MASTAMA 2021: Bincang Seputar Mahad Aly Jakarta

MASTAMA 2021: Bincang Seputar Mahad Aly Jakarta

Hari, tanggal: Minggu, 8 Agustus 2021

Tempat: Perpustakaan Asshiddiqiyah Jakarta

Judul Pembahasan: Ke-Ma’had Aly-an

Pemateri: Drs. H. Abdul Kholiq Mahfudh, MA

Oleh: Siti Yayu Magtufah

Ma’had Aly – Di dalam Undang-Undang, Ma’had Aly adalah Perguruan Tinggi yang berada di dalam Pondok Pesantren. Beda halnya dengan kata ‘berbasis’ Pondok Pesantren, itu bisa di dalam maupun di luar Pondok Pesantren. Lalu, apa perbedaan antara Perguruan Tinggi berbasis Pondok Pesantren dengan Perguruan Tinggi yang berada di Pondok Pesantren?

Perbedaan keduanya terletak pada terselenggaranya pendidikan seperti Ma’had Aly yang notabene sebagai Perguruan Tinggi di dalam Pondok Pesantren, dengan konsentrasi pada pelajaran agama Islam, Mahasiswanya tinggal di Pondok Pesantren, serta memiliki asrama atau gedung yang berada di Pondok Pesantren. Adapun Perguruan Tinggi berbasis Pondok Pesantren atau Universitas berbasis Pondok Pesantren konsentrasinya adalah pelajaran umum yang menggunakan manajemen Pondok Pesantren.

Ma’had Aly bertujuan untuk mencetak kader-kader ulama yang takhassus-nya mendalami tafaqquh fiddin (mengerti, memahami, mendalami seluk-beluk ajaran agama Islam). Di Ma’had Aly terdapat beberapa takhassus di antaranya Ilmu Fikih, Ushul Fikih, Alquran Wa Ulumuhu, Tafsir Wa Ulumuhu, Hadits Wa Ulumuhu, Ilmu Falaq, Ilmu Tasawuf, Sejarah Peradaban Islam, dan Bahasa Arab.

Karena tujuan Ma’had Aly adalah mencetak kader ulama, maka pada awalnya ketika Abah Kiai Noer mendirikan Ma’had Aly Sa’iidusshiddiqiyah Jakarta saat itu melihat suatu fenomena bahwa banyaknya Kiai-Kiai yang meninggal dunia, dan kader-kader ulama yang tidak cukup tumbuh. Untuk menangani kelangkaan fenomena ini ketua PBNU Pak Hasyim Muzaki dengan Abah Kiai Noer menggugat bersama dalam sebuah rapat yang beranggapan akan mendirikan Ma’had Aly nantinya. Sekitar tahun 2016, Ma’had Aly Sa’iidusshiddiqiyah Jakarta didirikan Abah Kiai Noer di Pondok Pesantren Asshiddiqiyah Jakarta, sementara Pak Muzaki belum terwujud dalam mendirikan Ma’had Aly.

Awalnya, prodi di Ma’had Aly Jakarta adalah Fikih dan Ushul Fikih, melihat Abah Kiai Noer sendiri latar pendidikannya dari Lirboyo yang kental dengan nuansa Fikih dan Ushul Fikihnya. Saat menggunakan prodi tersebut, keluarnya izin menteri agama cukup lama, jadi status Ma’had Aly pada tahun kedua dan ketiga itu hanya diridhai, sampai 40 Mahasantri angkatan pertama itu terombang-ambing akan kejelasan status Ma’had Aly Jakarta. Abah Kiai Noer pun memanggil seluruh Mahasantri, menanyakan permasalahannya, kemudian beliau memberi dawuh, jika mereka percaya pada Abah Kiai Noer dan Asshiddiqiyah, bisa tetap tinggal di Pesantren, jika tidak maka boleh mereka pulang atau meninggalkan Pesantren. Lantas yang bertahan hanya 15 orang, sampai mereka selesai pendidikan dan pengabdian Ma’had Aly dengan prodi Fikih dan Ushul Fikih, izin belum kunjung keluar ijazah pun dibuat ijazah lokal.

Pada tahun 2016 ketika pergantian menteri, Pak Lukman Hakim menindaklanjuti rintisan Ma’had Aly yang masih dalam biro hukum itu mengeluarkan kebijakan pemberian izin operasional Ma’had Aly, diambil sampling saja Ma’had Aly Jakarta ini. Karena keaktifan rapat, nama Ma’had Aly Jakarta sudah ada di kementerian, sehingga ketika pemberian izin, Ma’had Aly Jakarta diikutsertakan. Ketika Abah Kiai Noer sakit tahun 2016 lalu, Mudir I dan Mudir II yaitu Ust. Abdul Kholiq Mahfudh, MA dan Ust. Nur Salikin, MA matur ke Ibu Nyai Hj. Nur Jazilah, BA, jawaban beliau yaitu tetap berkomitmen meneruskan cita-cita Abah Kiai Noer, adapun urusan biaya itu bisa disisihkan dari sekian banyak pemasukan Pondok Pesantren, itu sebagiannya dipakai untuk pembiayaan alokasi Ma’had Aly.

Adapun letak Ma’had Aly ini bersesuaian dengan adanya Pondok Pesantren, karena Pesantren dengan Ma’had Aly itu lebih dahulu Pesantren, maka di mana Pesantren di situ Ma’had Aly. Lalu, kenapa Ma’had Aly Jakarta tidak meneruskan prodi Fikih dan Ushul Fikih? Karena, setelah dilihat dan diteliti saat peraturan atau izin operasional dikeluarkan, rata-rata Ma’had Aly di Indonesia ini jurusannya Fikih dan Ushul Fikih. Melihat hal ini kedua Mudir matur kembali ke Abah Kiai untuk merubah prodi ke Sejarah Peradaban Islam. Jawaban Abah Kiai Noer singkat, “Sing penting manfaatlah Kholiq,” artinya apapun jurusannya yang penting memberi manfaat.

Disebutkan dalam UU No.18 Tahun 2019, menempatkan Ma’had Aly sebagai Perguruan Tinggi yang berada di Pondok Pesantren memiliki kualifikasi atau derajat yang sama dengan Perguruan Tinggi lainnya, dengan kurikulum sendiri yang menjadi sub sistem dari pendidikan nasional. Setiap Pesantren itu hanya ada satu Ma’had Aly dan hanya satu prodi. Karena status Ma’had Aly adalah Perguruan Tinggi, maka juga memiliki identitas dan kewajiban yang sama dengan Perguruan Tinggi yang lain. Sehingga para Perguruan Tinggi di Indonesia, apa pun jenisnya mengharuskan menerapkan Tri Darma Perguruan Tinggi, yang artinya “Tri” itu tiga dan “Darma” itu pengabdian, di antara tiga itu adalah; pendidikan dan pengajaran, penelitian, dan minimal pengabdian kepada masyarakat.

Perguruan Tinggi memiliki beberapa macam yaitu: Ma’had Aly, Institut, Sekolah Tinggi, Universitas, Akademik, serta ada Politeknik. Ma’had Aly adalah Perguruan Tinggi yang berada di dalam Pondok Pesantren.

Institut adalah Perguruan Tinggi yang memiliki rumpun atau jenis yang sama, seperti Institut Teknologi Bandung (ITB) yang satu rumpun teknologi, tidak ada rumpun lainnya.

Sekolah Tinggi adalah Perguruan Tinggi yang hanya memiliki satu prodi saja, seperti Sekolah Tinggi Agama Islam, Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi, Sekolah Tinggi Manajemen, dan lain sebagainya.

Universitas adalah Perguruan Tinggi yang memiliki banyak jenis fakultas, misal Universitas Islam Negeri Syarief Hidayatullah Jakarta yang tidak hanya memiliki fakultas ke-agama-an saja atau Ushuluddin, tetapi juga ada fakultas umumnya seperti fakultas kedokteran, fakultas Ekonomi, dan lain sebagainya.

Akademik adalah Perguruan Tinggi yang program studinya lebih ke dalam satu keahlian dan jenjangnya hanya sampai Diploma Tiga (D3) saja. Seperti Akademik Kebidanan, Akademik Keperawatan, Akademik Militer, Akademik Kepolisian, dan lain sebagainya.

Politeknik adalah Perguruan Tinggi yang menitikberatkan kepada profesi yang jenjangnya Strata Satu (S1).

Masing-masing Perguruan Tinggi di atas memiliki dan menerapkan Tri Darma, sebagaimana yang telah disebutkan sebelumnya. Untuk Ma’had Aly statusnya adalah Strata Satu (S1), jenjang pendidikan selama 4 tahun, ketika lulus akan mendapat gelar Sarjana Agama (S.Ag.).

Selain menjadikan kader-kader ulama selepas lulus di Ma’had Aly, Abah Kiai Noer juga bercita-cita mendidik sebagai pengasuh pesantren, beliau berkata, “Maka saya akan senang jika nanti alumni Ma’had Aly bisa mendirikan Pondok Pesantren sekecil apapun atau lembaga pendidikan Islam atau madrasah itu sangat membanggakan.”

Leave a Reply