Meneladani Spirit Jihad Sahabat Nabi Pada Saat Perang Uhud

Meneladani Spirit Jihad Sahabat Nabi Pada Saat Perang Uhud

Salah satu perang besar yang terjadi pada masa pemerintahan Nabi Saw di Madinah adalah perang Uhud. Perang yang terjadi antara kaum muslimin Madinah yang dipimpin Nabi Saw dengan pasukan Quraisy Mekkah. 

Perang uhud terjadi pada sabtu, 15 Syawwal tahun ke-3 Hijriah, sekitar bulan Januari tahun 625 kalau dimasehikan. Uhud sendiri merupakan nama sebuah gunung yang masyhur di Madinah, berjarak sekitar 3 mil dari pusat kota Madinah. 

Dengan personil lebih garang, 3000 tentara dengan persenjataan mentereng (pada zamannya), 3000 unta pengangkut barang, 700 baju perang, dan 200 penunggang kuda (kavaleri). Diikuti dengan  17 wanita (dalam riwayat lain 15) yang membawa alat-alat tetabuh, gendang dan semacamnya, untuk menyemangati dalam berperang. Jumlah tersebut seharusnya membuat mereka  “di atas angin” menghadapi pasukan muslimin.  

Jumlah pasukan muslimin pada saat itu hanya 700 orang dengan persenjataan seadanya. (Sebenarnya  tadinya pasukan muslim ada 1000, 300 pasukan muslim termakan oleh hasudan Abdullah bin Ubay bin Salul, pemimpin kaum munafik, dan pergi kembali ke Madinah).

Meski dalam perang tersebut kaum muslimin berjumlah kurang dari “sepertiga” dari lawannya jalannya peperangan tetap dikendalikan kaum muslimin. Dengan strategi apik Nabi Saw, perang yang disebabkan dendam kaum Quraisy Mekkah karena kekalahan dari perang sebelumnya tersebut sebenarnya hampir menjadi kemenangan kaum muslimin untuk kali keduanya. 

Jika  saja tidak terjadi pembelotan perintah yang dilakukan oleh sebagian besar pasukan pemanah. Kaum muslimin menderita kekalahan untuk pertama kalinya. Harga yang sangat mahal untuk pembelotan perintah tersebut karena hampir membuat Nabi Saw terbunuh.

Persiapan kaum Quraisy Mekkah sebelum perang Uhud

Sebelumnya kaum Quraisy Mekkah yang mendendam karena kalah dalam perang badar, mempersiapkan segala sesuatunya dengan baik. Langkah awal yang mereka lakukan, mereka merayu Abu Sufyan dan pemilik suaka lain yang menjadi penyebab terjadinya perang badar untuk memberikan sumbangan. Sebagai respon, mereka mendapatkan 1000 unta dan 50 ribu dinar dari Abu Sufyan dan lainnya. 

Mereka juga menyewa para penyair kondang di zamannya seperti Shofwan bin Umayyah dan Musafi’ bin Abdi Manaf Al-jamhi untuk menyemangati kaum mereka membalas dendam terhadap kaum muslimin dalam perang tersebut. Dengan jumlah 3000 personil, Quraisy Mekkah dengan kepemimpinan umum dipegang oleh Abi Sufyan bin Harb, mereka berangkat menuju Madinah.

Mimpi Nabi Saw sebelum terjadinya Perang Uhud

Abbas bin Abdul Muthalib, paman Nabi yang sebelumnya telah mengintai pergerakan dan persiapan pasukan Quraisy, mengirim surat cepat kepada Nabi Saw. Surat tersebut kemudian diterima Nabi Saw di Masjid Quba’ dengan dibacakan oleh Ubay bin Kaab. Nabi Saw memerintahkan untuk menyembunyikan kabar tersebut.

Sebelum terjadinya perang, Nabi Saw melakukan musyawarah militer dengan sahabat-sahabatnya untuk menentukan sikap yang harus diambil terkait agresi yang dilakukan Quraisy Mekkah. Nabi Saw juga mengkabarkan mimpi yang beliau lihat sebelumnya, demikian sabdanya:

وَاللهِ اِنِّيْ قَدْ رَأَيْتُ خَيْرًا, رَاَيْتُ بَقَرًا تُذْبَحُ, وَرَاَيْتُ ذُبَابَ سَيْفِيْ (طَرْفَهُ) ثُلْمًا, وَرَاَيْتُ اِنِّيْ اَدْخَلْتُ يَدَيَّ فِي دِرْعٍ حَصِيْنَةٍ, وَكَأَنِّيْ مُرْدِفٌ كَبْشًا, فَاَمَّا الْبَقَرُ فَنَاسٌ مِنْ أَصْحَابِيْ يُقْتَلُوْنَ, وَاَمَّا الثُّلْمُ الَّذِي رَأَيْتُ فِي سَيْفِي فَهُوَ رَجُلٌ مِنْ أَهْلِ بَيْتِيْ يُقْتَلُ, وَأَوَّلْتُ الدِّرْعَ الْحَصِيْنَةَ الْمَدِيْنَةَ, وَأَوَّلْتُ الْكَبْشَ بِأَنِّي أَقْتُلُ صَاحِبَ الْكَتِيْبَةِ

“Demi Allah, sungguh aku telah melihat kebaikan, aku melihat sapi yang disembelih, aku melihat ujung pedangku retak, aku melihat aku memasukkan tanganku ke baju perang yang kokoh, dan seakan-akan aku mengikuti seekor kambing besar (kabs); sapi aku takwili adalah beberapa sahabatku yang akan terbunuh, dan adapun retakan yang aku lihat di pedangku ialah akan ada dari anggota keluargaku yang terbunuh, dan aku menakwili baju perang kokoh yang aku lihat ialah madinah, dan aku menakwili kambing besar (kabs) bahwa aku akan mewafatkan pemimpin pasukan”.

Benar saja, Allah Swt me-real-kan mimpi Nabi Saw tersebut. Salah satu keluarga Nabi Saw terbunuh pada perang Uhud, Hamzah bin Abdul Muthalib, paman Nabi Saw. Dan pada perang ini pula menjadi satu-satunya perjalanan hidup Nabi Saw di mana Nabi Saw dengan tangan mulianya mewafatkan seseorang.

Dengan mimpi yang beliau lihat, Nabi Saw memberikan sebuah pilihan, ultimatum sikap yang akan diambil untuk menghadapi agresi Quraisy Mekkah. Yakni, dengan berdiam menetap di Madinah, jika kaum Quraisy Mekkah masuk ke kota, maka Nabi Saw beserta kaum muslimin akan memerangi mereka. Sebuah strategi defensive-attacking, counter attack atau kalau dalam sepak bola disebut dengan “serangan balik”.

Pendapat Nabi Saw tersebut menuai beberapa respon dari para sahabatnya. Salah satunya dari kaum muslimin yang sebelumnya tidak mengikuti perang badar. Mereka mengatakan demikian:

“Wahai Nabi, kami mengharapkan datangnya hari ini, keluarlah wahai Nabi mari kita hadapi musuh-musuh kita, agar mereka tidak menganggap kita takut menghadapi mereka”

paman Nabi Saw sendiri, Hamzah bin Abdul Muthalib. Ia mengatakan:

“Demi dzat yang menurunkan kepadamu Al-Qur’an, aku tidak akan makan makanan hari ini sampai aku menghunuskan pedangku kepada mereka di luar Madinah”

Abdullah bin Ubay bin Salul, pemimpin kaum munafik Madinah menyetujui pendapat Nabi Saw dengan berdiam diri menunggu kaum Quraisy menyerang. Namun, hal itu dilakukannya bukan semata-mata karena ia mengikuti pendapat Nabi Saw, akan tetapi karena ketidak inginannya untuk mengikuti peperangan tersebut.

Dengan respon “kesemangatan jihad” melawan musuh yang sangat tinggi dari para sahabat Nabi, Nabi Saw memutuskan tandang menjemput mereka, kaum Quraisy Mekkah di medan perang.

Referensi: 

Safiyurrrahman al-Mubarakfuri, Ar-Rahiq al-Makhtum, Riyadh: Muntada al-Tsaqafah, 2013.

Abu al-Fida al-Hafidz Ibnu Katsir, Al-Bidayah wa an-Nihayah Juz IV, Beirut: Maktabah al-Maarif, 1991.

Abdussalam Muhammad Harun, Tahdzib Sirah Ibnu Hisyam, Beirut: Daar al-Kutub al-Ilmiyah, 2018.

Abu Ja’far Muhammad bin Jarir at-Thabari, Tarikh at-Thabari Juz II, Mesir: Daar al-Ma’arif, (Tanpa tahun terbit).Al-Mutahhir bin Tahir al-Maqdisi, Kitab al-Bad’i wa at-Tarikh Juz IV, Maktabah at-Tsaqafah ad-Diniyah, (Tanpa kota dan tahun terbit).

Kontributor: Alwi Jamalulel Ubab, Semester V

Leave a Reply