MAHADALYJAKARTA.COM – Letak jambi yang strategis, kaya akan rempah-rempah seperti lada, membuat Jambi membuka kontak terhadap para pendatang. Mereka datang melalui sungai Batanghari. Islam di Jambi sendiri sudah mulai tersebar sejak zaman kerajaan Sriwijaya yakni sekitar abad ke-7. Perkembangannya kian membesar sampai berdirinya kesultanan Jambi.
Sekitar abad ke-15, terjadi proses islamisasi di Jambi. Islamisasi tersebut dilakukan oleh para sufi Arab yang datang ke tanah Melayu Jambi. Para sufi tersebut melakukan dagang sebagai sarana berdakwah mereka. Penduduk Jambi saat itu masih beragama Hindu-Budha dengan ajaran Mahayana. Ajaran Mahayana sendiri Menekankan seperti hakikat sejati segala sesuatu adalah kosong, dan segala sesuatu tersebut bergantung pada sesuatu yang lain. Ajaran Mahayana merupakan aliran Buddhisme yang berasal dari India dan merupakan perkembangan dari ajaran Theravada, yang merupakan aliran Buddhisme pertama kali yang masuk ke Indonesia. Ajaran Mahayana dikembangkan dalam India sekitar abad pertama SM. Para sufi ini melakukan asimilasi ajaran dengan cara menyisipkan ajaran tasawuf ke dalam ajaran Mahayana. Selain melakukan asimilasi, tokoh-tokoh sufi ini melakukan akulturasi budaya terhadap budaya lokal. Setelah masuknya Islam, penyebaran Islam mulai meluas sampai ke pedalaman desa-desa yang ada di Jambi. Masjid-masjid tempat belajar agama mulai dibangun sejak kedatangan Islam. Islam sudah mulai mendarah pada budaya masyarakat Jambi. Islam menjadi aspek utama dalam berdirinya kesultanan Jambi. Ajaran agama Islam diterima dengan baik oleh masyarakat Jambi dan proses islamisasinya berjalan dengan lancar.
Salah satu tokoh sufi tersebut adalah, Datuk Paduko Berhalo yang berasal dari Arab. Menurut catatan sejarah Jambi, Datuk Berhalo adalah orang yang terdampar di Pulau Berhalo. Menurut sumber lainnya pula menyebutkan bahwa ia merupakan anak dari Raja Turki kesultanan Utsmani. Ia ke tanah Melayu Jambi dan menikah dengan seorang putri dari kerajaan Pagaruyung Jambi, yaitu Putri Selaras Pinang Masak yang merupakan anak dari Raja Pagaruyung. Ia mengislamkan istrinya dan mulai mengislamkan masyarakat Jambi. Sejak pernikahan dengan Putri Pinang Masak, tidak sedikit dari penduduk kerajaan yang masuk Islam. Ia mengawali dakwahnya di Jambi dengan menghancurkan berhala-berhala Hindu-Budha. Karena sikapnya itulah, Ia dijuluki dengan Datuk Paduko Berhalo. Ia pula orang pertama yang membangun masjid di Jambi.
Dari pernikahan nya tersebut, melahirkan beberapa putra mahkota, yakni Rangkayo Pingai, Rangkayo Hitam, Rangkayo Kedataran, dan Rangkayo Gemuk. Penyebaran Islam secara besar-besaran bukan pada kekuasaan Datuk Berhalo. Akan tetapi penyebarannya meluas ketika kekuasaan Rangkayo Hitam sekitar tahun 1500 M. Sayyid Ahmad Kamil atau yang lebih terkenal dengan Rangkayo hitam, merupakan raja melayu Jambi ke-4 yang berkuasa pada tahun 1500-1515 M. Ia dikenal sebagai orang yang sakti dan pemberani. Ia menyebarkan agama Islam dengan cara memasukkan ajaran Islam dalam sistem pemerintahannya.
Seiring dengan perkembangan zaman, surau-surau, masjid, bahkan madrasah mulai dibangun untuk proses dakwah ajaran agama Islam. Baik dari pengajaran Al-Quran, Ilmu Hadits, Fikih, dll. Ia juga mengembangkan semboyan adat, yakni; “adat bersendi syara’, syara’ bersendi kitabullah, syara’ mangato adat memakai”. Maksudnya semboyan tersebut menunjukkan ketersinambungan antara adat dan agama yang erat.
Lalu pada abad ke-17 datang seorang ulama asal Aceh ke tanah Melayu Jambi, yang bernama Teuku Muhammad Ali. Ia menyebarkan agama Islam di daerah bagian barat Jambi. Ajaran Islam yang ia bawa merupakan ajaran Islam bermazhab Syafi’i. Kontribusi Teuku Muhammad Ali dalam proses islamisasi di Jambi terdiri dari pendirian masjid dan pengembangan ajaran Islam di wilayah Jambi bagian barat. Ia juga mengembangkan ilmu keislaman, bahasa Arab, Tafsir, dan hukum-hukum.
