Turki Utsmani, Kesultanan Islam Era Modern

Turki Utsmani, Kesultanan Islam Era Modern

Penyerbuan pasukan Mongol ke kota Baghdad di Iraq di bawah komando Hulagu Khan menjadi awal sejarah kelam yang dirasakan kaum muslimin. Hal ini sekaligus menjadi akhir dari Daulah Bani Abbasiyah. Kehancuran kota Baghdad yang telah menjadi titik pusat pemerintahan Bani Abbasiyah merupakan akhir kekuatan politik Islam yang saat itu telah memegang peranan yang penting dalam mewujudkan kebudayaan dan peradaban dunia. Bukti-bukti kemajuan ilmu pengetahuan pun ikut lenyap dan sejak saat itu, secara praktis Islam mengalami kemunduran secara drastis.

Setelah kekuasaan umat Islam dari kekhalifahan Dinasti Abbasiyah berakhir pada tahun 1258 M, umat Islam kehilangan daulah kepemimpinan yang besar. Mengutip dari Prof. DR. Imam Fu’adi dalam bukunya yang berjudul Sejarah Peradaban Islam Dirasah Islamiyah II, politik umat Islam mulai muncul kembali setelah berdirinya tiga kekuasaan yang mempunyai kekuatan, pengaruh dan kerajaan yang besar yang menjadi tumpuan umat Islam saat itu. Pertama, kesultanan Turki Utsmani di Turki yang menjadi benteng kekuatan umat Islam untuk mencegah ekspansi bangsa Eropa.

Kedua, Dinasti Mughal di India, yang bersaing dengan kejayaan Hindu India yang hampir tenggelam. Ketiga, Kerajaan Syafawi di Iran yang dianggap sebagai peletak dasar pertama terbentuknya negara Iran modern yang sekarang ini. Dari ketiga dinasti ini, kekuasaan Dinasti Utsmani adalah yang paling lama bertahan yakni berkisar tahun 699 H-1342 H dan menjadi tumpuan politik umat Islam dibanyak tempat dibanding dua dinasti lainnya.

Awal kemunculan Kesultanan Utsmaniyah berasal dari proses pengembaraan yang dilakukan oleh Suku Kayi dari wilayah Asia Tengah, yaitu Turkistan. Turkistan sendiri adalah suatu daerah di Kazakhstan yang merupakan kawasan Asia Tengah antara Siberia (Rusia) yang berada di sebelah utara, Gurun Gobi (China) di sebelah timur, Tibet, India dan Afghanistan di sebelah selatan dan Laut Kaspia di sebelah baratnya. Kemudian, ketika bangsa Mongol melakukan ekspansi ke daerah kekuasaan Islam, pemimpin mereka, Sulaiman Syah memerintahkan seluruh rakyat mereka untuk melakukan migrasi ke arah barat dengan tujuan untuk menghindari serangan bangsa Mongol.

Dalam migrasi mereka, Sulaiman Syah meninggal pada tahun 1228 M ketika berusaha menyeberangi Sungai Eufhrat, yang berada dekat dengan kota Aleppo. Kelompok pengembara itu akhirnya terpecah menjadi dua. Pertama, adalah mereka yang ingin kembali lagi ke daerah asal. Kedua, mereka yang ingin melanjutkan migrasi mereka yang berjumlah 400 keluarga, kemudian beralih dibawah pimpinan Ertoghrul. Lalu, mereka bergabung di bawah perlindungan Sultan Alaudin II dari Dinasti Turki Seljuk Rum.

Saat itu, kekuasaan dinasti tersebut sedang diperebutkan oleh Kekaisaran Byzantium. Atas bantuan mereka akhirnya Byzantium dapat dikalahkan. Kemudian Sultan Alaudin memberikan satu wilayah yang bernama Syugyat yang berbatasan langsung dengan wilayah kekuasaan Byzantium. Mungkin tujuan ini adalah untuk mencegah serangan langsung yang mungkin dilakukan oleh Kekaisaran Byzantium.

