Walisongo dan Konstruksi Peradaban Islam di Jawa

Walisongo dan Konstruksi Peradaban Islam di Jawa

Awal Mula Masuknya Islam di Tanah Jawa

MAHADALYJAKARTA.COM – Islam datang ke Indonesia pada permulaan abad pertama hijriyah yang tersebar luas pada abad ke-13 Masehi. Tersebarnya Islam di Indonesia juga terdapat di benua-benua lain karena adanya beberapa faktor diantaranya sosial politik, ekonomi dan agama. Tetapi ada faktor yang paling menentukan dan merupakan faktor yang paling dominan terhadap hasil yang besar itu adalah sebuah usaha-usaha para Da’i dan para Mubaligh muslim yang menganggap bahwa Nabi Muhammad Saw adalah sebagai standar para umatnya yakni dengan istilah (uswatun hasanah), karena beliaulah yang berusaha mungkin menyampaikan ajaran Islam agar umatnya itu mengetahuinya.

Agama Islam masuk ke pulau Jawa dapat diduga jauh sebelum abad ke 13 masehi di situ juga terdapat pusat-pusat tertua penyebaran Islam yaitu di daerah Gresik dan Surabaya, kesimpulan tersebut berdasarkan pada yang menuturkan, bahwasannya di Gresik itu terdapat banyak makam-makam tertua para orang terdahulu. Diantaranya adalah makam tua dari seorang yang bernama Fatimah binti Maimun, yang meninggal pada tanggal 7 Rajab tahun 475 H (1082 M) dan makam Malik Ibrahim yang wafat pada tanggal 12 Rabiul Awal 822 H (1419 M). Secara arkeologis makam Fatimah itu terletak di sebuah desa yang bernama leran, yang berjarak 12 km di sebelah barat kota Gresik. Makam tersebut dianggap sebagai peninggalan tertua di Nusantara yang tampaknya juga berhubungan dengan kisah migrasi suku Lor asal Persia yang datang ke Jawa pada abad ke-10 M.15 sebelum Islam masuk dan berkembang di Jawa karena kerajaan terakhir yang besar pengaruhnya di pulau Jawa adalah kerajaan Majapahit.

Saat kerajaan Majapahit sudah mencapai puncak kebesarannya pun sudah banyak orang-orang yang beragama Islam. Hal ini juga disebabkan karena adanya hubungan dengan orang-orang Islam yang melakukan pelayaran dan perdagangan di Bandar Pesisir Pantai Utara pulau Jawa yang menjadi wilayah Majapahit. Penyebaran agama Islam juga dipelopori oleh Wali Songo, meskipun terdapat banyak penyebaran agama Islam namun para wali Allah yang menjadi peranan terpentingnya. Para wali tersebut memiliki wilayah dan cara masing-masing untuk menyebarkan agama Islam, Maulana Malik Ibrahim atau biasa kita kenal dengan Sunan Gresik beliau itu dianggap sebagai wali yang pertama kali masuk dan menyebarkan agama Islam di pulau Jawa sehingga atas jasanya lah yang pada waktu itu banyak yang beragama Hindu dan Budha dengan adanya kehadiran beliau mayoritas penduduk sekitarnya itu memeluk agama Islam.

Baca Juga:

Syekh Jumadil Kubro, Punjer Walisongo Keturunan Rasulullah Saw.

Pada awal agama Islam masuk ke tanah Jawa, penduduknya masih banyak yang memeluk agama Hindu dan Budha. Selain itu pula masih banyak kepercayaan lama yaitu kepercayaan nenek moyang. Masuknya Islam di tanah Jawa memang tidak secara langsung, namun melalui tahapan-tahapan atau secara berangsur-angsur dan damai. Awal mula kedatangan Islam itu di daerah pesisir karena orang-orang asing datang melalui jalan perairan dengan menggunakan kapal, dan kedatangan Islam di tanah Jawa itu tidak dapat dinyatakan dengan pasti.

Dalam menyebarkan agama Islam, kebanyakan mereka mengajak masyarakat untuk mengutamakan melakukan syari’at Islam dengan menyampaikan ajaran yang berpegang teguh kepada sumber utama, yaitu dengan Al-Qur’an dan Ahlussunnah. Mereka mengingat pada tujuan utama yakni untuk mengikis kepercayaan yang lama dengan dididik dengan ajaran-ajaran agama. Semua ini tercermin pada naskah-naskah pada zaman kewalen, yaitu zamannya para wali yang menyebarkan agama Islam seperti halnya buku wejangan Syekh Bari yang di karang oleh Sunan Bonang dan primbon Jawa pada abad ke-16. Naskah-naskah tersebut menggambarkan pola pikir pesantren yang menentang ajaran bahwasannya tuhan itu bersatu dengan alam. Selain itu sebagian dari mereka itu menggunakan metode pseudo culture yang menampilkan bentuk kebudayaan tertentu yang mengandung makna nasihat dan toleransi keagamaan. Dengan metode ini mereka menghendaki supaya adat-istiadat dan kepercayaan lamanya terkikis sedikit demi sedikit seraya diisikan oleh adat-istiadat yang berbau islami.

Perkembangan Islam di Tanah Jawa

Penyebaran Islam ke berbagai wilayah termasuk di wilayah Indonesia, berlangsung berjalan melalui transformasi agama tersebut, baik sebagai doktrin maupun unsur-unsur budaya muslim. Proses ini melalui berbagai alur kedatangan, bentang waktu dan rangkaian proses di wilayah-wilayah yang menjadi sasaran penyebarannya. Melihat adanya variasi waktu berlangsungnya proses sosialisasi Islam, bisa dikatakan disini bahwa penyebaran dan sosialisasi Islam di Nusantara terjadi melalui rangkaian peristiwa yang tidak sama di masing-masing wilayah.

Islam di prediksi masuk ke wilayah Kepulauan Nusantara itu sejak abad ke-7 atau ke 8 M, namun keberadaannya itu secara nyata, dalam wujud komunitas masyarakat muslim yang menempati suatu wilayah baru pada abad ke-13 M. Komunitas itu terdiri dari para pedagang yang berjualan di wilayah kepulauan Nusantara, diantaranya pedagang tersebut datang dari wilayah: Gujarat, China, Persia dan Arab. Mereka singgah di salah satu wilayah untuk menjual barang dagangan nya ataupun untuk membeli dan membawanya kembali ke daerah asalnya.

Pada awal abad ke-15 dominasi kekuasaan politik Islam yang berpusat di daerah Turki Usmani telah berkembang dan bangkit menuju puncak kekayaan. Setelah Sultan Muhammad menjadi sebagai Khalifah Turki Utsmani mengirimkan surat kepada para penguasa Islam di Afrika Utara dan Timur Tengah, maka di kirimlah tim dakwah yang berjumlah 9 ulama dengan berbagai keahlian yang ada pada diri mereka. Hal ini dapat mempengaruhi tingkat keimanan, kekuatan Islam, dan pengalaman nilai-nilai Islam yang tercermin dari sikap, tingkah laku dan kehidupan beragama umat Islam di tanah Jawa.

Dalam beberapa catatan historiografi di Jawa, keberadaan tokoh-tokoh Walisongo diasumsikan sebagai tokoh waliyullah sekaligus tokoh waliyul amri. Yaitu sebagai orang-orang yang dekat dengan Allah yang terpelihara dari kemaksiatan (Waliyullah), dan juga sebagai orang-orang yang memegang kekuasaan atas hukum kaum muslimin. Pemimpin masyarakat yang berwenang menentukan dan memutuskan keputusan urusan masyarakat, baik dalam bidang keduniawian maupun urusan keagaman (Waliyul amri).

Masyarakat muslim di Indonesia, sebutan walisongo itu memiliki makna khusus yang dihubungkan dengan keberadaan tokoh-tokoh keramat yang berada di Jawa, yang berperan penting dalam usaha perkembangan dan penyebaran Islam pada abad ke-15 M dan ke-16 M. Ada juga menurut pendapat Prof. K.H.R. Moh. Adnan bahwa kata sanga itu merupakan perubahan atau keracunan dalam mengucapkan kasa sana yang menurutnya tsana’. Kata tsana’ berasal dari bahasa Arab yang berarti mulia yang semakna dengan mahmud yang berarti terpuji. Sehingga istilah Wali Songo menurutnya menurutnya berasal dari kata wali tsana’.

Menurut Solichin Salam mengenai Walisongo, Walisongo merupakan kata majemuk yang berasal dari kata wali dan songo. Kata wali berasal dari bahasa Arab, suatu bentuk singkatan Waliyullah, yang berarti orang yang mencintai dan dicintai oleh Allah. Sedangkan kata Songo yang berasal dari bahasa Jawa yang berarti Sembilan. Jadi Walisongo itu adalah Wali yang jumlahnya ada Sembilan diantaranya: Maulana Malik Ibrahim (Sunan Gresik), Raden Rahmat (Sunan Ampel), Raden Makdum Ibrahim (Sunan Bonang), Raden Syarifuddin (Sunan Drajat), Raden Paku (Sunan Giri), Jaka Said (Sunan Kalijaga), Ja’far Shodiq (Sunan Kudus), Raden Prawoto (Sunan Muria), Syarif Hidayatullah (Sunan Gunung Jati).

Salah satu cara penyebaran agama yang dilakukan oleh Walisongo ialah dengan cara berdakwah. Penyebaran Islam melalui jalur dakwah ini berjalan dengan cara mendatangi masyarakat (sebagai objek dakwah), dengan cara pendekatan sosial budaya. Pola ini menggunakan bentuk akulturasi, yaitu menggunakan jenis budaya setempat yang dialiri dengan ajaran Islam di dalamnya. Pola islamisasi di Jawa mempunyai karakteristik tersendiri dibandingkan dengan yang terjadi di daerah lain, di daerah lain Islam itu relatif bisa diterima dengan cepat karena berhadapan dengan budaya lokal yang masih sederhana.

Sementara di Jawa Islam berhadapan dengan kekuatan rumit yang merupakan penyerapan unsur-unsur budaya hinduisme. Kebudayaan tersebut terus terpelihara oleh para bangsawan dan kaum ningrat atau cendekiawan Jawa. Oleh karena itu pola islamisasi di Jawa itu berhadapan dengan dua model kekuatan lingkungan budaya: pertama, kebudayaan para petani lapisan bawah yang merupakan bagian terbesar masyarakat yang hidup sederhana dengan religi animisme dan dinamisme, dan yang ke dua tradisi istana yang merupakan tradisi agung dengan unsur-unsur filsafat Hindu-Budha yang memperkaya dan memperluas budaya dan tradisi lapisan atas tersebut.

Adanya penelitian tentang islamisasi di Jawa, James Peacock dalam Purifying the faith (1978) menegaskan bahwa mistik dan praktik masing-masing merupakan arus bawah yang sangat kuat di Jawa, karena Islam yang datang di Jawa adalah Islam sufi, yaitu Islam yang mudah diterima dan diserap ke dalam sinkretisme Jawa, karena Islam sufi adalah suatu ajaran yang dibawakan oleh Walisongo dengan proses tersebut Walisongo berhasil mengembangkan akidah dan akhlak yang diajarkan dari kaum sufi, usaha pembangunan dakwah Islam yang dijalankan Walisongo itu adalah usaha mengembangkan pendidikan model dukuh, asrama, dan pesantren.

Berkembangnya agama Islam di Jawa disitu juga bersamaan dengan semakin melemahnya kekuasaan Majapahit. Kelemahan pemerintah Majapahit di situ membuka peluang kekuasaan yang independen, pada saat itu kerajaan Demak berhasil menggantikan posisi kerajaan Majapahit sebagai pusat kekuasaan kerajaan di Jawa. Meskipun proses islamisasi di Jawa berlangsung cukup lama, namun eksistensinya secara nyata mulai terbentuknya kekuasaan dengan berdirinya kerajaan Islam di Demak.

Demak merupakan kerajaan Islam pertama di pulau Jawa setelah runtuhnya kerajaan Majapahit, Kerajaan Demak dianggap menjadi salah satu sentra terpenting penyebaran nilai-nilai asimilasi religius masyarakat muslim. Menurut Historiografi jawa, kerajaan Demak di tegakkan oleh Raden Fattah dengan gelar Senopati Jimbun Panembahan Palembang Sayidin Panatagama, merupakan beliau adalah murid dari Sunan Ampel, perintah dan produk hukum yang di jadikan ajuan penegakan Negara menunjukkan pada pola hukum Majapahit. Angger Suryangalam merupakan kitab hukum pada era Demak. 

Referensi:

Abdullah Rachmat. 2019. Walisongo Gelora Dakwah dan Jihad di Tanah Jawa, Solo: Studio Al-Wafi.

Ahmad Fadlali. 2004. Sejarah Peradaban Islam, Jakarta: PT. Muntaz Sebumi Cipta Mutiara.

Hasbullah. 2001. Sejarah Pendidikan Islam Indonesia Lintas Sejarah Pertumbuhan dan 

Perkembangan, Jakarta: PT. Raja Grafindo Prasanda.

Suyanto, Agus. 2012. Atlas Wali Songo, Depok: Pustaka Ilman.

Abdullah, Taufik. 1991. Sejarah Umat Islam Indonesia, Jakarta: Majelis Ulama Indonesia.

Kontributor: Himmah Nur Izzah

Editor: Dalimah NH

Leave a Reply