MAHADALYJAKARTA.COM – Pengaruh filsafat Yunani abad ini semakin menimbulkan masalah dan tantangan yang kompleks terhadap eksistensi filsafat Islam. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya kritikan pedas bahkan tuduhan miring oleh kelompok Ortodoks terhadap pemikiran filsafat dalam Islam.
Sebagian orang ada yang menyanggah bahwa sebenarnya filsafat Islam itu tidak ada, adanya hanyalah filsafat Islam yang memfilsafatkan filsafat Yunani agar sesuai dengan ajaran agama Islam. Persoalan ini semakin rumit karena menyangkut persoalan vital keimanan dan perbedaan metode keilmuan dalam memahami ajaran agama bahkan sebagian kelompok tertentu mengklaim tentang perihal kebenaran status agama seseorang.
Masalah ini harus segera dicarikan solusinya agar tidak ada kerancuan yang menyebabkan kesalahpahaman dalam filsafat, baik filsafat Islam maupun filsafat non Islam. Salah satu solusinya, adanya beberapa fase dalam perkembangan dan persebaran filsafat khususnya filsafat Islam. Fase pertama ditandai dengan penerjemahan pada teks-teks yang dikira menarik dari filsafat Yunani diubah ke dalam bahasa Arab. Fase kedua adanya sistematis proses penerjemahan buku-buku ke bahasa Arab. Pada fase ketiga muncul filsuf-filsuf hebat seperti, seperti Ibnu Rusyd.
BACA JUGA: Menyelami Peradaban Keilmuan Islam
Ibnu Rusyd lahir di Cordova, Ibu Kota Andalusia, wilayah Islam di ujung Barat benua Eropa pada tahun 526-595 H. Ibnu Rusyd memiliki nama lengkap Abu al-Walid Muhammad bin Ahmad bin Muhammad bin Rusyd atau Averroes (dikenal di Barat). Ia dilahirkan di tengah-tengah keluarga ilmuwan. Ayah dan kakeknya adalah pecinta ilmu dan merupakan ulama yang sangat disegani di Spanyol. Ayahnya, Ahmad bin Muhammad seorang faqih (ahli ilmu Islam) yang pernah menjabat sebagai hakim di Cordova. Kakeknya, Muhammad bin Ahmad merupakan ahli fikih madzhab Maliki, imam masjid Cordova, dan pernah menjabat sebagai hakim agung (qadhi al-qudhat) di Spanyol.
Jadi tidak diragukan lagi kalau darah ilmuwan mengalir deras pada diri Ibnu Rusyd. Ia ahli dalam berbagai macam ilmu seperti hukum Islam (faqih), kedokteran, matematika, ilmu kalam, astronomi, ilmu logika, dan khususnya filsafat. Ibnu Rusyd dididik langsung sejak kecil oleh ayahnya sendiri. Pendidikan awalnya dengan belajar Al-Qur’an dan dilanjutkan belajar ilmu-ilmu dasar keislaman seperti fikih, usul fikih, hadis, sastra, ilmu kalam, dan bahasa Arab.
Ibnu Rusyd tumbuh menjadi seorang yang cerdas dan menghasilkan banyak karya sehingga dikenal oleh banyak orang. Bahkan karyanya masih bisa dinikmati sampai saat ini. Ibnu Rusyd tumbuh dewasa di lingkungan yang mencetak banyak orang cendekiawan. Cordova itulah negara yang tersebar beraneka ragam ilmu pengetahuan dan merupakan pusat peradaban Islam. Cordova laksana ladang yang banyak menghasilkan intelektual cemerlang. Dari langitnya lahir para bintang zaman.
Awalnya Ibnu Rusyd mengatakan tidak tertarik pada filsafat. Namun, setelah banyak berdiskusi dengan khalifah Abu Ya’qub Yusuf (558-580 H./1163-1184 M.) dari Dinasti Muwahiddun tentang filsafat, Ibnu Rusyd kagum dengan pengetahuan khalifah tentang filsafat. Akhirnya, Ibnu Rusyd berani mengemukakan pendapatnya sendiri yang berkaitan filsafat.
BACA JUGA: Al-Kindi Sang Filosof Islam Penerjemah Pertama Filsafat Yunani
Khalifah yang sangat tertarik dengan filsafat ingin mengakses karya-karya Aristoteles, tapi sulit untuk mencerna dan memahaminya secara langsung karena menggunakan bahasa Yunani. Karena itulah Ibnu Rusyd diminta agar berkenan menerjemahkan dan menafsirkan karya-karya Aristoteles. Selain itu pertemuan ini mengantarkan Ibnu Rusyd menjabat sebagai qadhi (hakim agama) di Seville. Namun, setelah meninggalnya Khalifah Abu Ya’qub Yusuf banyak terjadi pro dan kontra di kalangan tokoh agama.
Sebagian kelompok mulai mengkritik filsafat dan para filsuf. Ini awal kehidupan pahit bagi Ibnu Rusyd karena harus menghadapi para pemuka agama yang memiliki pandangan sempit dan punya ambisi-ambisi tertentu untuk kepentingan pribadi. Dengan berbagai cara mereka memfitnah Ibnu Rusyd sehingga Ibnu Rusyd dipecat dari jabatannya, diusir dari istana serta diasingkan ke Lausanne, sebuah perkampungan Yahudi yang terletak sekitar 50 km di sebelah Selatan Cordova.
Buku-buku karyanya dibakar di depan umum, kecuali yang berhubungan dengan bidang kedokteran, astronomi, serta matematika yang tidak ikut dibakar. Semua kegiatan yang berkaiatan filsafat dan berpikir bebas dilarang karena dianggap membahayakan akidah Islam. Bahkan Ibnu Rusyd dianggap kafir dan menyesatkan orang lain. Selain itu, banyak pemberontak dari kaum Kristen Spanyol diakibatkan adanya sikap anti muslim Spanyol terhadap filsafat dan para filsuf.
Setelah pemberontakan berhasil diredakan dan kondisi kembali normal, Khalifah baru kembali memihak pemikiran kreatif Ibnu Rusyd. Ia dipanggil untuk kembali ke istana dan mendapat perlakuan hormat. Kajian filsafat juga diperbolehkan untuk dipelajari kembali. Hal ini karena Ibnu Rusyd terbukti tidak melakukan apa yang dituduhkan kepadanya dari orang-orang yang iri dan tidak suka kepadanya.
Tidak berlangsung lama menikmati udara bebas dari balik jeruji. Ibnu Rusyd menghembuskan nafas terakhirnya di Marakesh dalam usia 72 tahun menurut perhitungan masehi dan 75 tahun menurut perhitungan Hijriah. Tepatnya pada tanggal 10 Desember 1198 M./ 9 Safar 595 H. Beberapa tahun setelah ia wafat, jenazahnya dipindahkan ke Cordoba, tempat kampung halamannya. Meskipun nama Ibnu Rusyd telah direhabilitasi, masyarakat masih merasa anti terhadap filsafat.
Propaganda itu telah mengakar di hati masyarakat luas. Mereka menganggap bahwa filsafat merupakan barang haram. Hal ini menghambat berkembangnya filsafat di dunia Islam, terutama di dunia Islam Suni. Namun, tidak berselang lama munculah karya-karya Ibnu Rusyd dalam bahasa Latin dan Ibrani Yahudi. Penyelamatan karya-karya Ibnu Rusyd diperkirakan dilakukan oleh mahasiswa dari universitas-universitas di Seville, Cordova, Granada, dan universitas lain di Spanyol dari berbagai daerah Eropa.
Karya-karya Ibnu Rusyd ada yang berupa buku, makalah, dan risalah. Sedangkan karya-karya asli Ibnu Rusyd mencakup bidang filsafat, kedokteran, fikih atau usul fikih, dan psikologi. Sebagian di antaranya adalah:
1# Tahafut at-Tahafut (kerancuan dari buku Al-Ghazali yang berjudul Tahafut al-Falasifah)
2# Fashl al-Maqa fi ma Bayn al-hikmah wa as-Syariah min al-Ittishal (penjelasan hubungan antara filsafat dan agama)
3# Al-Kasyf’an Manahij al-Adillah fi ‘Aqaid al- Millah (menyingkap metode-metode demostratif yang berkaitan dengan keyakinan pemeluk agama)
4# Bidayah al-Mujtahid wa Nihayah al-Muqtashid (tingkat awal bagi seorang mujtahid dan tingkat akhir bagi kaum awam)
Masih banyak karya-karya Ibnu Rusyd yang masih bisa dilacak sampai saat ini. Bahasa asli penulisan karya Ibnu Rusyd menggunakan bahasa Arab. Ibnu Rusyd menggunakan terjemahan yang telah dilakukan oleh penerjemah Yunani dalam mengomentari karya filsuf Yunani khususnya Aristoteles. Inilah mengapa menurut Ibnu Rusyd, rasio merupakan sarana untuk memahami sumber pengetahuan bukan hanya sebagai sumber pengetahuan.(//)
REFERENSI:
Ulum Shohibul A. R. 2022. Ibnu Rusyd Sebuah Biografi. Yogyakarta: Anak Hebat Indonesia.
Iqbal Muhammad. 2004. Ibnu Rusyd & Averroisme. Bandung: Citapustaka Media Perintis.
Wijaya Aksin. 2009. Teori Interpretasi Ibnu Rusyd. Yogyakarta: LKiS Printing Cemerlang.
Junaedi Mahfud dan Wijaya Mirza Mahbub. 2019. Pengembangan Paradigma Keilmuan Perspektif Epistemologi Islam. Jakarta: Kencana.
Wijaya Aksin. 2021. Menafsir Kalam Tuhan. Yogyakarta: IRCiSoD.
Kontributor: Fajar Asfiya, Semester III
Penyunting Bahasa: Isa Saburai