Terbentuknya BPUPKI dan Tokoh-Tokoh Pencetus Pancasila

Terbentuknya BPUPKI dan Tokoh-Tokoh Pencetus Pancasila

Ma’had Aly – Pada bulan Agustus 1944, posisi Jepang semakin memburuk sehingga menyebabkan jatuhnya kabinet Tojo pada tanggal 17 Juli 1944. Lalu Jenderal Kunsiki Kaiso diangkat sebagai penggantinya. Untuk menghadapi situasi krisis yang semakin menjadi, pemerintah penduduk Jepang di Jawa , di bawah pimpinan Letnan Jendral Kumakichi Harada, mengumumkan pembentukan Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) pada tanggal 1 Maret 1945. Tujuannya adalah untuk mempelajari dan menyelidik hal-hal penting yang berhubungan dengan pembentukan negara Indonesia merdeka. Diketuai oleh K. R. T. Radjiman Wediodiningrat pada tanggal 28 Mei 1945 BPUPKI diresmikan.

BPUPKI mulai mengadakan sidang untuk merumuskan undang-undang dasar. Ketua BPUPKI Dr. Radjiman Wediodiningrat meminta pandangan para anggota mengenai dasar negara Indonesia merdeka yang akan dibentuk. Ada tiga anggota yang yang memenuhi permintaan ketua yaitu Mr. Moh. Yamin, Dr. Mr. Soepomo, dan Ir. Soekarno.

Dalam pidatonya, Mr. Moh. Yamin mengemukakan lima “Asas Dasar Negara Kebangsaan Republik Indonesia” yaitu:

  1. Peri kebangsaan.
  2. Peri kemanusiaan.
  3. Peri ke-Tuhanan.
  4. Peri kerakyatan.
  5. Peri kesejahteraan rakyat.

Sedangkan Dr. Mr. Soepomo sendiri mengajukan dasar Negara Republik Indonesia sebagai berikut:

  1. Persatuan.
  2. Kekeluargaan.
  3. Keseimbangan lahir dan batin.
  4. Musyawarah.
  5. Keadilan rakyat.

Istilah Pancasila sendiri mulai muncul pertamakali pada tanggal 1 Juni 1945 ketika Ir. Soekarno menyampaikan pidato pada masa sidang pertama BPUPKI yang membahas tentang dasar Negara Indonesia, dengan urutan sebagai berikut:

  1. Kebangsaan.
  2. Internasionalisme.
  3. Mufakat.
  4. Kesejahteraan.
  5. Ketuhanan.

Tanggal 22 Juni 1945 Panitia Sembilan memutuskan “Rumusan Pancasila”. Panitia Sembilan tersebut adalah:

  1. Soekarno.
  2. Mohammad Hatta.
  3. A. A. Maramis.
  4. Abikoesno Tjokrosoejoso.
  5. Abdoel Kahar Moezakir.
  6. A. Salim.
  7. Achmad Soebardjo.
  8. H. Wahid Hasjim.
  9. Mohammad Yamin.

Adapun rumusan Pancasila dalam alinea ke-4 Piagam jakarta tersebut adalah sebagai berikut:

Kemudian dari padaitu-maka disusunlah Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan  rakyat dengan berdasar kepada ke-Tuhanan, dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi para pemeluk-pemeluknya, menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat dalam kebijaksanaan perwakilan serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Rumusan dasar negara tersebut pada sidang Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) pada tanggal 18 Agustus 1945 diubah atas usul wakil ketua PPKI Drs. Mohammad Hatta, dengan menghilangkan anak kalimat di belakang ke-Tuhanan yang Maha Esa, yang berbunyi “dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi para pemeluk-pemeluknya”. Dengan perubahan tersebut maka menjadilah:

Kemudian dari pada itu-maka disusunlah Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada ke-Tuhanan yang Maha Esa, menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat dalam kebijaksanaan perwakilan serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Dalam buku yang berjudul Pancasila 1 Juni dan Syariat Islam, Hamka Haq menuliskan bahwa sila itu merupakan hasil kompromi antara ideologi Islam dan ideologi kebangsaan yang mencuat selama rapat BPUPKI berlangsung. Ki Bagoes Hadikoesoemo menilai bahwa kemerdekaan Indonesia diraih juga berkat perjuangan umat Islam. Ia tetap bersikukuh untuk mempertahankan tujuh kalimat tersebut. Akan tetapi ia berhasil dibujuk dengan mengingatkan adanya ancaman pemisahan diri dari beberapa tokoh wilayah Indonesia Timur tersebut. Akhirnya dengan dengan berat Ki Bagus bisa menerimanya dengan syarat bahwa ialah yang menentukan rumusan sila pertama Pancasila setelah tujuh kalimat tersebut dihapus. Ki Bagus tidak memilih kata “ke-Tuhanan” saja, tetapi menambahkan “Yang Maha Esa” hingga menjadilah “Ketuhanan Yang Maha Esa” dan pada tanggal 10 November 2015 Ki Bagus Hadikusumo mendapatkan gelar sebagai pahlawan nasional.

 

Oleh Deni Setiawan, Semester IV

Leave a Reply