Habib Al Haddar: Memahami Sirah Nabawiyah Sebagai Pelajaran Hidup
Ma’had Aly – Dalam memahami sirah nabawiyah, ternyata tidak hanya sebatas memahaminya sebagai rekontruksi sejarah semata. Dr. Habib Ahmad bin Muhammad Al Haddar menyebutkan bahwa dalam memahami sirah nabawiyah hendaknya seseorang juga mengambil pelajaran dan hikmah dari kehidupan Nabi Saw.
“Dalam memahami sirah nabawiyah janganlah hanya berpacu pada konteks sejarahnya saja. Namun, hendaknya sejarawan dapat mengambil pelajran daripada kehidupan nabi dari lahir sampai wafatnya,” papar Habib Al Haddar dalam muhadhoroh-nya di pendopo lantai 2 pondok pesantren Asshiddiqiyah Jakarta, Sabtu (17/12).
Melanjutkan pemaparannya bahwa, jika dilihat dari perjalanan kehidupan nabi, sudah pasti banyak pelajaran yang bisa didapatkan. Dari mulai Nabi lahir sampai menerima wahyu kenabian. Lalu, Setelah mendapat gelar kenabian, nabi mulai mendakwahkan Islam di mulai dari marhalah pertama di Mekah selama 10 tahun dan dilanjut dengan marhalah ke dua di Madinah selama 13 tahun. Dari situ lah kita sudah bisa mengambil banyak sekali pelajaran untuk kehidupan kita. Mulai dari perjuangan, kesabaran, dan sifat baik lainnya dari sosok Rasulullah Saw.
Habib asal Hadramaut, Yaman itu juga menjelaskan ada beberapa syarat dalam mengambil/merekontruksi sirah nabawiyah, di mana salahsatunya adalah periwayatnya harus jelas serta pengambilan hadist yang bersih dari kecacatan.Dengan kata lain, dalam merekontruksisirah nabi tidak boleh di dalamnya ditambahkan pikiran-pikiran pribadi . Jadi, harus murni dari sumber terpercaya.
Seperti yang dikisahkan oleh beliau bahwa sekitar tahun 1900 M, ketika Mesir di jajah oleh bangsa British. Salah satu penulis buku sirah nabawiyah, Hussain Haikal menulis sirah nabi dengan menambahkan pemikirannya sendiri kedalam buku tersebut. Lebih-lebih ia tambahkan didalamnya ilmu kebendaan dan me-nafi’-kan ilmu ghaib. Sehingga menimbulkan kemadharatan yang lebih besar dan berefek menyesatkan umat. Dan ironisnya, buku tersebut berhasil disebarluaskan ke sekolah-sekolah untuk dijadikan bahan pelajaran. Sebagaimana zaman sekarang, ajaran agama yang murni sudah banyak yang terkontaminasi dengan ajaran-ajaran yang menyimpangkarena buah pemikiran manusia.
“Pada dasarnya agama datang dalam keadaan asing, dan kembali juga dalam keadaan asing,” imbuh salah satu dzurriyah Rasulullah itu.
Di akhir muhadharah, Habib Al haddar juga menyebutkanbahwa terdapat hubungan Sirah Nabawiyah dengan Al-Qur’an yang dibagi menjadi tiga bagian :
- Sunnah Istiqlaliyah adalah sesuatu penghukuman yang disebutkan dalam sunnah saja tidak dalam Al-Qur’an. Contoh, hukum diharamkannya memakan daging anjing yang hanya disebutkan dalam sunnah saja tidak di dalam Al-Qur’an.
- Sunnah Taudlihiyah adalah sunnah yang menjelaskan apa yang ada di dalam Al-Qur’an seperti menjelaskan salat saja, tetapi cara pengerjaannya berada dalam sunnah. Lebih singkatnya melaksanakan ibadah yang sah yang tuntunannya berada dalam sunnah.
- Sunnah Tafsiliyyah adalah segala sesuatu yang dilihat nabi pada saat Mi’raj seperti dilihatkannya surga, neraka dan balasan-balasan pekerjaan manusia saat berada di dunia.
Dalam hal ini, Habib Haddar menegaskan bahwa banyak dari golongan lain hanya berkiblat pada Al-Qur’an saja. Di mana glongan tersebut disebut dengan golongan quraniyah. Mereka hanya melihat hukum dari Al-Qur’an saja. Padahal Al-Qur’an dan sunnah sama-sama hujah. Sesungguhnya kita sebagai manusia tidak boleh mengabaikan hadis, karena keduanya menjaga kita dari keselamatan dunia dan akhirat.
Pewarta: Rinanada Salsa Sabila (Smt.5)
Editor: BEM Ma’had Aly Jakarta