ArtikelSejarah

Perkembangan Islam di Afrika Sub-Sahara: dari Jalur Perdagangan hingga Dakwah Kultural

MAHADALYJAKARTA.COM—Islam sebagai ajaran agama sekaligus fondasi peradaban, telah memberikan dampak yang luas di berbagai kawasan dunia, termasuk di Benua Afrika. Sejak awal kedatangannya, pengaruh Islam telah membawa perubahan besar dalam aspek sosial, budaya, dan politik, terutama di wilayah Afrika Utara dan Sub-Sahara. Tulisan ini akan mengulas bagaimana proses penyebaran Islam terjadi dan bagaimana agama ini mengakar kuat di tengah masyarakat Afrika, serta kontribusinya terhadap perkembangan budaya lokal.

Penyebaran Islam ke Afrika dimulai pada abad ke-7 melalui jalur penaklukan militer dan hubungan dagang. Dinasti Umayyah memegang peranan penting dalam memperluas wilayah kekuasaannya ke Afrika Utara, mencakup wilayah Mesir, Libya, Tunisia, Aljazair, hingga Maroko. Proses islamisasi tidak hanya terbatas pada penyebaran keyakinan religius, tetapi juga mencakup masuknya unsur-unsur budaya dan ilmu pengetahuan Islam ke dalam kehidupan masyarakat setempat. Kaum Berber, sebagai penduduk asli Afrika Utara, merupakan salah satu kelompok awal yang menerima Islam dan berkontribusi besar dalam memperluas penyebarannya ke wilayah lain di benua tersebut.

Masuknya Islam ke Afrika Sub-Sahara

Afrika Sub-Sahara yang merujuk pada wilayah-wilayah di selatan Gurun Sahara, memiliki sejarah Islamisasi yang panjang dan unik. Proses penyebaran Islam ke wilayah ini berlangsung melalui tiga jalur utama: jalur utara melalui Sahara, jalur timur melalui wilayah Somalia, dan jalur selatan melalui Afrika Selatan. Ketiga jalur ini mencerminkan kombinasi antara misi keagamaan, perdagangan, dan migrasi budaya.

Melalui jalur utara, Islam menyebar ke wilayah Sudan, Niger, dan Chad sejak awal abad ke 11 Masehi. Tokoh penting yang berperan besar dalam proses ini adalah Uqbah ibn Nafi’, seorang panglima muslim yang menjelajahi Gurun Sahara dan mencapai kawasan Sudan, Ghana hingga Kawar. Pada masa pemerintahan Yazid ibn Muawiyah, Uqbah kembali memimpin ekspedisi militer yang memperluas pengaruh Islam ke Maroko dan Afrika bagian barat.

Jalur timur dimulai dari kota pelabuhan Zayla’ di wilayah yang kini dikenal sebagai Somalia. Penyebaran Islam melalui wilayah ini terjadi pada abad ke 9 dan dipelopori oleh para pedagang serta ulama yang berasal dari Mesir dan Jazirah Arab. Islamisasi di wilayah tersebut berlangsung damai dan berdampingan dengan tradisi lokal, seperti halnya di bagian lain Afrika.

Di jalur selatan, penyebaran Islam terjadi pada masa penjajahan Belanda di Afrika Selatan. Dua gelombong migrasi muslim besar masuk ke wilayah ini. Gelombang pertama terdiri dari budak dan tahanan dari Melayu, Bengal, Malabar, dan Madagaskar. Gelombang kedua merupakan para pedagang dan pekerja dari India, khususnya dari Calcuta, Bombay, Madras dan Gujarat. Meskipun datang dalam kondisi keterbatasan, komunitas ini mempertahankan ajaran Islam dan mendirikan lembaga dakwah serta komunitas keagamaan.

Peran Dinasti dalam Islamisasi Afrika Sub-Sahara

Islamisasi di Afrika Sub-Sahara juga tidak dapat dilepaskan dari peran penting beberapa dinasti besar di Afrika Utara yang memperluas kekuasaan dan pengaruhnya hingga ke wilayah selatan. Dua dinasti utama yang berperan aktif dalam penyebaran Islam adalah Dinasti al-Murabithun dan al-Muwahidun.

