MAHADALYJAKARTA.COM- Di antara kita tentu ingin jodoh pilihan Allah SWT. Maka, dalam mencintai seseorang utamakan terlebih dahulu agamanya. Ketika jatuh cinta pada seseorang karena agamanya, maka cinta itu yang akan membuat seseorang tersebut menjadi lebih terjaga. Berbicara mengenai cinta karena agama ada sebuah cerita di zaman Rasulullah SAW yang sangat menyentuh hati.
Ada yang tau Julaibib?
Setidaknya pernah mendengar kisah Julaibib, Ia adalah sahabat yang sangat dicintai oleh Rasulullah SAW. Julaibib bukan orang terpandang di kaum Anshar. Ia miskin dan tidak bernasab. Seorang gelandangan yang lusuh, kotor dan bau. Postur tubuhnya rendah, berkulit hitam dan bungkuk. Rasulullah mencintai Julaibib disebabkan ketaatannya yang membawa ketakwaan pada diri Julaibib. Julaibib adalah orang yang sangat takwa kepada Allah dan Rasul-Nya. Dia juga adalah salah satu prajurit perangnya Nabi Muhammad SAW. Ia selalu berada di barisan terdepan ketika salat maupun jihad. Julaibib tidak pernah menyesali apa yang ada pada dirinya, karena ia yakin bahwa Allah SWT mempunyai rencana sendiri untuknya.
Dikisahkan bahwa Julaibib beberapa kali meminang gadis di kota Madinah, namun selalu ditolak oleh pihak orangtua ataupun sang gadis dengan berbagai alasan. Suatu hari, setelah selesai menjalankan salat Nabi sempat memanggilnya dan berkata, “Julaibib, tidakkah engkau ingin menikah?” tanya Rasulullah dengan lembut dan sambil tersenyum kepadanya.
“Siapakah orangnya, Ya Rasulallah? Siapakah yang mau menikah denganku?” Jawab Julaibib sambil tersenyum.
Keesokan harinya Nabi Muhammad bertemu lagi dengan Julaibib, lalu Rasulullah kembali bertanya kepadanya. “Julaibib, tidakkah engkau ingin menikah?” Dengan jawaban yang sama Julaibib menjawab pertanyaan Rasulullah SAW.
Suatu masa Rasulullah SAW menarik lengan Julaibib dan membawanya ke salah satu rumah pemuka Anshar dengan tujuan ingin menikahkannya dengan putri dari pemuka Anshar tersebut. Maka, Rasulullah mendatangi rumahnya dan berkata, “aku ingin melamar putri engkau,” ujar Rasulullah. “Alangkah indah dan berkahnya, Ya Rasulullah. Ini akan menjadi cahaya bagi keluarga kami,” jawab pemuka Anshar dengan wajah yang senang, karena mengira bahwa Rasulullah lah yang akan menjadi menantunya. Namun Rasulullah menjelaskan padanya bahwa lamaran itu bukan untuk dirinya. “Tetapi bukan untukku, melainkan untuk Julaibib,” terang Rasulullah SAW.
Sang pemuka Anshar pun kaget mengetahui bahwa anaknya akan dinikahi oleh laki-laki buruk rupa yang tidak di ketahui nasabnya. Seribu tanya menghampiri kepada pemimpin Anshar tersebut untuk menjawab lamaran Rasulullah, sehingga pemuka Anshar tersebut meminta izin untuk bermusyawarah dengan istrinya. Di dalam rumah itu terdengar ada bisik-bisik antara pemuka kaum Anshar dengan istrinya.
“Hah! Dengan Julaibib? Demi Allah aku tidak setuju. Julaibib yang tidak bernasab, tidak berkabilah, tidak berpangkat tidak bertahta. Tidak akan pernah putri kita menikah dengannya,” jawab sang istri. Perdebatan terjadi disana sehingga terdengar oleh putrinya tersebut. Perempuan yang cantik putri dari pemimpin Anshar itupun keluar. Dan ia pun mengatakan, “siapakan yang meminta Julaibib untuk dinikahkan denganku?” tanya sang putri. Perempuan cantik ini memang dikenal sebagai wanita yang salihah dan sangat mengerti agama.