Selain Teuku Muhammad Ali, ada ulama lain yang memiliki pengaruh pula dalam menyebarkan Islam di Jambi, yakni datuk Shin Thay. Datuk Shin Thay merupakan seorang ulama mualaf keturunan Tionghoa. Ia merupakan pedagang Muslim Cina yang datang ke Jambi. Di samping menyebarkan Islam, Ia juga seorang ulama yang aktif dalam memperjuangkan tanah Melayu Jambi. Maka dari itu, akhirnya Datuk Shin Thay diberikan sebuah daerah di kota Jambi, tepatnya daerah Pecinan Seberang kota Jambi. Dikenal dengan nama Kampung Pecinan yang diambil dari kata “Pecinaan” yang berarti Pemukiman Cina. Banyak pedagang Cina yang ikut kepadanya untuk berdakwah. Kesamaan Agama Islam para pedagang Cina dengan penduduk pribumi memudahkannya untuk diterima baik oleh pihak Kesultanan maupun masyarakat Melayu Jambi. Bahkan tidak ragu-ragu pedagang Cina ditunjuk oleh Sultan Jambi sebagai pedagang perantara dalam perdagangan dengan Bangsa Asing yang lain seperti Portugis daerah Jambi. Perdagangan tersebut berupa lada, karet, dan rotan.
Datuk Shin Thay dinikahkan dengan seorang anak perempuan dari raja Melayu ketika itu, yang bernama Nyai Resik. Nyai Resik jugalah yang nantinya akan dinikahkan oleh seorang ulama terkenal pula yang ada di jambi, yaitu Sayyid Husin bin Ahmad Al-Baraqbah yang berasal dari Tarim. Aliran Islam yang dibawanya pun bermazhab Syafi’i. Ia diyakini sebagai seorang cucu dari Rasulullah Saw yang ke-27.
Saat Sayyid Husin masuk ke Jambi, agama Hindu-Budha masih kuat di Jambi. Sayyid Husin menyebarkan Islam dengan penuh kesabaran. Selain kesabaran nya yang luar biasa, ia juga dikenal sebagai ulama yang kharismatik, berwibawa, dan memiliki akhlak yang sangat terpuji. Hal inilah yang membuat masyarakat Jambi menjadi bersimpati kepadanya. Masyarakat Jambi mulai belajar agama Islam kepadanya. Namun tetap saja, zaman sekarang banyak dari penduduk Jambi sendiri yang tidak mengenal sosok karismatik Sayyid Husin ini.
Menurut sumber, beberapa ulama di atas yang memiliki pengaruh besar dalam penyebaran agama Islam di Jambi. Namun ada tokoh-tokoh lainnya yang memiliki peranan dalam penyebaran Islam di Jambi yang dapat digali dari sumber-sumber yang lain.
Referensi:
Habi, Nuraida Fitri. (2022). Hukum Waris Islam dan Keadilan Gender Dalam Seloko Adat Jambi Pada Hukum Pucuk Induk Undang Nan Limo. Jakarta: Publica Institute.
Hernadi, Edi. (2013). Sejarah Nasional Indonesia: Edisi Revisi. Jawa Timur: Uwais Inspirasi Indonesia.
Khusairi, Halil. (2023). Hukum Keluarga Islam Masyarakat Kerinci Jambi. Yogyakarta: Jejak Pustaka.
Maulana, Masri Faishal. (2020). Explorasi Warisan Budaya Provinsi Jambi: Melestarikan Tradisi Dan Kearifan Lokal. Bengkulu: CV Brimedia Global.
Ridwan, 2016. Islamisasi Di Jambi Abad XIII M. (Skripsi, Fakultas Adab dan Ilmu Budaya Uin Sunan Kalijaga: Yogyakarta). Diakses dari http://digilib.uin-suka.ac.id/24421/2/12120033_BAB-I_IV-atau-V_DAFTAR-PUSTAKA.pdf
Cahaya, R, 2020. Ulama Datuk Shin Thay Dalam Mensyi’arkan Islam Di Pacinan Seberang Kota Jambi awal abad ke XVIII. (Skripsi, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Jambi: Jambi). Diakses dari https://repository.unja.ac.id/18329/1/SKRIPSI%20CAHAYA%20ULAMA%20DATUK%20SHIN%20THAY.pdf
Kontributor: Manda Putri Ardila, Semester VI
Editor: Dalimah NH