Sejarah

KH Imam Zarkasyi: Pemikiran Briliannya Dalam Pembaharuan Pesantren

Pondok Pesantren sebagai bentuk institusi pendidikan Islam tertua di Indonesia telah mengalami kemajuan.  Salah satunya ditandai dengan adanya pembaharuan pemikiran Islam. Misalnya seperti, pengembangan pemikiran pendidikan Islam yang tidak hanya berfokus pada materi dalam disiplin ilmu agama saja, tetapi juga ilmu pengetahuan umum. Sebagaimana yang telah dilakukan oleh KH Imam Zarkasyi, pendiri Pondok Modern Darussalam.

KH. Imam Zarkasyi merupakan seorang pemikir pembaruan pendidikan Islam dan pelaksana ide-ide pendidikan. Pemikiran-pemikiran pembaruannya lebih banyak dituangkan di Pondok Pesantren yang ia asuh. Meski demikian, ia juga turut memberikan andil ditataran kebijakan-kebijakan pemerintahan, utamanya dalam bidang pendidikan.  Adapun pemikiran pembaruan pendidikan Islam yang ia tawarkan antara lain tentang pembaruan dibidang sistem dan metode pendidikan, materi, dan kurikulum pendidikan, struktur dan manajemen, serta pola pikir dan kebebasan.

Sistem Pesantren yang terstruktur memungkinkan untuk menciptakan lingkungan yang baik untuk pendidikan. Pesantren yang tersistem akan mencapai target pendidikan yang telah direncanakan. Pengasuh Pondok Pesantren berperan penting dalam merancang pendidikan sehingga terbebas dari pengaruh luar yang mungkin kurang sesuai dengan lingkungan Pesantren yang dikenal dengan lingkungan yang agamis.

Pembaruan adalah keniscayaan. Semua Rasul yang diutus kedunia ini bertugas untuk melakukan perubaruan, tidak terkecuali Rasulullah Saw. Perubaruan yang dilakukan beliau sangatlah mendasar yakni menyangkut tentang keyakinan masyarakat yang semula menyembah banyak Tuhan dialihkan menjadi menyembah Tuhan yang Maha Esa. Selain itu masyarakat yang dikenal biadab dirubah menjadi masyarakat yang memiliki peradaban.

Melakukan perubahan bukanlah hal mudah dan bahkan sangat sulit. Hal itu terjadi karena masyarakat selalu bersifat kontradiktif. Masyarakat pada umumnya selalu memiliki keinginan yang berlawanan arah. Pada satu sisi mereka menginginkan perubahan, tetapi diwaktu yang bersamaan, juga ingin mempertahankan tradisinya. 

Sosok KH. Imam Zarkasyi di tanah pendidikan Nusantara sudah tidak asing lagi bagi kita. Betapa tidak beliau adalah sosok yang dapat dikatakan salah satu pencetus asas-asas pembaruan terhadap Pesantren dari tradisional ke Modern.

Biasanya Pesantren tradisional lebih mengutamakan pelajaran agama saja, dan menyampingkan pembelajaran umum. KH. Imam Zarkasyi membawa perubahan baru. Beliau mulai mewarnai dengan ide-Ide cerdasnya. Menjadikan pelajaran agama dan umum setara. Nantinya pembaruan itu disebut dengan sistem Pondok Pesantren Modern.

KH. Imam Zarkasyi dilahirkan di Gontor Ponorogo-Jawa Timur pada 21 Maret 1910. Nama KH. Imam Zarkasyi identik dengan Pondok Modern Gontor Darussalam disebabkan beliaulah yang membesarkan pondok ini sehingga namanya menjadi terkenal. KH. Imam Zarkasyi adalah putra bungsu dari tujuh bersaudara, dari pasangan Kyai Santoso Anom Besari dan Nyai Sudarmi Santoso.  KH. Imam Zarkasyi dibesarkan dikeluarga yang taat beragama.

Memasuki usianya yang ke-16 tahun, KH. Imam Zarkasyi mulai menimba ilmu di beberapa Pesantren di tempat beliau lahir. Seperti Pesantren Josari, Pesantren Joresan, dan Pesantren Tegalsari.  Setelah belajar di sekolah Ongkoloro, ia melanjutkan studinya di Pondok Pesantren Jamsaren Solo. Pada waktu yang sama ia juga belajar di sekolah Manbaul Ulum. Kemudian ia melanjutkan pendidikanya di sekolah Arabiyah Adabiyah yang dipimpin oleh KH. Alhasyimi. Setelah menyelesaikan pendidikanya di Solo, KH. Imam Zarkasyi meneruskan studinya ke Kweekscool di Padang Panjang, Sumatera Barat, sampai tahun 1935. 

