MAHADALYJAKARTA.COM— Kitab Tadzkirat al-Qulub Fi Muroqobah ‘Allam al-Ghuyub adalah karya salah satu ulama Nusantara Syaikh Jamil Jaho (w. 1945 M). Kitab ini lebih cenderung ke arah tasawuf sunni sebagaimana yang telah dikokohkan di era al-Ghazali, bahkan corak kepenulisannya juga mirip seperti kepenulisan al-Ghazali. Pemilihan gaya kepenulisan mirip dengan al-Ghazali bukanlah tanpa sebab, mengingat di masa hidup Syaikh Jamil Jaho yang merupakan masa di mana tasawuf sedang mendapat tantangan dari kalangan muda.
Kitab ini membahas tentang bab-bab yang dapat mengantarkan seseorang untuk dapat mendekatkan dirinya kepada Allah dan juga masalah penyucian jiwa (tazkiyat al-nafs). Seperti muroqobah, sebab-sebab untuk mendekatkan diri kepada Allah, muhasabah al-nafs, al-haya (malu), al-taubah, dzikru al-maut (mengingat kematian), dan yang semisalnya.
Dalam kitab tersebut, Syaikh Jamil Jaho menyebutkan bahwa:
واما مجتهد جاهل فهو اكثر شي افسادا في الدين فكيف انه ادعى انه عالم مجتهد لكنه لا يعلم شيئا من اللغة العربية واحوال الالفاظ من الخاص والعام وغيره واوجه الدلالة من دلالة النص والظاهر وكذلك احوال الكلام وموارد الاحاديث النبوية والآيات القرآنية وأسباب النزول ومحل الاجماع والقياس بل لا يميز الضرر من النفع.
“Syaikh Jamil Jaho menyebutkan, bahwa mujtahid jahil ini merujuk kepada pengertian tentang orang-orang yang mengaku sebagai mujtahid namun tidak mengerti bahasa Arab, tidak mengerti bentuk-bentuk lafadz di dalam Al-Qur’an, baik yang khas dan ‘am, tidak mengerti wajhu al-dilalah nash dan zhahirnya, tidak mengerti asbabun nuzul, ijma, qiyas, bahkan tidak memahami mana madharat dan manfaat.”
Syaikh Jamil Jaho, sebagaimana yang disebutkan dalam kitab ini, menyebutkan tokoh-tokoh yang dianggap mujtahid jahil. Ia mengatakan bahwa:
ورؤسا المجتهدين الجاهلين جمال الدين افغانى ومحمد عبده ورشيد رضا صاحب جريد المنار كلهم ضالون ومضلون الناس هم مصلحون في ظنهم بل هم مفسدون في الدين اذا قيل لهم لا تفسدوا في الأرض قالوا انما نحن مصلحون الا انهم هم المفسدون ولكن لا يشعرون.
“Para mujtahid yang jahil adalah Jamaluddin al-Afghani, Muhammad Abduh, dan Rashid Ridha penulis kitab Jarir al-Manar. Mereka semua adalah orang-orang yang sesat juga menyesatkan yang menyangka dirinya sedang berbuat kebaikan tetapi kenyataannya justru mereka sedang berbuat kerusakan.”
Dalam kitab tersebut, ada tiga tokoh yang dianggap sebagai mujtahid jahil, yaitu:
- Syaikh Jamaluddin al-Afghani
Syaikh Jamaluddin al-Afghani adalah salah satu perusak agama yang berasal dari Afghanistan. Ia sering mempermudah hukum-hukum agama, membolehkan jama’ dan qasar di rumahnya, dan seringkali meminum-minuman yang memabukkan. Karena hal tersebut, ia dianggap sebagai mujtahid jahil.
اما جمال الدين افغانى من اقبح المفسدين اصله في الدين من بلد افغاني لما اراد الافساد في الدين طرده ملكها وسفر إلى مصر وقام بها وافسد وابدع للناس مذهبا موافقا للعصر فى تيسير الاحكام وصار كل اناس صاحب مذهب ومجتهدا في الاحكام حتى يجوزون الجمع والقصر في بيتهم ويشربون المسكر اذا قيل لا تشرب قال شربتها بقصد الشفاء أو قال ان هذه لم يسم خمرا.
“Adapun Jamaluddin al-Afghani adalah salah satu perusak agama yang berasal dari Afghanistan. Ketika ia berusaha merusak agama, raja negara itu mengusirnya, lalu ia pergi ke Mesir. Disana ia merusak agama dan menciptakan ajaran baru yang sesuai dengan zaman, dengan mempermudah hukum-hukum agama. Setiap orang pun menjadi pemilik mazhab dan mujtahid dalam hukum, hingga membolehkan jama’ dan qasar di rumah mereka, dan seringkali meminum-minuman yang memabukkan. Ketika dikatakan, ’Jangan minum’. Ia menjawab, ‘Saya meminumnya untuk tujuan pengobatan,’ atau ia berkata, ‘Ini bukan khamar.
- Syaikh Muhammad Abduh
Syaikh Muhammad Abduh adalah murid dari Syaikh Jamaluddin al-Afghani, ia memiliki pemikiran yang sama dengannya. Syaikh Muhammad Abduh dianggap sebagai mujtahid jahil, karena ia membolehkan bercampur baur laki-laki dan perempuan tanpa adanya hijab, membolehkan untuk tidak puasa, tidak shalat, tidak haji, dan syariat Islam lainnya.
واما الشيخ محمد عبده كان كثير المخالطة للنصارى والزيادة لهم في بيوتهم والاختلاط مع نسابهم بدون تستر هذا مما يعلمه كل من عرف حاله في هذه البلاد فضلا عن اسفاره المشهورة الى بلاد أوروبا و اختلاطه بنساء الافرنج وارتكابه المنكرات من شرب الخمر واكل المختلفة وترك الصلوات فكيف هو يكون قدوة واماما في الدين نعم انه أمام للفساق والمراق مثله وذلك تراهم على شاكلته لاحج ولا صلاة ولا صيام ولا غيرها من شرائع الاسلام ولا يذهب الى مكة المكرمة اصلا مع استطاعته اليه سبيلا ومع اسفاره الى بلاد او رو با مرارا.
“Adapun Syaikh Muhammad Abduh, ia sering bergaul dengan orang-orang Nasrani, mengunjungi rumah-rumah mereka, dan bergaul dengan wanita-wanita mereka tanpa menutup aurat. Ini adalah hal yang diketahui oleh setiap orang yang mengenalnya di negeri ini, apalagi perjalanannya yang terkenal ke negara-negara Eropa, bergaul dengan wanita-wanita Eropa, serta melakukan perbuatan-perbuatan buruk seperti meminum khamar, memakan makanan yang haram, dan meninggalkan shalat. Lalu bagaimana ia bisa menjadi teladan dan imam dalam agama? Memang ia adalah imam bagi orang-orang fasik dan munafik seperti dirinya, yang tidak melakukan haji, shalat, puasa, atau amalan-amalan Islam lainnya, dan tidak pergi ke Mekkah meskipun ia mampu untuk itu, sementara ia sering bepergian ke Eropa.“
- Rasyid Ridha
Rasyid Ridha adalah murid dari Syaikh Muhammad Abduh, ia juga memiliki pemikiran yang sama dengan gurunya. Rasyid Ridha dianggap sebagai mujtahid jahil, karena ia membolehkan orang Islam untuk masuk gereja.
واما رشيد رضا فقد انكر سجود الشمس تحت العرش الذي ثبت بالحديث الصحيح رواه الشيخان. وصرح في جريدته المنار المؤرخ آخر رمضان ۱۳۲۷ انه غير واقع، وان رسول الله لم يعرف الأمر وكان في جزء شعبان من العام ۱۳۲۷ جوز للاسلام في بيروت الكفر بإباحة لهم ان يدخلوا الكنيسة الكلية الامر كائنة ويعبدون الكنيسة العبادة.
“Adapun Rashid Ridha, ia telah membantah sujudnya matahari di bawah ‘Arsy yang telah dibuktikan dengan hadits shahih yang diriwayatkan oleh kedua imam (Bukhari dan Muslim). Dan ia menyatakan dalam kitab al-Manar yang diterbitkan pada akhir Ramadan 1327 H bahwa hal itu tidak benar, dan bahwa Rasulullah tidak mengetahui hal tersebut. Selain itu, pada bagian bulan Syaban tahun 1327 H, ia mengizinkan orang-orang Islam di Beirut untuk melakukan kekufuran dengan membolehkan mereka memasuki gereja-gereja dan menyembah gereja sebagai tempat ibadah.”
Syaikh Jamil Jaho mengkritik kepada ketiga tokoh pembaharu dan modernis ini nampaknya memang terlalu keras, namun kritikan ini mungkin bisa terbilang wajar untuknya. Karena, ia yang merasakan sendiri bagaimana kisruhnya pertentangan antara Kaum Muda yang membawa gagasan modernis dan reformis dengan Kaum Tua yang tradisionalis, terlebih lagi yang menjadi sasaran dalam gerakan pembaharuan Kaum Muda tidak lain adalah tradisi keagamaan yang sudah mengakar diajarkan dan diamalkan oleh Kaum Tua.
Acara dilaksanakan pada Sabtu, 14 Desember yang dinarasumberi oleh Dosen Ma’had Aly Sa’iidusshiddiqiyah, Ustaz Reza Pahlevi, Hum dan dimoderatori oleh Robiihul Imam Fiddaroini.
Kontributor: Danial, Semester V
Editor: Yayu