Umar Ibn Abdul Aziz, Sang Amirul Mukminin yang Penuh Keadilan dan Kasih Sayang

Umar Ibn Abdul Aziz, Sang Amirul Mukminin yang Penuh Keadilan dan Kasih Sayang

Khalifah Umar Ibn Abdul Aziz dilahirkan di Halwan, sebuah desa di Mesir. Ayahnya, Abdul Aziz, pernah menjadi gubernur di wilayah itu. Ibunya bernama Ummu Ashim binti Ashim bin Umar Ibn Khattab. Beliau dilahirkan pada tahun 61 H atau 63 H, namun pendapat yang paling kuat adalah tahun 61 H. Bernama Umar Ibn Abdul Aziz bin Marwan bin Hakam bin Abil Ash bin Umaiyyah bin Abdu Syams bin Abdi Manaf.

Beliau adalah seorang khalifah yang sering diberi gelar Al-Imam Al-Hafidz Al-‘Allamah Al-Mujtahid Az-Zahid Al-‘Abid As-Sayyid Amirul Mukminin Haqqan, atau Abu Hafs Al-Qurasyi Al-Umawi Al-Madani, kemudian Al-Mishri, Al-Khalifah Az-Zahid Ar-Rasyid Asyajj Bani Umayyah, dan juga disepakati sebagian para ulama sebagai Khulafaur Rasyidin kelima, juga sebagai Umar kedua, karena sifat adilnya dan beliau juga masih keturunan Amirul Mukminin Umar Ibn Khattab (dari garis ibunya), salah satu sahabat Nabi saw. (khalifah kedua setelah Abu Bakar) yang sangat berjasa dalam Islam pada zamannya. Kaum muslimin juga menyamakan kepemimpinannya dengan kakeknya, yaitu Umar Ibn Khattab, baik dalam keadilan maupun kezuhudannya. Sufyan at-Tsauri berkata, “Para khalifah itu ada lima, Abu Bakar, Umar, Utsman, Ali, dan Umar Ibn Abdul Aziz.”

Dalam riwayat lain mengatakan, bahwa Umar Ibn Abdul Aziz terkenal sebagai khalifah yang shaleh, adil dan sikapnya anti kekerasan. Beliau telah melarang mencaci maki Ahlul Bait (Ali bin Abi Thalib), baik dalam pidato maupun khutbah jum’at. Sebelumnya caci maki yang dilakukan oleh Khalifah Bani Umayyah terdahulu, Khalifah Muawiyyah bin Abu Sufyan sampai Sulaiman bin Abdul Malik, sebagai suatu kebijakan untuk menjauhkan rakyat dari pengaruh Syi’ah. Bahkan bukan sekedar cacian, namun kutukan pula yang dapat menimbulkan dendam di keluarga Syi’ah. Maka ketika Umar Ibn Abdul Aziz memegang tampuk pemerintahan, beliau segera menghapus kebijakan-kebijakan itu, mengucapkan hal-hal yang tidak baik dalam khutbah adalah tidak sesuai serta amat kasar dan keji.

Kemudian beliau mengganti caci makian tersebut dengan bacaan firman Allah swt., yaitu  :

إن الله يأمر بالعدل والإ حسان وإيتاء ذي القربى وينهى عن الفحشاء والمنكر والبغي يعظكم لعلكم تذكرون

“Sesungguhnya, Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat. Dan Allah melarang dari perbuaran keji, kemungkaran, dan permusuhan. Dia (Allah) memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran.”  (QS. An-Nahl : 90)

Berkat pertolongan Allah swt., hingga sampai sekarang bacaan ini menjadi penutup khutbah pada shalat Jum’at.

Pada wajah Umar terdapat luka bekas akibat tendangan seekor binatang sewaktu masih kecil. Ayahnya menyeka darah yang mengalir di wajahnya, seraya berkata menghibur, “Jika engkau adalah orang Bani Umayyah yang terluka di kepalanya, engkau akan menjadi orang yang bahagia”. (Diriwayatkan dari Ibnu Asakir).

Umar Ibn Khattab juga pernah berkata, “Diantara keturunanku, ada seorang anak dengan bekas luka di wajahnya. Ia akan memenuhi dunia dengan keadilan.”  Umar Ibn Abdul Aziz, meriwayatkan hadits dari ayahnya (Abdul Aziz), Anas, Abdullah Ibn Ja’far Ibn Abi Thalib, Ibn Farizh, Yusuf Ibn Abdullah Ibn Salam, Amir Ibn Sa’id Ibnu Musayyab, Urwah Ibn Zubair, Abu Bakar Ibn Abdirrahman, Rabi’ Ibn Sirah, dan lain sebagainya. Adapun orang yang meriwayatkan hadits darinya adalah az-Zuhri, Muhammad Ibn Munkadir, Yahya Ibn Sa’ad al-Anshari, Maslamah Ibn Abdil Malik, Raja’ Ibn Haiwah, dan lain sebagainya.

Umar Ibn Abdul Aziz memiliki akhlak dan postur tubuh yang amat bagus, akal yang sempurna, perilaku yang baik, politik yang bersih, berusaha keras untuk berlaku adil, banyak ilmu, ahli dalam memahami masalah, cerdas, suka bertaubat, tunduk kepada Allah swt., lurus, zuhud dengan jabatan kekhilafahannya, selalu menuturkan yang benar walaupun sedikit pendukungnya sedangkan gubernur zalim yang membencinya begitu banyak. Beliau pun mengurangi pemberian kepada amir-amir yang zhalim itu dan sering mengambil apa yang mereka rampas tanpa hak. Sampai dikisahkan ada seekor singa buas hanya duduk diam saja melihat segerombolan hewan kambing domba lewat di depannnya tanpa memangsanya, karena mengetahui betapa adilnya Umar Ibn Abdul Aziz.

Sejak kecil, Umar Ibn Abdul Aziz sudah gemar menuntut ilmu, membaca dan hadir pada diskusi para ulama. Belau juga senang berada di majelis ilmu di Madinah yang saat itu menjadi pusat ilmu pengetahuan, rasa penuh cinta dengan para ulama, ahli fikih, dekat dengan orang-orang shaleh dan jatuh cinta dengan ilmu pengetahuan sejak dini, dan salah satu tanda kecerdasan beliau adalah kesungguhannya dalam menuntut ilmu dan kesukaannya dalam sastra.

Beliau juga telah menghapal al-Qur’an sejak usia dini. Selanjutnya, ayahnya mengirimnya ke Madinah untuk mempelajari berbagai ilmu, Beliau banyak mempelajari ilmu kepada Ubaidillah Ibn Abdillah. Tatkala ayahnya meninggal, Abdul Malik (yang adalah pamannya) memintanya datang ke Damaskus untuk dinikahkan dengan putrinya yang bernama Fatimah. Sebelum menjadi khalifah, beliau terkenal akan sifatnya yang gemar berfoya-foya. Orang-orang di dekatnya tidak melihat cela pada dirinya, kecuali kebiasaan foya-foyanya dan gaya jalannya yang kelihatan angkuh. Ketika Walid menjadi khalifah Bani Umayyah, beliau diangkat sebagai Gubernur Madinah dan menjabat dari tahun 86 sampai tahun 93 H hingga kemudian dipecat dan memilih kembali ke Damaskus.

Zaid Ibn Aslam meriwayatkan dari Anas, Beliau berkata, “Aku tidak pernah shalat di belakang imam yang shalatnya nyaris mirip dengan shalat Rasul saw., kecuali anak muda  ini,” (maksudnya adalah Umar Ibn Abdul Aziz), yang saat itu menjabat sebagai gubernur Madinah. Umar Ibnu Abdul Aziz hidup dalam lingkungan yang bertaqwa, shaleh, suka menuntut ilmu, serta mengamalkan al-Qur’an dan Sunnah. Selain itu, beberapa sahabat Rasul saw. juga masih ada di Madinah. Beliau menjadi khalifah berdasarkan wasiat tertulis Khalifah Sulaiman Ibn Abdul Malik, yang adalah sepupunya sendiri. Beliau dibaiat sebagai khalifah pada bulan Shafar tahun 99 H, dan menjabat hanya selama dua tahun lima bulan, sama seperti kekhalifahan Abu Bakar as-Shiddiq. Sepanjang masa pemerintahannya, beliau memenuhi dunia dengan keadilan dan mengembalikan semua harta (Baitul Mal) yang telah diambil dengan cara yang tidak halal atau kejam. Beliau juga telah banyak melakukan kebiasaan yang baik. Tatkala namanya dinyatakan sebagai pengganti Sulaiman, beliau langsung terkulai lemas dan berkata, “Demi Allah, sungguh aku tak pernah satu kali pun memohon perkara ini kepada Allah SWT.”

