Ummu Salamah r.a.: Wanita Cerdas, Pandai, dan Berpandangan Tajam

Ummu Salamah r.a.: Wanita Cerdas, Pandai, dan Berpandangan Tajam

MAHADALYJAKARTA.COM – Hindun binti Abu Umayyah bin Mughirah bin Abdullah bin Umar bin Makhzum bin Yaqhzab bin Murrah Al-Makhzumiyah atau sering kita kenal dengan Ummu Salamah, r.a. Ia termasuk wanita yang pertama kali hijrah sebelum menjadi istri Nabi Muhammad saw. 

Ummu Salamah r.a. dibesarkan di tengah keluarga yang sangat terpandang dan menghimpun dua sisi kemuliaan sekaligus, yakni kedermawanan dan kegagahan. Sejak kecil, ia menampakkkan kepribadian yang kuat dan pantas menjadi wanita terhormat juga berparas cantik. Ketika dewasa, seorang pemuda Quraisy terpandang dan dikenal sebagai kesatria penunggang kuda meminangnya. Pemuda itu bernama Abdullah bin Abdul Asad bin Hilal bin Abdullah bin Umar bin Makhzum atau biasa dikenal dengan sebutan Abu Salamah r.a. Ibunya adalah Barrah binti Abdul Muthalib bin Hasyim, Bibi Nabi Muhammad saw. 

Kehidupan Ummu Salamah r.a. selalu bergelimang kesenangan dan kebahagiaan, hidup makmur dan sejahtera. Suaminya pun sangat menyayanginya. Namun, setelah kedatangan Islam, ia dan suaminya meninggalkan segala kenikmatan tersebut berganti dengan kenikmatan jiwa yang lain (beriman kepada Allah Swt.). Ummu Salamah r.a. juga merupakan orang yang ikut hijrah ke Habasyah. Saat itu orang-orang kafir Makkah menindas kaum muslim sehingga Nabi Muhammad saw. memerintahkan para sahabat dan kaum muslim untuk hijrah ke sebuah negeri yang dipimpin oleh raja yang adil.

Nabi Muhammad saw. bersabda yang artinya, “Sesungguhnya di negeri Habasyah ada seorang raja yang tidak akan membiarkan siapa pun dizalimi di hadapannya. Pergilah ke negerinya dan menetaplah di sana hingga Allah Swt. memberikan jalan keluar bagi persoalan kalian.“ Dalam riwayat lain dinyatakan bahwa Ummu Salamah r.a. berkata, “Ketika kami tiba di Habasyah, kami mendapat perlindungan yang sangat baik dan sebaik-baik pelindung, yakni Raja Najasyi. Kami dapat menjalankan keyakinan agama dengan aman, bebas beribadah kepada Allah Ta’ala tanpa ada yang berani menyakiti ataupun mendengar sesuatu yang tidak kami sukai…”

Setelah negara Islam berdiri di Madinah dan kaum muslim diperbolehkan untuk berjihad melawan musuh-musuh agama Allah Swt. Abu Salamah r.a. segera bergabung dengan barisan mujahidin ke medan jihad. Ia ikut dalam Perang Badar dan Perang Uhud, di Perang Uhud inilah ia terluka di lengan karena terkena anak panah Abu Usamah Al-Jusyami. Setelah Perang Uhud selesai, kabilah Bani Asad bin Khuzaimah ingin menyerang kaum muslim sehingga Nabi Muhammad saw. segera mengirim pasukan sariyah (pada awal bulan Muharram 4 H.) yang terdiri dari 150 tentara dari kaum Muhajirin dan Anshar dengan Abu Salamah r.a. sebagai pemimpin pasukan. Abu Salamah r.a melakukan penyerbuan mendadak terhadap Bani Asad bin Khuzaimah di perkampungan mereka. Kaum muslim berhasil merampas sejumlah unta dan kambing lalu kembali ke Madinah dengan selamat tanpa harus bertempur. Namun, sepulang dari sana, luka Abu Salamah r.a semakin parah sehingga membuat dirinya meninggal dunia.

Baca Juga: Abu Bakar Ash-Shiddiq Sang Dermawan Pembela Islam

Di detik-detik kematian suaminya, dari Ziyad bin Abu Maryam, Ummu Salamah r.a berkata, “Aku mendengar bahwa jika seorang istri ditinggal mati oleh suaminya, sementara suaminya itu menjadi penghuni surga, lalu istrinya tidak menikah lagi maka Allah Swt. akan mengumpulkan mereka kembali di dalam surga. Karena itu, aku akan bersumpah bahwa engkau tidak akan menikah lagi (seandainya aku yang mati lebih dulu) dan aku tidak akan menikah lagi setelah engkau mati.“ Abu Salamah r.a. bertanya, “Apakah engkau mau taat kepadaku?” Ummu Salamah r.a. menjawab, “Ya.” Abu Salamah r.a. berkata kembali, ”Jika aku mati lebih dulu maka menikah lagilah. Ya Allah, jika aku mati maka berilah Ummu Salamah seorang suami yang lebih baik dariku yang tidak akan membuatnya sedih dan tidak akan menyakitinya.”

Ketika Abu Salamah r.a. meninggal dunia, Ummu Salamah r.a. berkata, “Siapakah orang yang lebih baik dari Abu Salamah?” Abu Bakar r.a. dan Umar bin Khatab r.a. pun memberanikan diri untuk meminang Ummu Salamah r.a., tetapi keduanya ditolak dan  Allah Swt. menggantinya dengan Nabi Muhammad saw. Sejak pertama kali membangun rumah tangga bersama Nabi Muhammad saw., Ummu Salamah r.a. langsung dapat beradaptasi dan memainkan perannya dalam mengurus pekerjaan rumah tangga dengan baik sekali. Ia dikenal sangat cerdas, pandai, memiliki pandangan yang tajam dan pemahaman yang mendalam. Selain itu, ia selalu berusaha dengan gigih agar dapat membahagiakan dan menyenangkan Nabi Muhammad saw.

Kecerdasan Ummu Salamah r.a. tampak saat usai ditandatangani perjanjian damai antara Nabi Muhammad saw. dan kaum musyrik Makkah. Saat itu, Nabi Muhammad saw. memerintahkan para sahabat untuk menyembelih hewan kurban dan mencukur rambut. Beliau, mengulang perintah itu hingga tiga kali, tapi tak satu pun sahabat berdiri dan mengikuti perintahnya. Kemudian Ummu Salamah r.a. berkata, “Wahai Nabi Allah, apakah engkau ingin sahabat-sahabatmu mengerjakan perintahmu? Keluarlah, dan jangan berbicara dengan siapa pun sampai memutuskan semua yang disarankan istrinya itu, yakni menyembelih hewan kurban dan mencukur rambut, ketika para sahabat melihat beliau melakukannya maka mereka langsung bangkit untuk menyembelih hewan kurban dan mencukur rambut.

Ummu Salamah r.a. juga pernah menjadi penyebab keadilan Nabi Muhammad saw. untuk memaafkan anak pamannya, Abu Sufyan bin Haris dan anak bibinya, Abdullah bin Abu Umayyah, ketika mereka berdua hendak menemani Nabi Muhammad saw. di Abwa. Keistimewaan lainnya, Ummu Salamah r.a. pernah melihat Malaikat Jibril a.s. dalam rupa dihyah dan ia juga dianggap sebagai salah satu ulama generasi sahabat karena mendengar langsung bacaan Al-Qur’an dan ucapan-ucapan Nabi Muhammad saw. dari lisan beliau langsung. Ia juga menjadi rujukan para sahabat dalam persoalan hukum dan fatwa, jumlah hadist yang diriwayatkan Ummu Salamah r.a. berjumlah 378 hadist.

Baca Juga: Peristiwa Terbunuhnya Husain di Karbala

Selain kecerdasan, Ummu Salamah r.a. juga memiliki beberapa keistimewaan, yakni sangat memiliki sifat penyayang dan senantiasa bahagia jika dapat memberi kabar gembira kepada sekitarnya dan mereka merasa senang dan bahagia. Ia pernah menyampaikan kabar gembira kepada Abu Lubabah bahwa Allah Swt. menerima tobatnya karena telah melanggar perjanjian dengan Nabi Muhammad saw. dalam Perang Khandaq kemudian ia bertobat dengan mengikat dirinya pada tiang masjid. 

Ummu Salamah r.a. hidup sampai usia 90 tahun dan mengalami pemerintahan Khuafa’ Rasyidin hingga pemerintahan Yazid bin Mu’awiyah. Imam Adz-Dzahabi berkata, “Dia adalah ummul mukminin yang paling terakhir meninggal dunia.” Ia mengalami masa pembunuhan Al-Husain, setelah itu ia meninggal dunia pada tahun 61 H. (//)

REFERENSI:

As-Suhaibani, Shuwar min Siyar Ash-Shahaabiyyat. Hlm 177.

Ahmad Khalil Jum’ah, Nisa’Ahlil Bait. Hlm. 225-226.

Adz-Dzahabi, Siyar A’laam An-Nubalaa. Vol.2, Hlm. 205.

Ibnu Jauzi, Al-Mujtaba minal Mujtaba, Hlm, 93.

Ibnu Sa’ad , al-Thabaqat al-Kubra, jld. 8, hlm. 86; Ibnu Habib Muhammad, al-Muhabbar, jld 1, hlm. 83.

Mahallati, Riyahin al-Syariah, jld. 4, hlm. 375.

Syekh Muhammad, Hisham Kabbani and Laleh Bakhtiar (1998). Encyclopedia of Muhammad’s Women Companions and the Traditions They Relate Chicago: ABC International Group. Hlm. 461-462.

Kontributor: Nurul Amalia Ren’el, Semester 6

Penyunting Bahasa: Isa Saburai

Leave a Reply