Lubna al-Qurthubiyah: Jejak Intelektual Perempuan Andalusia
MAHADALYJAKARTA.COM—Peradaban Islam di Andalusia pada abad ke-10 M dikenal sebagai salah satu puncak kejayaan intelektual dalam sejarah dunia. Kota Kordoba, ibu kota kekhalifahan Umayyah di Spanyol, menjadi pusat ilmu pengetahuan, filsafat, sastra, dan administrasi. Dalam narasi sejarah yang selama ini cenderung didominasi oleh penyebutan nama-nama ulama dan ilmuwan laki-laki, peran perempuan dalam membentuk dan mewariskan tradisi intelektual Islam seringkali terabaikan atau tidak memperoleh perhatian yang setara, meskipun kontribusi mereka sebenarnya memiliki dampak yang signifikan dalam perkembangan ilmu pengetahuan keislaman sepanjang zaman.
Salah satu figur yang merepresentasikan kenyataan tersebut adalah Lubna dari Cordoba, atau yang dikenal dengan nama Lubna al-Qurthubiyah, seorang perempuan muslim yang menorehkan prestasi luar biasa sebagai sekretaris di lingkungan istana, sekaligus dikenal luas karena kepakarannya dalam bidang tata bahasa Arab, kegiatan penyalinan manuskrip, serta kemampuannya yang menonjol dalam ilmu matematika. Kehadiran Lubna menunjukkan bahwa perempuan juga bisa berperan penting dalam perkembangan ilmu pengetahuan, dan bahwa kontribusi di bidang ini tidak hanya dilakukan oleh laki-laki saja.
Perempuan muslim seperti Lubna mampu menunjukkan kecemerlangan intelektualnya karena berada dalam lingkungan yang sangat menghargai ilmu sebagai nilai utama dalam kehidupan masyarakat.
Latar Belakang dan Asal Usul Lubna
Lubna, yang juga sering dipanggil Labna atau Labana, lahir pada abad ke-10. Ia lahir sebagai budak dan dibesarkan di istana Madinah az-Zahra. Lubna hidup pada masa pemerintahan Khalifah Abdurrahman III (912–961) dan penerusnya, Al-Hakam II (961–976), ketika Al-Andalus mencapai puncak kejayaan budaya dan intelektual. Ia dilatih dalam berbagai disiplin ilmu, termasuk tata bahasa Arab, puisi, matematika, dan kaligrafi, yang merupakan keahlian langka bahkan di kalangan laki-laki.
Karena memiliki banyak keahlian, Lubna dikenal dengan tulisan khatnya yang indah, kemampuannya membuat syair yang bagus, keahliannya dalam matematika, serta penguasaannya terhadap beberapa bahasa. Kecerdasannya menarik perhatian istana, dan menggerakkan hati khalifah Al Hakam II dan ayahnya untuk membebaskannya.
Kepiawaiannya dalam bidang bahasa membuat Khalifah Abdurrahman III mempercayakan posisi sekretaris kerajaan kepada Lubna, sebuah posisi bergengsi yang menunjukkan kepercayaan besar terhadap kemampuannya. Setelah ayahnya meninggal, khalifah Al Hakam II mengangkat Lubna menjadi panitera di pengadilan agung Cordoba, di mana dia bertugas mencatat semua jalannya persidangan. Posisi tersebut menuntut keahlian dalam menulis, pengelolaan administrasi, serta pemahaman mendalam terhadap aspek-aspek hukum.
Meski keberadaannya tercatat dalam sejarah, sayangnya tidak banyak literatur yang membahas kehidupan Lubna secara mendalam. Namanya lebih sering muncul dalam kaitannya dengan sumbangsihnya di bidang intelektual.
Karier dan Kontribusi dalam Pengembangan Literasi di Perpustakaan Madinah az-Zahra
Lubna memulai kariernya sebagai penyalin di perpustakaan Al-Hakam II, yaitu perpustakaan Madinah az-Zahra, yang pada masa itu memiliki koleksi manuskrip sebanyak 500.000, jumlah yang jauh melampaui perpustakaan manapun pada zamannya. Sebagai kepala perpustakaan, Lubna bertanggung jawab atas pengadaan, penyalinan, dan pelestarian teks-teks penting, termasuk karya filsafat Yunani, ilmu pengetahuan Arab, dan sastra Persia yang diterjemahkan ke dalam bahasa Arab dan Latin. Ia melakukan perjalanan ke Kairo, Damaskus, dan Baghdad untuk mengumpulkan naskah-naskah penting. Perjalanan tersebut menjadikan Lubna sebagai salah satu pelancong perempuan pertama yang melakukan perjalanan demi tujuan literasi. Ia juga bertugas mengorganisir, menulis, menerjemahkan serta menyalin manuskrip. Selama berabad-abad, perpustakaan yang berada di bawah kepemimpinan Lubna mengalami perkembangan pesat hingga menjadi perpustakaan terbesar di wilayah Eropa, sebuah prestasi yang hanya mampu disaingi oleh perpustakaan Baitul Hikmah yang terkenal di Baghdad.
Selain itu, Lubna adalah seorang kaligrafer ulung yang menghasilkan salinan manuskrip dengan keindahan artistik tinggi. Ia juga mahir dalam matematika, sebuah bidang yang sangat dihargai di al-Andalus karena penerapannya dalam astronomi, navigasi, dan arsitektur. Sebagai seorang matematikawan ternama, Lubna kerap berjalan di jalan-jalan Cordoba untuk mengajarkan matematika kepada anak-anak. Anak- anak sangat senang khususnya dengan tabel perkalian sehingga mereka seringkali mengikuti Lubna hingga ke perbatasan istana Cordoba sambil melantunkan hafalan perkalian mereka.