Dinasti al-Murabithun merupakan dinasti yang berkuasa pada tahun 1056-1147 M. Dinasti ini awalnya muncul sebagai gerakan reformasi Islam di kawasan Maghrib dan berhasil memperluas kekuasaannya hingga ke Andalusia, termasuk kota Granada dan Malaga. Penguasa Murabithun memakai gelar “Amir al-Mukminin” sebagai tanda kepemimpinan Islam mereka. Mereka turut berperan dalam menyebarkan islam yang murni ke wilayah-wilayah yang sebelumnya belum tersentuh oleh dakwah Islam.

Namun kemerosotan moral dan penyimpangan aqidah yang terjadi di akhir pemerintahan Murabithun memunculkan Dinasti al-Muwahidun sebagai reaksi reformasi. Dinasti ini didirikan oleh Muhammad ibn Tumart, seorang ulama dan sufi yang terinspirasi oleh pemikiran Imam al-Ghazali. Dinasti al-Muwahidun (1130-1269 M) mengangkat prinsip tauhid sebagai dasar pemerintahan dan mengkritik keras praktik keagamaan Murabithun yang dianggap menyimpang.

Ibn Tumart sendiri tidak menjadi sultan, namun ideologinya diteruskan oleh Abdul al-Ma’mun, seorang panglima yang memimpin dinasti tersebut selama 33 tahun. Di bawah kepemimpinannya, al-Muwahhidun mengalami kemajuan pesat dan menjadikan Marakesy sebagai pusat ilmu pengetahuan dan kebudayaan Islam yang penting, sebanding dengan Baghdad.

Selain dua dinasti tersebut, Dinasti Fatimiyah juga memainkan peran signifikan dalam perkembangan Islam di Afrika Utara dan sekitarnya. Didirikan pada tahun 909 M dan bertahan hingga 1171 M, Dinasti Fatimiyah adalah kekhalifahan Syiah Islamiyah yang mengklaim keturunan dari Fatimah az-Zahra. Mereka mendirikan pusat kekuasaan di Kairo dan membangun Universitas al-Azhar, yang menjadi pusat pendidikan dan kajian Islam terkemuka hingga saat ini. Dinasti Fatimiyah berhasil menguasai sebagian besar wilayah Maghrib dan menyebarkan dakwah Islam di Afrika Utara sebelum akhirnya mengalami kemunduran pada masa Khalifah al-Hakim.

Islamisasi Melalui Perdagangan dan Dakwah Kultural

Salah satu faktor utama dalam penyebaran Islam di Afrika Sub-Sahara adalah perdagangan. Para pedagang Muslim dari Afrika Utara dan Timur Laut membentuk jaringan perdagangan yang luas ke wilayah selatan untuk menjual garam, emas, kain dan barang-barang lain, sambil menyebarkan nilai-nilai Islam. Mereka mendirikan permukiman permanen dan menjalin hubungan sosial dengan penduduk lokal.

Dalam konteks ini, dakwah tidak dilakukan dengan kekerasan atau pemaksaan, melainkan dengan keteladanan dan interaksi sosial yang harmonis. Para pedagang sekaligus menjadi da’i yang menyebarkan ajaran Islam sambil menjalankan kegiatan ekonomi. Mereka memperkenalkan konsep kesetaraan, persaudaraan dan monoteisme kepada masyarakat lokal yang perlahan-lahan tertarik untuk memeluk Islam.

Salah satu wilayah yang menerima Islam dengan cepat adalah kawasan Barat Afrika, terutama di kalangan suku Soninke dan Tokolor. Penyebaran Islam dari kelompok-kelompok ini meluas ke lembah sungai Senegal dan wilayah timur lainnya. Penyebaran ini mirip dengan proses Islamisasi di Nusantara yang juga berlangsung melalui jalur perdagangan dan pergaulan sosial yang damai.

Kontribusi Kebudayaan dan Ilmu Pengetahuan

Islam memiliki peranan penting dalam perkembangan pendidikan dan ilmu pengetahuan di kawasan Sub-Sahara, dengan kota Timbuktu yang menjadi salah satu pusat intelektual terkemuka. Terletak di wilayah Mali, Timbuktu tumbuh menjadi tempat belajar yang disegani dan berhasil menarik para ilmuwan serta pelajar dari berbagai penjuru dunia Islam. Universitas Sankore, bersama dengan sejumlah perpustakaan yang ada di kota tersebut, menjadi tempat penyimpanan ribuan manuskrip kuno yang membahas beragam disiplin ilmu, mulai dari teologi, matematika, hingga kedokteran.

