Hasan, Cucu Rasulullah Sang Pemersatu Kaum Muslimin
Ma’had Aly – Hasan Bin Ali Bin Abi Thalib adalah salah satu cucu Rasulullah dari putri beliau Syaidatina Fatimah binti Rasullah. Beliau sebagai khalifah terakhir. Hasan lahir pada pertengahan bulan ramadhan tahun ketiga setelah hijrahnya Nabi. Nama Hasan sendiri diberikan langsung oleh Rasulullah dan Hasan diakikahi pada hari ketujuh setelah kelahirannya dan Rasulullah memerintahkan memotong beberapa helai dari rambutnya dan memberikan sedekah perak seberat potongan rambutnya.
Hasan terkenal dengan kepribadian yang sangat sabar, berwibawa, mempunyai akhlak terpuji, tidak menyukai pertengkaran dan pertumpahan darah. Semua sikap dari Hasan ini mewarisi dari sikap kakeknya yakni Rasulullah.
Salah seorang sahabat pernah mendengar Hasan berkata kasar, yakni saat terjadi perselisihan antara beliau dengan sahabat Amr bin Utsman dalam permasalahan tanah. Hasan mengajukan permasalahan yang sama sekali tidak disenangi oleh Amr bin Utsman. Lalu Hasan berkata kepada Amr, “Tidak ada bagian baginya kecuali dari hidungnya.” Ini adalah kata kasar yang keluar dari lisan Hasan yang pernah didengar oleh para sahabat.
Rakyat segera membaiat Hasan sebagai khalifah setelah sepeninggalan ayahnya Syaidina Ali. Orang yang pertama kali membaiat Hasan menjadi khalifah adalah panglima perang pasukan Ali bin Abi Thalib. Kemudian diikuti oleh penduduk Kufah, sebab seperti itulah cara pada saat itu tanpa adanya pemilihan umum tidak ada pula pembatasan periode pada masa jabatannya. Itulah sebabnya dalam sejarah khilafah sering terjadi pemboikotan kekuasaan.
Diangkatnya Hasan sebagai khalifah membuat dengan cepat menyebarluas sampai Muawiyah geram kepada Hasan, sebab keturunan dari Umayyah telah melakukan pemberontakan jauh dari masa kekhalifahan Ali bin Abi Thalib. Umayah sangat berambisi untuk menduduki kekhalifahan sebagai puncak pemimpin kaum muslimin.
Kepemimpinan Hasan yang banyak terjadi perselisihan di antara para sahabat-sahabat membuatnya mengundurkan diri dari kekhalifahan dan lebih mementingkan persatuan umat.
Muawiyah tidak hanya menentangakan kepemimpinan dari khalifah Hasan saja, melainkan ia pernah juga menentang ke Khalifahan dari Ali bin Abi Thalib ketika beliau menjabat sebagai Khalifah.
Hasan melakukan kesepakatan damai dan menyerahkan kekuasaan kepada Muawiyah tepat pada bulan Rabiul Awal tahun 41 H/661 M. Dan sebab peristiwa ini, tahun ini disebut sebagai “Aam Jama’ah” karena menjadi kesepakatan para kaum muslimin untuk menjadikan pemimpin mereka.
Setelah kepemimpinan jatuh ke tangan Muawiyah, Muawiyah memindahkan ibu kota kekuasaan Islam dari kufah ke Damaskus. Karena sebelum Muawiyah memrintah Islam, sebelum itu ia menjabat sebagai gubernur di Damaskus, oleh sebab itu setelah pemerintahannya ibu kota kekuasaan Islam dipindahkan ke Damaskus.
Setelah beliau menyerahkan kepemiminan khalifah kepada Muawiyah, Hasan kembali ke tanah kelahirannya di Madinah. Kedatangan Hasan di Madinah disambut dengan gembira oleh penduduk Madinah sebab beliau adalah cucu Rasulullah, tapi kesedihan juga menyelimuti kedatangannya ke Madinah karena sebab kepemimpinan Islam tidak lagi berada di pangkuannya.
Setelah beliau menyerahkan kepemiminan kepada Muawiyah, Hasan kembali ke tanah kelahirannya di Madinah. Kedatangan Hasan di Madinah disambut dengan gembira oleh penduduk Madinah, sebab beliau adalah cucu Rasulullah. Tapi kesedihan juga menyelimuti kedatangannya ke Madinah karena sebab kepemimpinan Islam tidak lagi berada di pangkuannya.
Selama di Madinah, Hasan setelah berhenti dari dunia perpolitikan, Hasan lebih tekun mendekatkan dirinya kepada Allah, beliau rajin mengajarkan ilmu agama kepada penduduk Madinah di Masjid Nabawi. Selain itu, beliau juga gemar belajar kepada sahabat-sahabat kakeknya yang telah sepuh-sepuh.
Beliau wafat karena sebab diracun. Orang yang telah meracuni Hasan tak lain adalah istrinya sediri Ja’dah binti al-Asy’ats bin Qais. Ja’dah meracuni Hasan karena telah ditipu olehYazid bin Muawiyah dengan iming-iming ia akan dinikahi oleh Yazid bin Muawiyah. Ketika Hasan telah meninggal.
Tujuan dari Muawiyah memerintahkan istri dari Hasan untuk membunuhnya tidak lain adalah karena urusan politik. Sebab Muawiyah khawatir, jika Hasan dibiarkan hidup maka dia akan memboikot atas kepemimpinan Hasan. Karena antara pendukung Hasan dan Muawiyah lebih banyak banyak dari Hasan, Muawiyah hanya memiliki dukungan dari Damaskus saja, sedang Hasan mempunyai dukungan yang kuat dari para penduduk Khufa dan penduduk Madinah.
Hasan Bin Ali Bin Abi Thalib wafat pada tahun empat puluh Sembilan Hijriyah. Beliau wafat di Madinah tepatnya pada tanggal 5 Rabiul Awal tahun 50 Hijriyah, ada pula yang mengatakan beliau wafat pada tahun 51 Hijriyah.
Oleh M. Khoirur Rozikin, Semester IV