Setelah tamat belajar di tempat itu, ia langsung diminta menjadi Direktur Perguruan tersebut oleh gurunya yaitu Mahmud Yunus, dikarenakan Mahmud Yunus melihat bakat yang menonjol dari KH. Imam Zarkasyi dalam bidang Pendidikan. Akhirnya KH. Imam Zarkasyi menerima jabatan yang cukup tinggi itu. Namun beliau tidak lama menyandang status itu hanya selama satu tahun dan amanah itu dikembalikan lagi kepada gurunya Mahmud Yunus dikarenakan ia merasa bahwa jabatan tersebut bukan tujuan utamanya setelah menuntut ilmu di tempat itu. Dan ia melihat Gontor lebih memerlukan kehadirannya. Setelah kembali ke Gontor ia bergabung kembali bersama kedua kakaknya yaitu KH. Zainuddin Fanani dan KH. Ahmad Sahal untuk mengelola Pondok Pesantren Gontor.

Setelah bergabung kembali bersama kedua kakaknya untuk mengelola Gontor, KH. Imam Zarkasyi mengusulkan kepada kedua kakaknya untuk membuka program baru yang diberi nama Kulliyatul Mu’alimin al-Islamiyah (KMI), Program pendidikan yang diselenggarakan selama 6 tahun, setingkat dengan jenjang pendidikan menengah. Usulnya ini disetujui dan ia diamanahi untuk menjadi direkturnya. Gagasan ini dipengaruhi oleh pendidikannya di Normal Islam kweekschool Padang Panjang.

Atas pengalaman belajarnya di beberapa Pesantren dan di Universitas di luar negeri. KH. Imam Zarkasyi banyak memberikan perubahan baru terhadap Pesantren. Sebelum mendirikan lembaga pendidikan Gontor dengan corak modern, KH. Imam Zarkasy bersama pendiri pondok telah mengkaji beberapa pendidikan yang terkenal dan maju di luar negeri, khususnya yang sesuai dengan sistem Pondok  Pesantren.

Ada empat lembaga yang menjadi daya tarik pengembangan dan perhatiannya dalam rangka mewujudkan lembaga pendidikan Islam Pondok Modern. 

Lembaga pertama yang dikunjunginya adalah Universitas al-Azhar Mesir yang terkenal karena wakafnya. Al-Azhar bermula masjid yang sederhana namun kemudian dapat hidup ratusan tahun dan telah memiliki wakaf yang mampu memberikan beasiswa untuk mahasiswa seluruh dunia. Kedua, pondok pesantren Syanggit di Afrika Utara, dekat Libya. Lembaga ini dikenal dengan kedermawanan dan keikhlasan pengasuhnya. Pesantren ini dikelola dengan ikhlas dimana pengasuhnya tidak hanya mendidik murid-muridnya, juga menanggung kebutuhan hidup sehari-hari mereka. Ketiga Universitas Muslim Aligarch yang membekali mahasiswanya dengan pengetahuan umum dan agama, sehingga mereka mempunyai wawasan yang luas dan menjadi pelopor kebangkitan dunia Islam di India. Keempat masih tetap di India, perguruan Shantiniketan, Rabendranath Tagore. Perguruan ini terkenal karena kedamaianya. Meskipun terletak jauh dari keramaian, tetapi dapat melaksanakan dengan baik dan bahkan dapat mempengaruhi dunia.  Kedamaian inilah yang mengilhami Darussalam (kampung damai) untuk dijadikan nama Pondok Pesantren Modern Darussalam Gontor.

Keempat lembaga pendidikan itulah yang menimbulkan ide-ide KH. Imam Zarkasyi untuk membangun Gontor dengan perpaduan keempat unsur diatas. Di samping itu, gagasan untuk memberikan warna baru terhadap Gontor juga diilhami KH. Imam Zarkasyi ketika peristiwa kongres umat Islam Indonesia di Surabaya yang dilaksanakan pada pertengahan tahun 1926. Kongres tersebut dihadiri oleh tokoh-tokoh umat Islam Indonesia yaitu KH. Mas Mansyur, Hos. Cokroaminoto, KH Agus Salim, dan lainnya.  Ada hal yang sangat penting dalam pelaksanaan kongres tersebut yaitu dengan mengutus wakil umat Islam Indonesia ke muktamar Islam se-dunia yang akan digelar di Mekkah. Namun yang menjadi kendala adalah siapa yang akan ditunjuk menjadi utusan (delegasinya) sedangkan kriteria utusan yang dapat hadir adalah orang yang sekurang-kurangnya harus mahir berbahasa Inggris dan Arab. Dari sekian banyak peserta muktamar, tak seorang pun memiliki kemampuan kedua bahasa itu. Dan akhirnya dipilihlah dua orang utusan yaitu KH. Mas Mansyur yang menguasai Bahasa Arab, dan Hos. Cokroaminoto yang menguasai bahasa Inggris. Kejadian itulah yang membuat KH. Imam Zarkasyi mencita-citakan pesantren Gontor nantinya mampu mencetak kaker-kader muslim yang mahir dalam berbahasa Arab dan Inggris sekaligus.