Tak hanya dalam ranah pendidikan, pengaruh Islam juga tampak nyata dalam bidang seni, arsitektur, dan sastra di Afrika. Seni rupa yang dipengaruhi oleh Islam, terutama melalui penggunaan motif geometris dan kaligrafi, berbaur dengan gaya lokal dan melahirkan bentuk seni yang khas serta kaya makna. Bentuk bangunan masjid yang menjulang dengan menara dan rancangan arsitektur yang megah menjadi penanda kehadiran Islam yang kuat di wilayah tersebut. Di sisi lain, karya sastra Islam seperti puisi dan prosa turut memperkaya khazanah sastra lokal, memberikan warna baru dalam cerita rakyat, serta memperluas pandangan masyarakat terhadap sejarah dan budaya.

Interaksi dengan Agama dan Budaya Lokal

Perjalanan Islam ke Afrika tidak hanya membawa ajaran agama, tetapi juga menciptakan interaksi yang dinamis dengan kepercayaan lokal dan budaya yang sudah ada. Sinkretisme atau percampuran dua tradisi keagamaan yang berbeda, menjadi salah satu ciri khas penyebaran Islam di wilayah ini. Ketika Islam diperkenalkan ke masyarakat Afrika, agama ini tidak sepenuhnya menggantikan kepercayaan lokal, tetapi sering kali berbaur dan menciptakan bentuk-bentuk baru dari praktik keagamaan.

Di Afrika Sub-Sahara, masyarakat lokal mengadaptasi ajaran Islam dengan mengintegrasikan elemen-elemen tradisional mereka. Misalnya, praktik ziarah ke makam para wali dan tokoh sufi menjadi bagian penting dalam kehidupan religius masyarakat. Sufi, dengan pendekatan mistis mereka terhadap Islam, memainkan peran besar dalam menyebarkan agama ini melalui ritual dan praktik yang mendekati kepercayaan lokal, sehingga lebih mudah diterima oleh masyarakat.

Adaptasi Budaya Islam dalam Konteks Afrika

Proses adaptasi budaya Islam di Afrika bukan sekadar bentuk sinkretisme sederhana. Komunitas-komunitas di Afrika tidak hanya mengadopsi unsur-unsur Islam, tetapi juga menyesuaikannya dengan nilai-nilai dan tradisi lokal yang telah lama mengakar. Sebagai contoh, pembangunan masjid di berbagai wilayah Afrika kerap memanfaatkan material setempat dan mengadopsi gaya arsitektur tradisional, sehingga menghasilkan bentuk bangunan yang unik dan khas. Salah satu contoh paling menonjol adalah Masjid Agung Djenné di Mali, yang terkenal berkat struktur lumpurnya yang monumental.

Di bidang sastra, pengaruh Islam juga mengalami perkembangan yang khas di Afrika. Warisan cerita rakyat dan mitologi lokal sering kali diolah kembali dengan memasukkan unsur keislaman, menciptakan kisah-kisah baru yang sarat makna dan bernilai spiritual. Karya sastra berupa puisi dan prosa yang terinspirasi dari ajaran tasawuf juga menjadi bagian penting dalam kesusastraan Afrika, menggambarkan perjalanan batin dan pencarian hakikat kehidupan yang mendalam.

Referensi:

Karmanah, A. Persebaran Islam dan Kontribusinya Terhadap Masyarakat Afrika Sub-Selatan Sahara. Jurnal Al-Turas. Vol. 10. No. 02. 2004

Oktaviyani, VE. Islam Di Afrika Utara. Jurnal Sejarah Peradaban Islam, Vol. II, No. 1. 2019

Wildan, M. Peradaban Islam di Afrika sub-Sahara dalam Siti Maryam. (edit). Sejarah Peradaban Islam, Dari Klasik Hingga Modern, Yogyakarta: LESFI. 2002.

Ali, K. Sejarah Islam (Tarikh Modern). Jakarta: Raja Grafindo Persada. 1997.

Mufrodi, MA. Islam di Kawasan Kebudayaan Arab. Jakarta: Logos Wacana Ilmu. 1997.

Kontributor: Dwi Rahayu Ningsih

Editor: Rangga

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *