Peristiwa Terbunuhnya Husain di Karbala

Peristiwa Terbunuhnya Husain di Karbala

Peristiwa pertumpahan darah ahlul bait di Karbala yang menyisakan luka bagi kalangan Syi’ah, cucu Rasulullah saw. yang bernama Husain terbunuh secara tragis beserta ahlul bait lainnya. Dulu ketika Rasulullah saw. mendengar bahwa Fatimah (putri Rasulullah saw.) melahirkan seorang bayi laki-laki, beliau bergegas ke rumah Fatimah, namun sesampainya di rumah Fatimah justru beliau nampak sedih. Kemudian meminta Asma’ binti Abu Bakar untuk membawakan bayi itu kepada Rasulullah saw. Rasulullah saw. menangis saat itu, karena beliau mengetahui apa yang akan terjadi pada cucunya kelak, dan menceritakan kepada Asma’ kelak cucu beliau akan dibunuh oleh orang-orang yang dzalim dengan tragis. Rasulullah saw. berpesan kepada Asma’ agar berita ini tidak sampai telinga putrinya.

Setelah tujuh hari kelahiran, anak tersebut dibri nama. Husain juga disembelihkan dua domba dan bersedekah seberat potongan rambut Husain. Begitu beranjak dewasa, Hasan dan Husain mulai terlihat kemiripannya dengan kakeknya. Ali berkata bahwa Hasan memiliki kesamaan dengan Rasulullah saw., mulai kepala sampai dadanya, sedangkan Husain memiliki kemiripan mulai dada sampai kakinya. Bukan hanya fisik yang turun dari Rasulullah saw. kepada cucunya, namun watak kesabaran menurun kepada Hasan, dan kedermawaan juga keberanian menurun kepada Husain.

Suatu ketika Rasulullah saw. masuk ke dalam kamar Ummu Salamah (salah satu istrinya), dan berkata kapada Salamah agar tidak ada yang masuk ke dalam kamar. Namun Salamah tidak dapat mencegah Husain yang masih kecil sehingga Husain dapat masuk ke kamar dan bersandar ke dada Rasulullah saw. Saat itu Rasulullah saw. menerima wahyu dari Jibril, dan di genggaman Rasulullah saw. ada segumpal tanah lalu diberikan kepada Salamah, seraya memberi tahu bahwa beliau baru saja mendapat wahyu. Beliau berpesan kepada Salamah agar menjaga tanah tersebut, kelak apabila dilumuri darah maka pertanda Husain wafat. Salamah meminta kepada Rasulullah saw. agar kejadian tersebut tidak terjadi kepada Husain. Namun sebelum Salamah meminta Allah tetap mentakdirkan Husain terbunuh dan Allah menjanjikan kedudukan paling tinggi tanpa satu pun yang menyamainya. Syi’ah akan mendapatkan syafaat Husain di hari pengadilan, golongan Syi’ah akan diselamatkan dan Imam Mahdi adalah keturunannya.

Pada masa Khalifah Ali, Mu’awiyah selalu memberontak demi kedudukan sebagai khalifah, sehingga darinya peperangan tidak dapat dihindarkan. Pengikut Ali pecah menjadi dua kelompok, pendukung Ali disebut Syi’ah dan kelompok yang tidak sepemikiran dengan Ali bernama Khawarij. Setelah Ali terbunuh, kepemimpinannya diserahkan kepada putranya yaitu Hasan. Pada saat kepemimpinan Hasan, Mu’awiyah juga tidak menerima keputusan tersebut dan akhirnya Hasan menyerahkannya kepada Mu’awiyah tanpa peperangan, karena Hasan tidak ingin terulang pertumpahan darah. Pada waktu pembaiatan, Hasan dan Mu’awiyah menyepakati perjanjian bahwa setelah Mu’awiyah menjadi pemimpin, kekuasaan tersebut harus dikembalikan kepada ahlul bait.

Seiring berjalannya waktu, Hasan terbunuh dengan cara diracun oleh istrinya sendiri, Ja’dah al-Asy’ats pada bulan Ramadhan tahun 40 H/660 M. Mu’awiyah ingkar janji dengan mengangkat putranya, Yazid bin Mu’awiyah menjadi penggantinya sebelum Mu’awiyah wafat. Namun ahlul bait, sebagian masyarakat Kufah, serta kaum Syi’ah tidak mau membaiat Yazid. Setelah mendengar pembaiatan Yazid, sekelompok yang tidak setuju dengan pembaiatan berkumpul di rumah Sulaiman Ibn Surad al-Khuzai. Ia adalah sesepuh Kufah yang merundingkan kesepakatan mengundang Husain datang ke Kufah untuk dibaiat. Dari rundingan tersebut mereka memutuskan dua kurir yang akan mengantarkan surat ke Makkah untuk Husain, yaitu ‘Abdullah Ibn Masma, seorang pejuang yang gagah berani, dan ‘Abdullah Ibn Walin at-Taymi, seorang bangsawan Kufah yang terkenal dengan kezuhudannya. Kedua utusan mengadakan perjalanan ke Makkah untuk memberikan surat kepada Husain, sepuluh hari sebelum memasuki bulan Ramadhan keduanya berhasil memberikannya pada Husain. Isi dalam surat tersebut adalah agar Husain mau datang ke Kufah, dan masyarakat Kufah akan membaiatnya sebagai pemimpin. Setelah membaca surat tersebut Husain tidak langsung menuju ke Kufah, namun beliau mengutus Muslim bin Aqil untuk pergi ke Kufah dengan ditemani dua orang dari kabilah bani Qais.

Dalam perjalanannya menuju Kufah, Muslim bin Aqil tersesat, namun Muslim bin Aqil tetap teguh untuk mencari jalan menuju ke Kufah. Dalam perjalanannya, Muslim bin Aqil menulis surat kepada Husain yang menyatakan ada sesuatu yang akan menimpa kepadanya dan meminta Husain agar mengirimkan orang untuk menggantikan posisinya. Husain pun membalas surat tersebut menguatkan Muslim agar segera menghilangkan rasa takut yang menyelimutnya. Muslim bin Aqil pun melanjutkan perjalanan menuju arah danau milik Bani Tha’i dan akhirnya memilih untuk menginap di rumah al-Mukhtar, pemimpin kaum Syi’ah yang setia kepada Husain. Setelah mengetahui bahwa Muslim bin Aqil tiba di Kufah, kelompok Syi’ah segera datang ke rumah al-Mukhtar untuk memberikan penghormatan kepada Muslim bin Aqil. Selang beberapa hari Muslim bin Aqil diminta untuk menghadap Ibnu Ziyad. Muslim bin Aqil tidak mau memberi salam kepada Ibnu Ziyad karena Muslim tidak mengakuinya sebagai amirnya. Setelah melihat sikap Muslim, ia berkata bahwa baik Muslim memberi salam ataupun tidak, nasibnya tetap dieksekusi. Muslim bin Aqil tidak merasa takut mendengar pernyataan dari Ibnu Ziyad. Sebelum dieksekusi Muslim bin Aqil berwasiat kepada ‘Umar ibn Sa’ad ibn Abi Waqqash, bahwa ia memiliki hutang 700 dirham kepada beberapa orang. Ia juga meminta tolong agar jasadnya dikuburkan, dan meminta kepada Umar bin Sa’ad agar mengirimkan kurir kepada Husain. Setelah mendengar wasiat dari Muslim, Umar bin Sa’ad memberitahu kepada Ibnu Ziyad, terbongkarlah rahasia Muslim bahwa Husain akan sampai di Kuffah.

Pada 2 Muharram 61 H, Husain dan kelompok dari Makkah tiba di Karbala. Hari kedua di Karbala, al-Hurr ibn Yazid mengirim surat kepada Ubaidillah ibn Ziyad yang memberitahu bahwa Husain sudah sampai di Karbala. Pada saat itu kelompok Husain dikepung dan tidak boleh minum dari sungai Eufrat, sebab itu kelompok Husain mengalami kehausan yang cukup parah. Kelompok Husain terdiri dari tiga puluh penunggang kuda dan empat puluh pejalan kaki. Husain memerintahkan Zuhayr al-Qayn untuk memimpin sayap kanan, sedang di sayap kiri Husain mengutus Habib al-Muzahir al-Asadi. Pada saat itu Yazid bin Mu’awiyah mengutus Ubaidillah ibn Ziyad untuk membunuh Husain, Ziyad mengirim pasukan yang berjumlah empat ribu orang yang dipimpin oleh Umar bin Abi Waqqash. Kelompok Ziyad cukup besar hingga kelompok Husain terkepung diserbu dan banyak orang terluka parah. Dari kelompok Ziyad, Husain ibn an-Numayr al-Tamimi meluncurkan panah mengenai mulut Husain, Abu Ayyub al-Ghanawi memanah Husain mengenai tenggorokannya, Zar’a Ibn Syuraik menebas tangan Husain, Sinan Ibn Annas menusukkan lembing ke dada Husain, Saleh ibn Wahab menusukkan lembing tepat di rusuk Husain. Beliau jatuh seraya berusaha melepas panah yang menancap di tenggorokan beliau. Syimr bin Dzil Jausyan berani memenggal kepala cucu Rasulullah saw. sementara orang lain mundur tidak berani. Pada 10 Muharram 61 H, Husain wafat secara tragis dengan kepala diletakkan di wadah dan diserahkan kepada Ziyad.

Referensi

  1. ‘Alamdar, Sayyid Husein (Penerjemah). 2001. Karbala Kisah Kesyahidan Cucu Rasulullah saw – al- Husain (as). Ahl al-bayt (as) Islamic Cultural Services (AICS).
  2. Yatim, Badri.2008. Sejarah Peradaban Islam Dirasah Islamiyah II. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
  3. As- Suyuthi, Imam (Penerjemah). 2014. Tarikh Khulafa’ Sejarah Para Khalifah. Jakarta: Qisthi Press

Oleh : Siti Wahidatun Naimah, Semester V

Leave a Reply