MA’HAD ALY JAKARTA – Pada acara Mastama (Masa Ta’aruf Mahasantri), Ustaz Drs. Abdul Kholiq, MA. selaku Mudir Ma’had Aly Sa’iidusshiddiqiyah Jakarta menjelaskan materi tentang Ma’had Aly. Rabu, (3/8/22). Di dalam undang-undang, Ma’had Aly adalah Perguruan Tinggi yang ada di Pesantren dengan konsentrasi kajian keislaman yang berbasis kitab kuning secara berjenjang dan terstruktur.
Rumpun kajian keislaman sendiri di dalam Kementerian Agama ada beberapa macam, yaitu: Al-Qur’an dan Ilmu Al-Qur’an, Hadis dan Ilmu Hadis, Fikih dan Usul Fikih, Akidah dan Filsafat Islam, Tasawuf dan Tarekat, Ilmu Falak, Sejarah dan Peradaban Islam, serta Bahasa dan Sastra Arab.
Ma’had Aly Sa’iidusshiddiqiyah didirikan oleh Dr. KH. Noer Muhammad Iskandar, SQ. pada tahun 2006 bersama Drs. KH. Surya Darma Ali, M.Si. (Menteri Agama saat itu). Awalnya, Prodi di Ma’had Aly Jakarta adalah Fikih dan Usul Fikih. Saat menggunakan prodi tersebut, keluarnya izin pengesahan dari menteri agama cukup lama sehingga status Ma’had Aly Jakarta hanya diridai saja. Tidak disamakan, diakui, dan juga tidak terdaftar sebagaimana Perguruan Tinggi pada umumnya. Tanpa adanya kejelasan dari menteri agama, walaupun menteri agama saat itu adalah pendiri Ma’had Aly sendiri.
Pada tahun 2016, ketika pergantian menteri agama, Pak Lukman Hakim mengeluarkan kebijakan pemberian izin operasional dan pengakuan terhadap Ma’had Aly. Namun, ketika peresmian oleh Kemenag, Ma’had Aly Sa’iidusshiddiqiyah beralih Takhasus (Prodi) menjadi “Sejarah dan Peradaban Islam”.
Dalam kesempatan tersebut, Ustaz Drs. Abdul Kholiq, MA. menegaskan bahwa Ma’had Aly itu sama seperti Perguruan Tinggi yang ada di Indonesia. Hanya saja yang membedakan Ma’had Aly dengan Perguruan Tinggi lain hanyalah rumpun keilmuannya yang berkonsentrasi khusus di keislaman dan berbasis kitab kuning.
“Misalnya, di UIN ada Starta Satu (S1) kita juga ada S1 namanya Marhalah ‘Ula, ada juga Magister (S2) kita ada Marhalah Tsani, ada juga Doktor (S3) kita ada Marhalah Tsalits. Di UIN juga ada (Fakultas Keislaman), seperti Fakultas Syari’ah, Ushuluddin, Bahasa Arab, dan lain sebagainya. Yang membedakan kita hanyalah rumpun keilmuan yaitu ketakhasus keislaman dan basisnya kitab kuning,” jelas alumni Shalahuddin Al-Ayubi Jakarta itu.
Karena status Ma’had Aly itu sama dengan Perguruan Tinggi yang lain maka Ma’had Aly juga menerapkan Tri Darma Perguruan Tinggi. Terdiri dari Pendidikan, Penelitian, dan Pengabdian kepada masyarakat. Oleh karena itu, Ma’had Aly Sa’iidusshiddiqiyah statusnya adalah Starta Satu (S1), jenjang pendidikan selama 4 tahun, ketika lulus akan mendapatkan gelar Sarjana Agama (S.Ag.)
“Abah Kiai Noer bercita-cita apabila mahasantri setelah lulus dari Ma’had Aly Jakarta selain menjadi kader-kader ulama, alumni Ma’had Aly Jakarta juga harus mendirikan Pondok Pesantren, sekecil apa pun atau lembaga pendidikan Islam,” pungkas beliau.
Pewarta: Anang Wiyoga, Semester III
Editor: Isa Saburai