Sepeninggal Umar Ibn Abdul Aziz, Yazid Ibnu Abdil Malik (Yazid II) menggantikannya lalu Dia berkata kepada Fatimah (istri Umar Ibn Abdul Aziz), “Kalau engkau mau, akan kuambilkan kembali perhiasan-perhiasanmu yang ada dalam (Baitul Mal) itu, “Fatimah menolak tawaran saudara lelakinya itu , “Tidak, aku tidak bisa melakukannya. Bagaimana mungkin aku menyatakan rela sewaktu dia (suaminya) masih hidup, tetapi menarik kerelaanku sewaktu dia (Umar) sudah meninggal?” 

Anaknya yang bernama Abdul Aziz mengisahkan, “Abu Ja’far Al-Manshur bertanya kepadaku : Berapa jumlah kekayaan ayahmu saat khilafah diserahkan kepadanya?’ Aku menjawab : 40 ribu dinar.’ Lalu dia bertanya lagi : ‘Lalu berapa kekayaan ayahmu saat dia meninggal?’ Aku menjawab : ‘400 dinar. Itupun kalau belum berkurang.”

Istrinya, Fatimah, mengatakan, “Aku tidak pernah melihatnya (Umar) mandi karena junub atau karena mimpi sejak ia menjadi khalifah, hingga wafatnya.” Fatimah, istrinya, juga menceritakan, “Setelah pulang ke rumah, ia (Umar) akan berbaring di tempat shalatnya. Ia akan menangis tiada henti sampai tertidur. Setelah bangun, ia akan menangis kembali. Demikianlah yang ia lakukan sepanjang malam.”

Ats-Tsa’labi berkata dalam kitabnya, Lathaiful Ma’arif, “Umar Ibn Khattab adalah seorang lelaki yang mencukur habis rambutnya. Demikian pula Utsman Ibn Affan, Ali Ibn Abi Thalib, Marwan Ibn Hakam, dan Umar Ibn Abdul Aziz. Setelah itu, tidak ada lagi khalifah yang habis rambut kepalanya.”

Zubair Ibn Bakar juga berkata, bahwa seorang penyair telah berkata tentang Fatimah Ibn Abdil Malik Ibn Marwan, (istri Umar Ibn Abdul Aziz) :

“Putri seorang khalifah, kakeknya juga khalifah. Saudari para khalifah, suaminya pun khalifah”

Maksudnya adalah, “Tidak ada perempuan yang memiliki nasab seperti dirinya hingga dewasa ini.”

Sifat-sifat utama yang dimiliki Umar Ibn Abdul Aziz ialah amat sangat takut kepada Allah swt., zuhud, tawadhu’, wara’, santun juga pemaaf, sabar, penyayang, tegas, adil, banyak memohon dan selalu berdoa kepada Allah swt.

Ada dua bentuk sistem keadilan (kebijakan) yang dilakukan oleh Umar Ibn Abdul Aziz :

  1. Bentuk negatif yaitu dengan mencegah kezaliman dan menghentikannya dari orang-orang yang dizalimi. Yakni mencegah pelanggaran hak orang lain yang berhubungan dengan diri, kehormatan dan juga harta, menghilangkan pengaruh tindakan zalim yang dialaminya, mengembalikan hak-haknya, menghukum pelaku kezhaliman yang memang pantas dijatuhi hukuman.
  2. Bentuk positif, yang lebih banyak berhubungan dengan Negara, yaitu dengan menjamin kemerdekaan setiap individu warga Negara dan kehidupan mereka sehingga tidak ada lagi orang tua yang diabaikan, orang lemah yang didiamkan, orang fakir yang disingkirkan dan orang takut yang diancam. Dalam Islam, semua perkara ini termasuk kewajiban penguasa.

Ayyub berkata kepada Umar Ibn Abdul Aziz, “Seandainya engkau datang ke Madinah, jika engkau wafat tentu akan dikuburkan di liang lahat keempat bersama Rasulullah SAW dan para sahabatnya.” Umar Ibn Abdul Aziz berkata, “Demi Allah, andaikan Allah swt menyiksaku dengan semua adzab kecuali neraka, itu lebih kusukai daripada diketahui Allah swt bahwa aku merasa pantas untuk dikuburkan di sisi Rasulullah saw.”

Walid Ibn Hisyam menceritakan bahwa sewaktu sakit, Umar Ibn Abdul Aziz ditanya, “Mengapa engkau tidak berobat?” Beliau menjawab, “Aku sadar telah diminumi racun. Andaikan aku sembuh cukup dengan mengusap daun telingaku atau dengan mencium wangi kasturi, sungguh aku tidak akan melakukannya.”

Ubaid Ibn Hasan menceritakan menjelang wafatnya, Umar Ibn Abdul Aziz berkata: “Keluarlah kalian dari ruangan ini, Maslamah dan Fatimah kemudian duduk di depan pintu. Orang-orang yang ada di tempat itu mendengar ia berkata, “Selamat datang kepada sosok yang bukan sosok manusia dan bukan pula sosok jin.”

Kemudian, dia membaca firman Allah swt., yaitu :

تلك الدار الأخرة نجعلهما للذين لا يريدون علوا في الأرض ولا فسادا والعاقبة للمتقين

“Negeri akhirat itu kami jadikan untuk orang-orang yang tidak ingin menyombongkan diri dan berbuat kerusakan di (muka) bumi. Dan kesudahan (yang baik) adalah bagi orang-orang yang bertaqwa.” (QS. Al-Qhashash :83)

Setelah itu, situasinya kembali tenang. Ketika orang-orang masuk kembali, ternyata khalifah Umar Ibn Abdul Aziz telah berpulang ke pangkuan-Nya kemudian kekhalifahan digantikan oleh Yazid II bin Abdul Malik, sepupunya sendiri.

Umar Ibn Abdul Aziz wafat di Dir Sim’an, di sebuah kota di Himsh, Suriah. Beliau mangkat pada tanggal 20 atau tanggal 25 Rajab tahun 101 H dalam usia 39 tahun lebih 6 bulan atau tepatnya 40 tahun. Beliau wafat akibat racun yang dimasukkan ke dalam makanannya, sebab beliau tak pernah memperhatikan makanan yang akan dimakannya, beliau diracun oleh Bani Marwan melalui pelayan suruhannya yang dijanjikan akan dihadiahi 1000 dinar dan juga dijanjikan akan dimerdekakan. Namun pastinya, Allah swt. tahu dan sangat sayang kepada Umar, sehingga ditempatkan derajat yang mulia disisi-Nya dan hasil dari perjuangan Umar yang adil ini selama menjadi pemimpin (Amirul Mukminin) terus dikenang oleh sejarah sampai saat ini.

Ada sejumlah tokoh yang meninggal pada masa kekhilafahannya, yaitu : Abu Umamah (Sa’ad) Ibn Sahl Ibn Hunaif, Kharijah Ibn Zaid Ibn Tsabit, Salim Ibn Abi Ja’d , Bisr Ibn Sa’id, Abu Utsman Ibn Abdillah ash-Shani’ani, Muslim Ibn Yasar al-Bashri, Isa Ibn Thalhah Ibn Abdillah al-Qurasyi at-Taimi (Pemuka Quraisy dan alim yang cerdik), dan lain sebagainya.

 

Oleh : Muhammad Ulin Nuha, Semester VI

Leave a Reply