyah yang terakhir, yaitu Al-Malik al-Shaleh, mereka dijadikan tentara dan pengawal untuk kelangsungan kekuasaannya. Pada masa ini, mereka mendapatkan hak-hak istimewa, baik dalam hak imbalan materil maupun dalam hak ketentaraan.

Dinasti Mamluk yang pertama, Mamluk Bahri, berasal dari kawasan Kipchak (Rusia Selatan), Mongol, dan Kurdi. Mereka ditempatkan di pulau Raudhah di pingggiran sungai Nil. Karena penempatan mereka inilah mereka dikenal dengan julukan Mamluk Bahri (budak laut/air). Golongan yang kedua dinamakan dengan Mamluk Burji. Para budak ini berasal dari etnik Syracuse di wilayah Kaukasus. Golongan kedua inilah yang berasal bertahan untuk berkuasa di Dinasti Mamluk.

Dalam buku “Sejarah Peradaban Islam”, yang dituliskan Badri Yatim disebutkan bahwa, nama dinasti Mamluk Bahri ini dinisbatkan untuk para budak yang terletak disebuah pulau di tepian sungai Nil, yaitu pulau Raudhah. Pulau Raudhah ini dilengkapi dengan senjata, pusat pendidikan, dan latihan militer. Sejak saat itu, dinasti Mamluk ini dikenal dengan Al-Mamalik al-Bahriyyah (para budak lautan). Dalam sejarah dinasti Mamluk ini, ada seorang budak wanita yang bernama Syajar ad-Dur yang sangat berambisi menjadi seorang sultan. Ia adalah Istri al-Shaleh, sultan dinasti Ayyubiyah. Syajar ad-Dur mengambil alih kekuasaan setelah suaminya meninggal dunia dalam pertempuran melawan pasukan Louis IX di Dimyath, Mesir. Putra mahkota Turansyah ketika itu sedang  berada di Syam. Untuk menjaga semangat pasukan Islam, sang istri menyembunyikan berita kematian suaminya. Setelah Turansyah tiba di Mesir untuk berkuasa, ia dibunuh oleh pengikut Syajar ad-Dur.

Setelah itu, Syajar ad-Dur naik tahta, namun kepemimpinannya hanya berlangsung 80 hari karena mendapatkan kecaman keras dari khalifah al-Mu’tashim di Baghdad. Yang menurut tradisi kekhalifahan bahwa perempuan tidak boleh menjadi pemimpin pemerintahan. Untuk menghadapi kemelut ini lalu ia kawin dengan Izzuddin Ayabek at-Turkuman, seorang pemimpin Mamalik yang terkenal dan menyerahkan tampuk kekuasaan kepada suaminya dengan harapan ia tetap berkuasa. Sejak itu resmilah pembentukan dinasti Mamalik di Mesir dan Izzuddin Ayabek Sebagai sultan yang memerintah selama tujuh tahun (1250-1257 M). Namun karena ia dianggap terlalu memonopoli kekuasaan dan terutama setelah rencananya untuk mengawini salah seorang putri dari Mousul, menimbulkan sakit hati dan amarah istrinya Syajar ad-Dur lalu ia berusaha membunuh suaminya dan usaha ini berhasil dilakukan pada 25 Rabiul Awal 655 H/ 12 April 1257 M. akan tetapi putra Izzuddin yang bernama Nuruddin bin Ayabek berhasil menuntuk balas kematian ayahnya dengan membunuh ibu tirinya memalui perantara beberapa inang istana.

Setelah Syajar ad-Dur dibunuh oleh anak tirinya maka beralihlah kekuasaan kepada Nuruddin bin Ayabek. Akan tetapi karena usianya yang masih terlalu muda (11 tahun), ia mengundurkan diri dari jabatanya dan digantikan oleh wazirnya, Saifuddin Qutuz. Pada masa itu juga, tentara Mongol Tar-Tar dibawah kepemimpinan Hulagu Khan berhasil menyerang kota Baghdad dan membunuh khalifah Al-Mu’tashim Billah. Setelah berita itu sampai ke Mesir berkumpulah para Ulama dan Panglima perang untuk menurunkan Nuruddin bin Ayabek dan mengangkat Saifuddin Qutuz sebagai penggantinya demi menangkis serangan tentara Mongol Tar-Tar ke Mesir.

Menurut Abdul Syukur al-Azizi di dalam “Sejarah Terlengkap Peradaban Islam”, Kesultanan Mamluk Burji dimulai setelah berhasil menggulingkan sultan terakhir dari Mamluk Bahri, Shalih Hajj bin Asyraf Sya’ban, dan sebagai sultan pertama adalah Barquq (1389-1517 M). tidak ada perbedaan antara Mamluk Bahri dan Burji dalam segi pemerintahan, setelah sultan Barquq meninggal digantikan oleh putranya yaitu sultan Al-Nashir Faraj (1399-1405 M).

Dalam buku yang ditulis oleh Badri Yatim “Ringkasan Sejarah Islam”, disebutkan bahwasanya dinasti Mamalik mencapai banyak kemajuan berkat kewibawaan dan kepribadian para sultan yang sangat tinggi, loyalitas masyarakat dan loyalitas para militer kepada negara, solidarits sesama militer, stabilitas keamanan negara yang bebas dari ancaman dan gangguan dari luar. Akan tetapi, setelah semua itu menjadi pudar dan menipis, mulai pula dinasti ini sedikit demi sedikit mengalami kemunduran.

Dinasti Mamalik ini berkuasa kurang lebih 267 tahun melewati 47 sultan dengan frekuensi pergantian pimpinan sebanyak 53 kali. Kemunduran dinasti ini bermula dari peralihan kekuasaan dari tangan Mamalik Bahri ke Mamalik Burji. Kemunduran ini secara garis besar disebabkan oleh dua faktor yaitu: pertama faktor internal dan kedua faktor eksternal.

Secara internal, diawali dengan menurunnya solidaritas antara sesama militer. Hal ini dipicu oleh kehadiran Mamluk Burji dari Circassia yang dibawa oleh sultan Qalawun. Apalagi setelah Mamluk Burji ini berkuasa solidaritas dan disiplin tentara merosot, dan secara militer Mesir sudah menjadi lemah. Penguasa Burji banyak diantara mereka yang bermoral rendah, tidak menyukai ilmu pengetahuan, hidup bermewah-mewah dan berpoya-poya, korupsi uang negara mengangikabtkan pajak dinaikan, akibatnya semangat kerja rakyat menjadi menurun dan perekonomian negara merosot dan tidak stabil. Kondisi ini semakin diperparah dengan datangnya musim kemarau panjang dan berjangkitnya berbagai wabah penyakit.

Sacara eksternal, kemunduran tersebut disebabkan oleh penemuan Tanjung Harapan di Afrika Selatan oleh Vasco dan Gama (Portugis) pada tahun 1498 yang dijadikannya sebagai jalur perdagangan dari negeri-negeri penghasil rempah-rempah. Akibatnya, jalur pelabuhan rempah-rempah dari India ke Eropa menyebabkan pelabuhan besar Kairo dan Syiria laut laun menjadi sepi sehingga penghasilan negara dari sektor pelabuhan semakin merosot.

Faktor lain sebagai penyebab langsung kemunduran dan kehancuran dinasti Mamalik adalah munculnya kekuatan baru dari kerajaan Utsmani dalam suatu pertempuran sengit di luar kota Kairo pada tahun 1517 M. Wilayah Mesir jatuh kedalam kekuasaan Turki Utsmani, bahkan Mesir dijadikan salah satu provinsinya. Hal ini berlangsung sampai akhirnya Napoleon Bonaparte dari Perancis mencaploknya dari Turki Utsmani.

Melalui suksesi kepemimpinan sebanyak 53 kali melewati 47 sultan, dinasti Mamalik dapat mengukir sejarah dengan mengembangkan kekuasaannya selama kurang lebih 267 tahun dan mencapai keberhasilan-keberhasilan di berbagai hal, baik itu dibidang ilmu pengetahuan, pemerintahan, ekonomi maupun seni dan kebudayaan. Kemajuan inilah yang justru menjadi mata rantai yang menghubungkan umat Islam pada periode sesudahnya dengan peradaban klasik, yang melahirkan ilmuan-ilmuan terkenal dibidangnya masing-masing.

Namun demikian, prestasi gemilang ini akhirnya menghadapi suatu kenyataan pahit sejak berkuasanya Mamalik Burji yang menyebabkan merosotnya solidaritas sesama militer. Selain itu, para sultan tidak mempunyaikemampuan dibidang pemerintahan, berakhlak buruk, melakukan korupsi, sehingga memperburuk perekonomian dan stabilitas dalam negeri serta memperlemah kekuatan militer. Akibatnya, mereka tidak mampu lagi membendung serangan kerajaan Utsmani sehingga riwayat besar dinasti Mamalik di Mesir tinggal kenangan.

 

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Syukur Al-Azizi. 2017. Sejarah Terlengkap Peradaban Islam. Yogyakarta: Noktah

Amany Burhanuddin Umar Lubis. 2002. Ensiklopedi Tematis. Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve

Badri Yatim. 2000. Sejarah Peradaban Islam. Cet. XI, Jakarta: Raja Grafindo Persada

__________ 2001. Sejarah Peradaban Islam; Dirasat Islamiyah II. Jakarta: Raja Grafindo Persada

Mochtar Effendy. 2001. Ensiklopedi Agama dan Filsafat. Palembang: Universitas Sriwijaya

Oleh, Fahris Faizin, Semester V

Leave a Reply