KH. Imam Zarkasyi  berpandangan bahwa hal penting dalam pesantren bukanlah pelajaran semata-mata, melainkan juga jiwanya. Jiwa itulah yang akan menjadi bekal berharga untuk para santri di masa yang akan datang. Pada forum seminar Pondok Pesantren se-Indonesia tahun 1965 di Yogyakarta, Imam Zarkasi merumuskan jiwa pesantren itu ada lima. Kelima jiwa itu adalah keikhlasan, kesederhanaaan, kesanggupan menolong diri sendiri (self helf), ukhuwah islamiyah dan jiwa yang bebas. 

Pertama, keikhlasan yaitu sepi dari pamrih dan tidak didorong oleh keinginan memperoleh keuntungan-keuntungan tertentu, tetapi semata-mata karena ibadah kepada Allah Swt. Kedua, kesederhanaan yaitu dalam kehidupan pesantren harus diliputi suasana kesederhanaan. Namun bukan pasif atau menerima dengan pasrah, dan bukan melarat atau miskin, tetapi mengandung kekuatan ketabahan dalam diri, dan penguasaan diri dalam menghadapi kesulitan. Di balik kesederhanaan itu terpancar jiwa besar, berani maju dalam menghadapi perjuangan hidup dan pantang mundur. Ketiga kesanggupan menolong diri sendiri adalah berdikari, dalam arti bahwa santri harus belajar dan berlatih mengurus segala kepentingan sendiri. Lebih dari itu santri harus bisa mengurus Pondok Pesantren itu sendiri sebagai lembaga pendidikan Islam. Tidak menyandarkan kehidupannya kepada bantuan dan belas kasihan orang lain. Keempat, Ukhuwah Islamiyah yaitu kehidupan di Pondok Pesantren harus diliputi dengan suasana persaudaraan yang akrab. Sehingga segala kesenangan dan kesusahan dapat dirasakan bersama dengan jalinan perasaan keagamaan. Persaudaraan ini bukan hanya selama berada di Pesantren namun harus mempegaruhi arah umat persaudaraan dan persatuan umat yang luas. Sedangkan kelima yang dimaksud jiwa bebas adalah bebas dalam berfikir dan berbuat, bebas dalam menentukan masa depan, namun tetap dalam jalur syariat. Para santri harus bebas menentukan jalan hidupnya di masyarakat kelak, dengan jiwa besar dan optimis dalam menghadapi berbagai kesulitan dalam hidupnya.

KH. Imam Zarkasyi juga mempunyai perspektif bahwa Pondok Pesantren juga harus menatap masa depan yang lebih jauh untuk mempertahankan keberadaanya. Untuk itu diperlukan beberapa sikap yang mendasar. Pertama, senantiasa memperhatikan zaman, dalam hal ini pelajaran yang harus disesuaikan dengan masa depan kehidupan masyarakat, didaktik dan metodik. Kedua, Pondok Pesantren harus dapat terus mempertahankan kehidupannya dengan memperhatikan syarat-syarat material. Untuk itu harus ada wakaf yang menjadi andalan bagi kelangsungan hidup pondok pesantren. Dengan cara ini, pesantren akan senantiasa dapat meningkatkan mutu pendidikan dan pengajaranya dimasa-masa mendatang. Ketiga, Pondok Pesantren jangan melupakan kader untuk kelanjutan regenerasi. Diketahui bahwa hidup matinya Pondok Pesantren seringkali sangat tergantung kepada hidup dan matinya Kyai pendiri pesantren. Untuk itu menjaga kelangsungan hidup pesantren sebagai lembaga pendidikan Islam tiap-tiap pondok harus menyiapkan kader-kader yang kelak akan menjadi penggantinya. Keempat, perlunya tata cara penyelenggaraan pondok pesantren dengan sebaik-baiknya. Hal ini perlu dilakukan sebagai upaya memperbaharui keadaan penyelenggaraan pendidikan. Dari pemaparan diatas KH. Imam Zarkasyi adalah ulama pemikir yang membawa pembaharuan terhadap Pesantren dengan ide-ide yang brilian. Beliau menerapkan ide-Ide pembaruannya itu di Pondok Pesantren yang dia asuh. Sehingga Pondok Gontor yang awalnya hanya mengutamakan pengetahuan Agama, berubah menjadi Pondok Modern yang menyelaraskan pendidikan agama dan umum. Dengan demikian beliau dapat dikatakan sebagai tokoh Pendidikan.

Referensi:

Subiantoro, “KH Imam Zarkasyi Pemikiran Sang Pelopor Pendidikan Islam Modern” Trussmedia Grafika, 2021.

Syukri Zarkasyi, Abdullah, “Gontor dan Pembaharuan Pendidikan Pesantren” Raja Grapindo Persada, 2005.

Nata, Abudin, “Pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam”, Jakarta: Raja Grapindo Persada, 2000.

Nata, Abudin, “Tokoh-tokoh Pembaharuan Pendidikan Islam Di Indonesia” Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2005.

Fathullah Zarkasyi, M. Ammal “Pondok Pesantren Sebagai Lembaga Pendidikan dan Dakwah”, Jakarta: Gema Insani Press, 1998.

Kontributor: Yulianti Amanda Lidia Putri, Semester III

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *