Mengulik Memori Hitam NKRI Pasca Independensi

Mengulik Memori Hitam NKRI Pasca Independensi

Mahad Aly – Peristiwa gerakan 30 September tahun 1965 atau yang kemudian dikenal dengan G30S/PKI, merupakan kejadian tragis yang tidak pernah dilupakan oleh bangsa ini, baik oleh kalangan TNI, kalangan NU maupun PKI itu sendiri. Tragedi tersebut masih membekas  karena sangat mengerikan dan menyakitkan, sehingga pemerintah merasa perlu mengadakan edukasi tentang hal berkaitan agar tidak terulang. Adapun salah satu upaya yang ditempuh pemerintahan Soeharto ialah menghimbau bangsa Indonesia untuk menonton video dokumenter G30S/PKI di setiap akhir bulan September. Tujuannya ialah supaya masyarakat memahami bahwasannya Indonesia berulang-ulang kali diserang oleh para pengkhianat bangsa. Itulah juga alasan mengapa penulis mencoba membahas isu ini selain karena PKI merupakan kelompok subversif (bughat).

Genap sudah lima puluh empat tahun bangsa Indonesia melewati masa kelam tersebut. Sejarah hitam masyarakat Indonesia yang tidak pantas terulang kembali sampai kapanpun. Partai Komunis Indonesia yang merupakan salah satu partai tertua di Indonesia dan sekaligus terbesar ketiga di dunia setelah RRC dan Uni Soviet, waktu itu telah berulang kali menguji kekuatannya dengan melakukan coup d’etat pada kepemimpinan presiden Sukarno. Partai ini terbentuk tahun 1929 tanggal 23 Mei tepatnya, dengan melambangkan palu dan arit sebagai identitas bendera mereka.

Aksi Perdana PKI

Mayoritas masyarakat Indonesia memahami bahwa terjadinya pengkhianatan oleh PKI ialah pada tahun 1965, yakni tepat dua tahun sebelum Presiden Soekarno lengser dari kursi kepresidenannya. Padahal, diakui atau tidak ternyata PKI telah beraksi jauh sebelumnya, yaitu tahun 1926 dan selanjutnya tanggal 18 September 1948 atau yang dikenal dengan peristiwa Madiun. Serangkaian peristiwa panjang tersebut sejak 1926 ketika PKI mulai memberontak dan kaitannya dengan pemberontakan di Madiun 1948, hingga pemberontakan 1965, merupakan satu rangkaian, yang agenda, strategi serta pelakunya sama, berkesinambungan dalam sebuah estafeta yang rapi dan terencana.

“..Genjer-genjer neng ledokan pating keleler

Genjer-genjer neng ledokan pating keleler

Emake dhole teko teko mbubuti genjer

Oleh sak tenong mung kur sedhot seng tolah-toleh..”

Entah apa sebab lagu di atas ini selalu disangkut-pautkan dengan Partai Komunis Indonesia. Memang, tidak ada masalah dengan penisbatan lagu Genjer terhadap partai terlarang tersebut. Padahal jika kita melihat dari liriknya sangatlah jelas di dalamnya tidak ada unsur lain selain menceritakan tentang nuansa pedesaan. Konon, lagu ini selalu dinyanyikan dalam acara atau kegiatan tertentu terutama oleh kalangan Gerwani (Gerakan Wanita Indonesia). Satu gerakan organisasi PKI dari kaum hawa. Dapat dikatakan bahwasannya PKI juga memiliki underbow selain Gerwani, seperti CGMI, BTI, SOBSI, serta Pemuda Rakyat sama halnya dengan Masyumi yang memiliki underbow seperti GPII, HMI dan PII.

Sebelum membahas peristiwa ini terlampau jauh, sebetulnya apa komunis itu? Dalam ilmu politik, komunis merupakan sebuah ideologi, paham yang beranggapan bahwa masyarakat tergolong menjadi dua kelas, pertama kelas pemodal dan kedua kelas buruh atau proletar. Paham ini dikemukakan pertama kali oleh Karl Marx seorang ahli filsafat asal Barat. Selain itu, paham ini merupakan reaksi Marx terhadap munculnya para kapitalis yang berusaha mengambil kendali kuasa dari berbagai sisi. Ada beberapa Negara yang sampai saat ini menerapkan ideologi ini sebagai sistem pemerintahan seperti Korea Utara dan China.  Ideologi ini melalui pernyataannya Karl Marx juga berpandangan bahwasannya agama merupakan suatu candu, yang keberadaannya dianggap terlalu mengganggu dalam sosial bermasyarakat. Ia hanya mempercayai hal-hal bersifat materil namun tidak mengakui adanya hal-hal gaib seperti roh, neraka, alam kubur dan lain-lain. Hal ini tentu saja sangat bertentangan dengan agama manapun yang meyakini adanya hal-hal selain materi seperti tersebut. Ideologi itulah yang menjadi alasan dasar mereka menghabisi kaum beragama.

Maka pada malam yang mencekam tersebut pengkhianat bangsa ini menghabisi serta para pemuka agama terutama dari pihak Islam. Adakalanya saat itu salah seorang kiai tengah ceramah dan mengajarkan ilmu pada santrinya tiba-tiba datanglah PKI ini tanpa basa-basi menghabisi semua yang ada di dalam ruangan tersebut dengan senjata api dan juga senjata tajam. Bahkan tidak tanggung-tanggung, kiai nya pun disembelih di depan santri-santri ketika penyerangan Madiun, termasuk tidak terhitung para kiai dari kalangan NU yang menjadi korbannya. Salah satu korbannya ialah KH. Shiddiq pendiri pesantren Asshiddiqien Prambon, Madiun. Maka logis lah ketika Bung Karno sebagai presiden hendak mengemukakan kabinet kaki empat, saat itu pula tokoh NU seperti KH. Idham Chalid, KH. Wahab Hasbullah menentang keras pendapat presidennya. Terlepas dari pengikut PKI yang hampir 80% memenangkan pemilu, tokoh NU tersebut tetap pada pendiriannya untuk menolak berbagi kursi dengan partai terlarang ini dengan alasan jika PKI diletakkan di bahu, maka ia akan naik pada kepala seperti yang terjadi pada negara-negara di luar.

Pada 15 Desember 1955 dalam sidang Konstiuante, NU juga berhadapan dengan PKI, terutama ketika merumuskan dasar negara yang dimulai dalam Sidang Pleno. PKI mendapatkan 90 kursi dari perebutan 500 kursi, namun ini masih menjadi momok yang menakutkan bagi kalangan NU khususnya. Karena ideologi partai yang telah jauh dari cita-cita berbangsa dan bernegara ala Pancasila. Bahkan, pentolan PKI ini DN Aidit dalam pidatonya dihadapan jutaan kadernya mengatakan, sesungguhnya Pancasila hanyalah alat pemersatu, jika kemudian rakyat telah bersatu maka Pancasila tidak diperlukan lagi. Dan apabila PKI telah berkuasa, maka mutlak rakyat akan bisa bersatu.

Pernyataan Aidit itu membuat NU semakin berhati-hati menghadapi tipu daya PKI terhadap Pancasila. Sikap itu dipertegas lagi oleh  pernyataan yang disampaikan oleh Nyoto bahwa Partai Komunis Indonensia sebenarnya menganggap lebih bijaksana apabila rumusan Sila Ketuhanan Yang Maha Esa diganti dengan  Kemerdekaan Beragama. Pernyataan itu semakin teranglah bahwa penerimaan PKI terhadap Pancasila itu bukan untuk mengukuhkan Pancasila sebagai dasar negara, tetapi lebih sebagai langkah  untuk mengubah sila-sila dalam Pancasila agar sesuai dengan prinsip Komunisme.

Maka, dengan data dan fakta yang ada, kita dapat mengambil kesimpulan bahwa Partai Komunis Indonesia telah berdiri sebelum tahun 1920-an dengan menyamar sebagai Sarekat Islam Merah untuk kemudian menampakkan diri dengan ideologi komunismenya setelah dirinya merasa memiliki kekuatan yang cukup untuk melakukan revolusi pemerintahan, dalam hal ini menentang asas Pancasila cetusan orde lama serta mencoba menggulingkan kepemimpinan presiden Soekarno itu sendiri.

Selanjutnya, penulis tidak membahas aksi ini secara mendetail oleh karena hanya bertujuan menggugah tradisi nalar mahasantri Ma’had Aly untuk mendiskusikannya pada forum-forum.

Referensi

Mun’im DZ, Abdul. 2013. Benturan NU-PKI 1948-1965. Jakarta: TIM PBNU

Baso, Ahmad. Dkk. 2017. KH. HASYIM ASY’ARI Pengabdian Seorang Kiai Untuk Negeri. Jakarta: Dirjen Kebudayaan

Surbakti, Ramlan. 1992. Memahami Ilmu Politik. Jakarta: PT Gramedia Widia Sarana Indonesia

Sulistyo, Hermawan. Palu Arit di Ladang Tebu, Sejarah Pembantaian 3 Massal yang Dilupakan (Jombang-Kediri) 1965-1966. Jakarta: Penerbit Pensil

Zuhri, Saifuddin. 1983. KH Wahab Hasbulah Bapak Pendiri NU. Yogyakarta: Pustaka Falaalhiyah.

Oleh : Ahmad Khoerul F., Semester V

Leave a Reply