Kemudian ibu dan ayahnya menjelaskan semua kepada putrinya. Siapa sangka, seorang putri yang salihah itu menjawab dengan sebuah kalimat yang begitu dipenuhi dengan keimanan. “Apakah kalian hendak menolak perintah Rasulullah? Tidakkah ingat dengan firman Allah?”
Perempuan salihah itu lalu membaca ayat yang artinya, “Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan akan ada bagi meraka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata.” (Q.S. Al-Ahzab: 36)
Jawaban itu terdengar oleh Rasulullah, hingga ia tertunduk dan berdoa, “Ya Allah, limpahkanlah kebaikan atas mereka dalam limpahan penuh berkah. Janganlah engkau jadikan hidupnya payah dan bermasalah.”
Putri dari Sang Pemuka Anshar itu pun dengan tegas menerima pinangan Julaibib. “Terimalah pinangan itu. Karena ia tidak akan menyia-nyiakanku. Ketahuilah aku tidak akan pernah menikah kecuali dengan Julaibib!” tegas sang putri. Lalu sang ayah pergi menghadap Rasulullah dan ia berkata, “Wahai Rasulullah, aku menerima pinanganmu. Nikahkanlah putriku dengan Julaibib.”
Jawaban sang pemuka Anshar merupakan sikap sami’na wa atho’na. Sikap seorang yang beriman ketika sampai kepadanya perintah dari Rasulullah SAW. Sikap ini merupakan bukti keimanannya kepada Allah dan Rasul-Nya layaknya seorang hamba yang mencintai Tuhan dan utusan-Nya. Tak ada lagi pilihan bagi diri seorang mukmin, kecuali harus tunduk dan patuh, karena Rasulullah tidak memerintahkan kecuali dalam perintah tersebut mengandung banyak hikmah. Dan Rasulullah tidak melarang kecuali pada larangan tersebut terdapat bahaya besar.
Kebahagiaan pada Julaibib tak bisa dibendung. Suatu rasa yang tak bisa dirasakan oleh siapapun. Hanya Julaibib seorang yang dapat merasakannya atas penerimaan lamaran Rasulullah untuknya. Kehidupan baru akan segera ia jalani bersama istri yang cantik, rupawan dan dari golongan yang terpandang.
Pada suatu waktu ketika panggilan jihad menghampiri dirinya, dan Rasulullah memerintahkan kepada kaum muslimin agar berjihad di jalan Allah, Julaibib dalam kebimbangan. Ia bingung manakala harus memilih antara istri sholihah yang baru saja ia nikahi dengan penuh kebahagiaan atau mati syahid. Suatu ujian yang sangat luar biasa yang dibenturkan oleh Allah kepada Julaibib. Tentu tidaklah mudah akan hal ini terutama bagi umat Islam jika dibenturkan kepada mereka seperti keadaan Julaibib. Begitu banyak ujian yang telah dijalani olehnya namun ini adalah ujian yang sangat luar biasa bagi dirinya. Namun, dengan tegas Julaibib tetap pergi ke medan perang untuk memenuhi seruan Allah dalam membela Agama-Nya.
“Berangkatlah kamu baik dengan rasa ringan maupun dengan rasa berat, dan berjihadlah dengan harta dan jiwamu di jalan Allah. Yang demikian itu adalah lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.” (QS. At-Taubah: 41)
Berangkatlah Julaibib menuju medan perang. Ia tinggalkan istrinya yang cantik dan salihah yang baru saja ia nikahi demi menyambut panggilan Rabb-Nya untuk berjihad di jalan-Nya. Ketika selesai peperangan, nampak di medan perang suasana masih sangat mencekam. Di saat seperti itu Rasulullah menanyakan kepada sahabat siapa saja yang syahid dalam peperangan itu. “Apakah kalian kehilangan seseorang?” kata Rasulullah SAW. “Tidak, Ya Rasulullah,” serempak para sahabat menjawab. “Apakah kalian kehilangan seseorang?” kata Rasulullah SAW bertanya lagi. “Tidak, Ya Rasulullah,” sebagian sahabat menjawab lagi. “Aku kehilangan Julaibib, carilah Julaibib!” kata Rasulullah.
Maka Julaibib yang mulia pun ditemukan. Ia terbunuh dengan luka-luka di sekujur tubuh dan wajahnya. Di sekitar jasadnya ada tujuh jasad musuh telah ia bunuh. Rasulullah dengan tangannya sendiri mengkafani Julaibib. Beliau mensalatkan dan berdoa, “Ya Allah, dia adalah bagian dari diriku dan aku adalah bagian dari dirinya.” Saat Julaibib selesai di makamkan, terjadilah peristiwa yang menakjubkan.
Rasulullah menangis, air matanya menetes sembari memandang ke langit dan tersenyum. Lalu membuang pandangannya ke samping seraya menutup mata dengan telapak tangannya. Para sahabat yang melihat kejadian itu terheran-heran lantas bertanya kepada Rasulullah, “mengapa engkau menangis di pusara Julaibib?” tanya salah seorang sahabat.
“Aku menangis karena mengingat Julaibib. Hari ini dia memintaku merestuinya untuk menikah. Seharusnya saat ini dia tengah bahagia bersama istrinya dan menantikan malam pertama, malam yang di tunggu oleh para pengantin. Namun, hari ini juga ia telah tiada,” jawab Rasulullah.
“Lantas mengapa engkau menengadah dan tersenyum?” tanya salah seorang sahabat.
“Aku menengadah karena terlihat para bidadari turun dari langit untuk menjemput Julaibib,” jawab Rasulullah.
“Tapi mengapa lantas engkau membuang pandangan ke samping?”
“Bidadari yang menjemput Julaibib begitu banyak. Mereka saling berebut, ada yang meraih tangannya dan ada pula yang meraih kakinya. Sehingga salah satu dari bidadari itu tersingkap kakinya dan terlihat betisnya,” jawab Rasulullah.
Itulah akhir perjalan Julaibib. Julaibib menutup lembaran- lembaran amalnya dengan mati syahid di jalan Allah. Sepeninggal Julaibib, istrinya itu menjadi seorang yang sangat kaya raya di kalangan kaum Anshar. Doa Rasulullah yang di lantunkan untuknya dijawab oleh Allah sebagimana Rasulullah mendoakannya ketika menerima lamarannya atas Julaibib. Dengan jalan sebab doa Rasulullah inilah ia mendapat keberkahan dalam hidupnya.
Pada kisah ini kita belajar tentang cinta. Sebaik-baiknya cinta yang Islam ajarkan ialah cinta yang mengedepankan taat serta agama. Bagi Allah tiada sulit untuk menyatukan hambanya. tidak hanya menyatukan manusia, menyatukan laut yang berbeda rasapun Allah SWT sanggup.
Referensi:
LC, Arum. 2016. Jatuh Cinta Tak Pernah Salah. Jakarta: Qultum Media.
Suwiknyo, Dwi, dkk. 2016. Ya Allah Izinkan Kami Menikah. Yogyakarta: Huta Parhapuran.
Santana, Purnama N. 2017. Strategi Menjemput Jodoh. Jakarta: Elex Media Komputindo.
Abdullah, Fida’. 2021. Al-Quran Hadist. Jakarta: Bumi Aksara.
Anisa, Rusi. 2021. Berkenalan Dengan Cinta Hingga Menemukan Hikmah Di Dalamnya. Bandung: GUEPEDIA.
Kontributor: Nunung Nurhasanah, Semester II
Editor: Winda Khoerun Nisa