Biografi Raja Ali Haji (1808-1873), Pencipta Gurindam Dua Belas

Biografi Raja Ali Haji (1808-1873), Pencipta Gurindam Dua Belas

Raja Ali Haji atau yang biasa dikenal dengan sebutan RAH mempunyai nama lengkap yaitu Raja Ali Haji Al-Haj bin Tengku Haji Ahmad bin Raja Haji Fisabilillah bin Opu Daeng Chelak. Beliau dilahirkan pada tahun 1808 M di pusat Kesultanan Riau-Lingga di Pulau Penyengat yang sekarang berada di wilayah Kepulauan Riau Indonesia, ada yang mengatakan beliau lahir di Selangor yang berada di wilayah Malaysia yang terletak di tengah-tengah Semenanjung Malaysia di Pantai Barat. Beliau merupakan anak dari Raja Ahmad Bin Raja Haji Fisabilillah dan Encik Hamidah Binti Malik, Keduanya merupakan keturunan Bugis. Beliau mempunyai beberapa saudara di antaranya adalah Raja Haji Daud, Raja Haji Umar (Raja Endut), Raja Salehah (Zaleha), Raja Cik, Raja Aisyah, Raja Haji Abdullah, Raja Ishak, Raja Muhammad Said, Raja Abu Bakar, Raja Siti, Raja Abdul Hamid, Raja Usman. Beliau dikenal dengan seorang yang ahli sejarah, ulama, pujangga, penyair, dan bapak bahasa Indonesia sebab karyanya yang sangat monumental. Beliau dibesarkan di tengah-tengah pusat Kesultanan Riau-Lingga, tempat yang merupakan pusat perkembangan ilmu pengetahuan, agama, bahasa dan sastra. Banyak para ulama yang pergi ke wilayah Riau-Lingga untuk belajar dan mengajar.

Saat masih kecil beliau belajar ilmu agama dengan ayahnya sendiri, untuk menambah keilmuannya beliau belajar dengan para ulama diantaranya yaitu Syekh Ismail Bin Abdullah, Habib Syekh As-Saqof dan Syekh Ahmad Jabarti, untuk belajar ilmu al-qur’an dan ilmu al-hadist. Raja Ali Haji selalu mengikuti apapun yang dilakukan oleh ayahnya, hingga pada 1822 beliau mengikuti sang ayah beserta rombongannya pergi ke Betawi untuk menemui Gubernur Jenderal Barun Van Der Capelien dalam urusan perdagangan dan penelitian. Pada saat di Betawi beliau melihat pertunjukan opera di gedung Schouwburg, tujuan beliau mengikuti ayahnya adalah untuk memperluas cakrawala, pengetahuan, wawasan dan pengalaman, dengan ini dapat menumbuhkan sikap yang baik. Setelah pergi dari betawi beliau muncul pemikiran-pemikiran yang dituangkan dalam karyanya beliau yaitu Tuhfat Al-Nafis.

Pada 1828 Raja Ali dan ayahnya pergi ke Makkah untuk menunaikan ibadah haji, saat itu beliau berumur 19 tahun, setelah selesai melaksanakan ibadah haji beliau bermukim di sana selama 1 tahun, beliau memanfaatkan waktu di sana untuk belajar berbagai ilmu diantaranya ilmu Bahasa Arab, beliau belajar dengan para ulama Melayu yaitu Syekh Syihabuddin Al-Banjari dan Syekh Daud Al-Fattoni. Setelah pulang dari Makkah beliau dapat menguasai berbagai ilmu dan salah satunya beliau memiliki pengetahuan yang sangat luas di bidang syari’ah Islam. Dengan itu beliau diberi amanah untuk mengurus tugas-tugas kerajaan dan ditemani oleh sepupunya yang bernama Raja Ali Bin Raja Ja’far, pada saat usia 20 tahun.

Setelah memiliki berbagai ilmu dan mengetahui keadaan melayu, Beliau mensyaratkan kepada seorang yang menjadi Kadi agar lebih mendalami ilmu al-qur’an, hadits, ijma’, nahwu, shorof, dan bahasa arab. Agar semua penetapan suatu hukum tidak ada kesalahan, bukan hanya seorang Kadi akan tetapi juga para Menteri dan Gubernur, sikap yang harus dimiliki antara lain adalah jujur, amanah, sopan santun, merdeka, dan harus beragama Islam. Sebelum abad ke 19 terdapat tradisi di melayu yang dikenal dengan “Tradisi Istana Melayu”, yaitu menafikan para penulis naskah agar tidak diketahui identitasnya, semua karyanya dianggap milik tradisi bukan milik pribadi dan pada abad ke 19 Raja Ali tersebut merubah tradisi tersebut sekarang sehingga istana tidak lagi memonopoli naskah dan tradisi tulis.

Pada 1857-1872 beliau melakukan korespondensi dengan seorang sarjana dari Jerman yaitu Herman VoN De Wall yang merupakan salah satu pegawai pemerintah Hindia-Belanda yang bertugas menyusun Bahasa Melayu-Belanda, dengan itu Raja Ali menjalin persahabatan dengannya untuk memajukan Bahasa Melayu. Kemudian mereka mulai mengumpulkan kata-kata untuk menyusun kamus dan memeriksa karya-karya sejarah. Selain itu beliau mempunyai beberapa karya antara lain:

1.Kitab Thamarat Al-Muhimmah Diyafah Li Al-Umara’ Wa Al-Kubara’ Li Ahl Al-Mahkamah ( Buah-buahan yang dicita-cita jadi jamuan bagi raja-raja dan orang-orang besar yang mempunyai pekerjaan di dalam tempat berhukum ). Kitab ini ditulis pada 1275 H/1857 M dan di terbitkan pada 1304 H/ 1886 M di Lingga. Kitab yang bertuliskan langgam huruf jawi dan berbahasa melayu yang terdiri dari 3 bagian, 79 halaman dan 17 fasal. Karya ini menjelaskan tentang Ilmu beliau di bidang ketatanegaraan, mengandung pemikiran-pemikiran penting mengenai negara dan pemerintah dan terdapat juga syair untuk merumuskan mutiara-mutiara hikmah.

2.Kitab Tuhfat Al-Nafis (Hadiah yang ternilai). Karya ini sebelumnya pernah ditulis oleh ayahnya kemudian diteruskan oleh anaknya. Pada 1847 beliau menulis karya ini dan selesai pada 25 November 1866 yang berisi tentang 1 sumber historiografi Melayu Islam terpenting, Yaitu konflik antara orang Minangkabau, Siak,dan Bugis. Kemudian pada pertengahan abad ke 18 sampai 1864 menceritakan perkembangan permusuhan antara orang Bugis dan orang Melayu di Riau. Terdapat juga konsep tentang raja yang adil dan negara yang makmur.

3.Kitab Pengetahuan Bahasa. Karya yang merupakan kamus ensiklopedia monolingual melayu yang tersusun pada 1858 M, Karya ini ditulis dengan bahasa Melayu dan Huruf Jawi. Terdapat 9 jilid dan 446 halaman yang menjelaskan tentang paparan ringkas tata Bahasa Melayu dan uraian makna kata dengan sudut pandang tasawuf. Pencetakan karya ini pada 1929 M di Mathba’at al-Ahmadiyah Press Singapura.

4.Kitab Bustanul Khatibin Lis Subyan Al-Muta’allimin (Kitab perkebunan juru tulis bagi kanak-kanak yang hendak menuntut akan belajar). Pada 1875 M beliau menulis karya ini terdapat 2 bagian yaitu mengenai tentang Penulisan tata Bahasa Melayu dan penguraian mengenai tata Bahasa Arab. Terdapat 70 halaman dan 31 fasal.

5.Gurindam Dua Belas, Pada 1846-1847 M beliau berusia 38 tahun, Karya ini terdapat 12 fasal yang berupa syair-syair berisi nasihat dan petunjuk hidup yang diridhoi Allah, Terdapat juga panduan masyarakat untuk berakhlak baik dari segi tasawuf yaitu Syari’at, Tarekat, Hakikat,dan Ma’rifat.

Setelah merintis sejarah di pulau Melayu, pada 1858 Raja Ali Abdullah Munsyi menulis surat wasiat yang diberikan kepada Raja Ali bahwa Beliau memberi amanah kepada RAH untuk memimpin segala urusan hukum Islam, lalu beliau beserta rombongan pergi ke Teluk Belangga untuk menghadiri penobatan tumenggung Johor Abu Bakar, beliau menjalankan tugas ini sampai meninggal dunia pada 1873. Makam beliau terletak di komplek pemakaman Engku Putri Raja Hamidah, makam beliau diselimuti kain kuning dan terdapat nisan yang bertuliskan Raja Ali Haji 1808-1873 dan terdapat syair-syair Gurindam Dua Belas.

Referensi:

Haji, Raja Ali. 1998. Tuhfat Al-Nafis. Kuala Lumpur: Art Printing Works

Mujib Dkk. 2003. Intelektualisme Pesantren. Jakarta: Diva Pustaka

Hassan Palawa, Alimuddin. Raja Ali Haji: Pelindung Budaya dan Pemelihara Bahasa Melayu. Vol, 10. Tidak, 1. Jurnal Ilmiah Keislaman.

Alawi, Abdullah. Bahasa Indonesia dan Raja Ali Haji. https://nu.or.id/post/read/112826/bahasa-indonesia-dan-raja-ali-haji Di akses pada 28 Maret 2021 Pukul 21:29 WIB

Haji, Raja Ali. 2004. Gurindam Duabelas dan Syair Sinar Gemala Mestika Alam. Kuala Lumpur: Adicita Karya Nusa.

Kontributor: Ika Safitri, Semester VIII

 

Leave a Reply