Kontribusi Lubna dalam bidang ini turut memperkuat posisi Cordoba sebagai pusat ilmu pengetahuan, di mana pengaruhnya meluas hingga ke Eropa melalui proses terjemahan berbagai karya ilmiah.
Sebagai penyair, Lubna menulis puisi dalam tradisi sastra Arab yang kaya, meskipun sedikit dari karyanya yang bertahan hingga kini. Puisi-puisi yang dihasilkan Lubna, sebagaimana karya para penyair lain di al-Andalus, kerap mencerminkan kepekaan terhadap budaya serta keindahan alam Iberia, sekaligus menunjukkan penguasaan bahasa Arab yang sangat mendalam.Ia juga terlibat dalam pendidikan, mengajar tata bahasa, puisi, dan ilmu pengetahuan kepada siswa, termasuk perempuan di Cordoba.
Seorang sejarawan dan penulis sejarah di Andalusia Ibnu Basykuwal (tahun 1183 M) dalam kitab as-Silah fi Tarikh A’Immat al-Andalus (The Continuation on the History of the Sages of al-Andalus) yang diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris, “She wrote excellently, knew grammar and poetry. Her knowledge of mathematics was enormous. She was also experienced in other sciences. There was no one more noble than her in the Umayyad palace.” Ibnu Basykuwal menyebutkan seorang perempuan bernama Lubna. Ia adalah perempuan yang berbakat dalam bidang kepenulisan, ia mahir dalam gramatikal bahasa, menyalin dan menerjemahkan naskah kuno, dan pandai menulis syair. Selain itu, keahlian di bidang matematika dan sainsnya juga luar biasa. Pada masa itu, tidak ada seorang pun yang lebih mulia daripada dirinya.
Warisan dan Relevansi bagi Dunia Modern
Lubna bersama Hasdai bin Shaprut menjadi pelopor pembangunan perpustakaan Madinah az-Zahra, yang menjadi tempat penyimpanan lebih dari 500.000 buku. Lubna wafat pada tahun 984. Akan tetapi namanya tetap harum hingga saat ini. Kontribusi Lubna juga memiliki dampak jangka panjang. Pengetahuan yang disimpan dan disebarkan melalui perpustakaan Cordoba menjadi dasar bagi Renaissance Eropa, ketika teks-teks Arab tentang matematika, astronomi, dan kedokteran diterjemahkan ke dalam bahasa Latin di Toledo dan kota-kota lain. Lubna bukan hanya tokoh penting dalam sejarah Islam, tetapi juga berperan besar dalam perkembangan ilmu pengetahuan di Eropa pada abad ke-10. UNESCO mengakui Cordoba dan Madinah az-Zahra sebagai warisan dunia karena pentingnya dalam sejarah ilmu pengetahuan.
Lubna merupakan sosok perempuan yang luar biasa, yang berhasil menempati posisi penting dalam dunia intelektual pada masanya. Meski pernah terpinggirkan dalam catatan sejarah, kini ia dikenang sebagai sumber inspirasi bagi para muslimah, karena perjuangannya yang luar biasa. Berangkat dari status sebagai seorang budak hingga menjadi tokoh ilmuwan terkemuka. Warisannya tetap dikenang sebagai simbol kecerdasan dan ketekunan.
Pada tahun 2019, Pemerintah Kota Cordoba memberikan penghormatan kepada Lubna dengan menamai salah satu jalan di kota tersebut sebagai ‘Avenida Escriba Lubna’ (Jalan Penulis Lubna), sebagai bentuk apresiasi atas perannya sebagai juru tulis dan tokoh intelektual.
Sosok Lubna menginspirasi kita untuk menjadi muslimah yang cerdas, serta tak lupa untuk menebarkan kebaikan pada semua orang dengan ikhlas. Kisah Lubna memberikan inspirasi bagi muslimah masa kini untuk menumbuhkan budaya membaca, baik terhadap Al-Qur’an, literatur keislaman, maupun bacaan-bacaan bermanfaat lainnya, sebagai upaya untuk memperluas wawasan intelektual sekaligus memperkuat keimanan. Kita juga dapat mengambil teladan untuk senantiasa berkontribusi pada masyarakat, misalnya melalui pendidikan, kegiatan sosial, atau berbagi ilmu, sesuai dengan kapasitas masing-masing. Memberi manfaat kepada orang lain adalah bentuk ibadah yang besar.
Referensi:
Afif, N., Loop, dkk. 2024. The European Qurʾān: Encounters With The Holy Text of Islam from The Ninth to The Twentieth Century. Walter de Gruyter GmbH & Co KG.
Astutiningrum, R. 2023. Menguak Kisah Hebat Para Muslimah Terdahulu. Jakarta: PT Elex Media Komputindo.
Bell, J., Hershman, T., & Holland, A. 2022. On This Day She: Putting Women Back Into History One Day at a Time. Rowman & Littlefield Publishing Group.
Faiza, A. 2021. 33 Kisah Wanita Super Hebat di Masa Lalu. Jakarta: PT Elex Media Komputindo Kelompok.
Mastur, M. (t.t.). Seri Ensiklopedia Anak Muslim: 125 Tokoh Islam Ternama Sepanjang Masa. DIVA Press.
Muftisany, H. (2021). Kisah Pahlawan Muslimah Dunia: Zebunnisa Hingga Ummu Hani. INTERA.
Kontributor: Dalva Aulia, Semester IV
Editor: Yayu