MAHADALYJAKARTA.COM—
Informasi Buku;
Judul : Aminah Permata Padang Pasir
Penulis : Abdul Salam Al-Asyri
Penerbit : Republika
Asli dari : Jakarta
Cetakan : Edisi Kedua 2018
Tebal : 159 halaman
Buku ini menjelaskan bahwa sosok Aminah binti Wahab yang merupakan ibu dari Nabi Muhammad SAW bukanlah sekadar perempuan biasa. Beliau adalah perempuan yang istimewa dan perempuan yang terpilih. Sejak masa kanak-kanak, Aminah sudah memiliki pribadi yang agung. Di tengah-tengah peradaban yang masih rendah, beliau telah menunjukkan akhlak terpuji dan martabat yang tinggi. Hal itu beliau tunjukkan saat menjadi orang tua tunggal bagi Nabi Muhammad SAW. Aminah tetap tegar memikul tanggung jawab.
Ibunda Nabi Muhammad SAW dijuluki sebagai Permata Padang Pasir. Julukan tersebut disematkan kepada beliau karena sifat dan akhlaknya yang istimewa dan terpuji. Banyak pemuka dan Pemuda Quraisy yang menyuntingnya untuk dijadikan istri. Tetapi beliau menolaknya dan menginginkan pribadi suami yang memiliki akhlak yang mulia.
Buku ini juga menuliskan kisah kehidupan Nabi Muhammad SAW selama berada dalam buaian seorang ibu. Hal ini akan menjawab rasa penasaran kita tentang alasan terpilih nya seorang ibu untuk melahirkan sosok manusia mulia dalam sejarah kehidupan umat manusia. Pada bab tiga belas merupakan awal bagian dituliskan peristiwa kelahiran Nabi Muhammad SAW. Kesenangan yang tampak dari para keluarga atas kelahiran manusia yang mulia.
Peristiwa itu dijelaskan dengan sangat runtut dan epik. Percakapan yang dituliskan pun akan menjadikan pembaca merasakan betapa agung nya kelahiran Nabi Muhammad SAW. Terdapat perkataan Abdul Muthalib yang bertanya kepada dirinya sendiri. Beliau bersyukur kepada Allah SWT atas karunia yang dicurahkan kepadanya.
Abdul Muthalib berharap masa depan akan membahagiakannya dan berumur panjang, melihat Nabi Muhammad SAW tumbuh dewasa menjadi seorang pemimpin agung. Namun, Abdul Muthalib bertanya dengan gelisah, “Apakah masih ada harapan hidup lama setelah lanjut usia ini?” Dengan air mata deras, dia melanjutkan perkataannya, “ Aku adalah kakekmu, wahai Muhammad, dan orang tuamu. Apakah ajalku masih mengizinkanku untuk menyaksikan kejayaanmu yang tersebar luas? Engkau adalah Muhammad bin Abdullah dan akan menjadi nabi yang diutus dari bangsa Arab. Seorang nabi yang telah disematkan namanya, Muhammad. Ia Bukanlah orang lain yang diberi nama Muhammad oleh keluarganya, mengharap agungnya kenabian. Di antara mereka tidak terlihat apa yang aku lihat pada dirimu. Wahai Muhammad, engkau adalah nabi yang dinanti-nantikan oleh orang-orang saleh dan bertakwa. Seandainya aku masih hidup dan ada di sana, wahai Muhammad. Seandainya, wahai putra Abdullah. “
Setelah peristiwa kelahiran Nabi Muhammad SAW, di dalam buku ini terdapat Aminah yang bersiap untuk menyusui Nabi Muhammad tetapi saat beliau mendekatkan dadanya, Aminah menjumpai air susunya telah mengering, setelah sebelumnya melimpah ruah. Aminah pun heran dan memanggil Barakah, menanyakan perempuan-perempuan Arab yang bekerja menyusui bayi. Kemudian, air mata Barakah menetes, dengan hati pedih, dia menjawab, “Mereka sudah lama tidak datang, wahai tuan putriku. “
Aminah bertanya “Lantas, ada apa denganmu, wahai Barakah? Ada apa dengan wajahmu yang bermuram dan air mata menggenangi kedua matamu? Tidakkah kita sudah sepakat untuk membuang jauh-jauh kesedihan, dan mencurahkan perhatian untuk menjaga Muhammad?” Barakah pun menjawab dengan jelas kasihan, “Seandainya terdapat air susu di buah dadaku, aku pasti menyusuinya. Tidak akan aku biarkan perempuan lain memeluknya dan memberikan air susu kepadanya. “
Perasaan Aminah semakin tersentuh dengan perkataan pembantu nya. Aminah pun menjawab dengan halus, “Cukup, wahai Barakah. Semoga engkau akan menjadi istri lelaki mulia dan menjadi ibu seorang anak yang tampan. “ Dengan cepat, dia menjawab serius, “Tidak, wahai tuan putriku. Aku telah bertekad sejak melihat tuan kecilku, untuk mempersembahkan hidupku hanya untuknya. “ Dalam hati Barakah hanya tersisa cinta untuk Nabi Muhammad SAW. Apapun keadaannya.
Tak lama kemudian, datanglah rombongan sekelompok perempuan Bani Sa’ad datang ke Mekkah. Mereka mengadu nasib di Kota Mekkah bersama bayi-bayi susuan mereka. Berharap membawa pulang anak-anak bangsawan Quraisy bersama upah hasil keringat kerja menyusui. Kemudian, di antara rombongan perempuan tersebut, terdapat Halimah al-Sa’diyyah sedang menaiki keledai betina kurus sambil menggendong anaknya yang lemas dikarenakan lapar. Dan suami Halimah yang membuntuti dengan menaiki seekor unta betina tua yang tertatih-tatih.
Setiap wanita rombongan sudah mendapatkan bayi untuk disusui. Namun, hanya Halimah saja yang belum dapat. Saat dalam perjalanan pulang ke kampung halaman, Halimah berkata kepada suaminya, ‘Demi Allah, aku tidak mau pulang dengan tangan hampa tanpa membawa bayi untuk ku susui, karena semua temanku sudah mendapatkan bayi.’ Suami Halimah pun berkata, ‘Tidak apa-apa. Ambil saja bayi itu, mudah-mudahan Allah memberikan berkah pada kita semua karenanya.’
Halimah pergi menemui Aminah, ibu dari bayi yatim tersebut. Demi Allah, saat Halimah membawa bayi Muhammad di dalam pangkuannya dan menyodorkan puting susunya, ternyata air susu Halimah sangat deras tidak seperti sebelumnya. Bayi Muhammad pun minum susu hingga kenyang disusul dengan saudaranya yaitu anaknya Halimah. Keluarga Halimah pun tertidur dengan lelap.
Keesokan harinya, suami Halimah berkata, ‘Tahu tidak wahai Halimah, kau mendapatkan bayi penuh berkah?’ Halimah menanggapi, ‘Demi Allah, itulah yang kuharapkan.’ Setelah itu, mereka meninggalkan Mekkah dan menunggangi unta mereka yang sudah lanjut usia. Halimah membawa bayi Muhammad di atas unta. Unta itu melaju dengan gesit hingga mendahului hewan-hewan tunggangan rombongan. Sehingga teman-teman Halimah merasakan keheranan dengan unta yang keluarga Halimah tunggangi. Dikarenakan sebelumnya unta itu berjalan sangat lambat.
Setelah tiba di perkampungan Bani Sa’ad. Tidak ada tanah yang lebih kering dan kemarau dari tanah kampung tersebut. Namun, setelah kedatangan bayi yang mulia, kambing-kambing Halimah setiap hari merumput sampai sore hari. Keluarga Halimah bisa memerah susu kambing-kambing mereka dan meminum air susu kambing mereka. Padahal kambing-kambing milik orang lain tidak mengeluarkan setetes air susu.
Keluarga Halimah terus menerima berkah dan kebaikan dari Allah Swt hingga dua tahun penyusuan Nabi Muhammad SAW berakhir dan kemudian disapih. Nabi Muhammad SAW tumbuh dan besar di tengah lingkungan pendalaman kabilah Bani Sa’ad. Masa-masa penyapihan semakin mendekat dan waktunya untuk Halimah mengembalikan Nabi Muhammad SAW kepada ibunya di Mekkah.
Halimah pun datang bersama anak tersayang yang tengah dinantikan oleh Aminah. Saat melihatnya, sang ibu langsung mendekapnya dengan erat, seakan tidak ingin menjauhkan dari hatinya. Setelah itu, Aminah melepasnya dan menatap Nabi Muhammad SAW dengan rasa senang yang tampak sehat dan besar. Sang Penulis sangat menjelaskan secara detail tentang pengasuhan Nabi Muhammad oleh Halimah. Begitu juga dengan bagian Nabi Muhammad dikembalikan kepada Aminah diselipkan riwayat-riwayat dan pandangan dari para ahli tokoh sejarah yang terdapat pada buku ini.
Buku ini diakhiri dengan wafatnya sang ibu Rasulullah SAW yang dibalut dengan emosi kesedihan yang mendalam oleh sang penulis. Penulisan buku ini sangat mendeskripsikan seperti sebuah peristiwa yang sedang disaksikan. Pembaca akan merasakan jalinan peristiwa yang semakin dekat.
Kontributor: Halimatu Sa’diyah, semester V
Editor: Kurniawati Musoffa