Pada tahun 1280 M, Ertoghrul akhirnya meninggal dunia dan kepemimpinan atas mereka digantikan oleh Utsman, anaknya. Di sisi lain, tentara Mongol masih melancarkan ambisinya untuk menguasai dunia. Hingga akhirnya pada tahun 1299 M, proses ekspansi itu sampai ke wilayah Seljuk Rum. Serangan ini tidak dapat ditahan oleh mereka, alhasil pimpinan mereka Sultan Alaudin II tewas dalam serangan ini. Kekuasaan atas mereka pun kosong karena Sultan Alaudin II tidak memiliki putra pewaris tahta kerajaan. Kemudian Utsman menggunakan momen ini untuk memproklamirkan kekuasaan baru yang dinamakan Kesultanan Utsmaniyah pada tahun 1299 M. Akan tetapi, para sejarawan tidak bersepakat atas hal ini, karena ada sebagian dari sejarawan lainnya mengatakan pada tahun 1300 M.

Setelah berhasil menghalau serangan bangsa Mongol, Utsman kemudian menyatukan mereka di bawah satu kekuasaan yang diakui oleh seluruhnya. Kemudian, Utsman menetapkan kota Bursa sebagai ibukota pemerintahan. Kemudian mereka mulai memperluaskan wilayah kekuasaan mereka. Dimulai dari wilayah Anatolia Tengah, Byzantium, dan kota Broessa pada tahun 1317 M. Utsman kemudian berhasil memperluas wilayah kekuasaan hingga empat sisi benua, yaitu Asia Kecil, Eropa Timur, Eropa Selatan dan juga Afrika Utara.

Dalam sekian lamanya kekuasaan Turki Utsmani yang berkisar tahun 699 H-1342 Hatau 1299 M-1923 M. Maka dari itu, para sejarawan bersepakat untuk membagi masa kekuasaan Turki Utsmani menjadi lima periode. Periode Pertama (1299 M-1402 M), yaitu dari masa awal kepemimpinan Sultan Utsman I hingga Sultan Bayazid I. Periode ini merupakan masa berdirinya kesultanan Turki Utsmani.

Kemudian pada Periode Kedua (1402 M-1566 M), yaitu dari masa kepemimpinan Sultan Muhammad I hingga Sultan Sulaiman al Qanuni. Periode ini merupakan masa perebutan tahta kekuasaan di antara anak-anak Sultan Bayazid I. Pada periode kedua ini, muncul nama Sultan Muhammad I yang tak disangka dapat menguasai kembali wilayah kekuasaan Islam yang dikuasai oleh Timur Lenk dari bangsa Mongol. Sultan Muhammad al-Fatih berhasil menguasai Konstantinopel, ibukota Kekaisaran Byzantium. Padahal faktanya sejak masa Dinasti Umayyah, kota ini beberapa kali berusaha ditaklukkan namun selalu gagal menemui kemenangan. Ketika itu, tentara Utsmani telah mengepung Konstantinopel dari berbagai sisi hingga akhirnya berhasil dilumpuhkan pada tahun 1453 M. Kemudian kota ini akhirnya dijadikan sebagai ibukota Kerajaan Utsmani.

Pada Periode Ketiga (1566 M-1699 M), yaitu dari masa kepemimpinan Sultan Salim II hingga Sultan Mustafa II. Periode ini merupakan titik awal kemunduran Turki Utsmani. Hal ini ditandai dengan kemampuan mereka dalam mempertahankan wilayah kekuasaan mereka. Bahkan, wilayah Hungaria berhasil melepaskan diri dari kekuasaan mereka. Selain itu, pengganti Sultan Sulaiman memang tidak memiliki kecakapan dalam memimpin pemerintahan. Mereka dinilai kurang terlibat ikut andil dalam mengurusi administrasi negara. Selain itu, muncul banyak pemberontakan dalam usaha-usaha untuk memisahkan diri dari kekuasaan Utsmani.

Selanjutnya pada Periode Keempat (1699 M-1839 M), yaitu dari masa kepemimpinan Sultan Ahmad III hingga Sultan Mahmud II. Ditandai dengan melemahnya kekuatan kerajaan dan pecahnya beberapa wilayah ditangan para penguasanya sendiri. Pada masa ini, banyak muncul kekuatan asing yang baru, seperti contoh Rusia dan Austria. Mereka mulai memainkan peran mereka dalam usaha untuk memanfaatkan kelemahan militer Utsmani. Perang akhirnya tak terhindarkan dan berakhir dengan sebuah perjanjian Kucuk Kainarji pada tahun 1774 M, hasilnya Turki Utsmani kehilangan Crimea. Selain itu, Janissary (pasukan elit kesultanan Utsmani) juga memberontak yang mengakibatkan hilangnya jabatan Ahmad III dan kehilangan pendukung terhadap kekuasaan Sultan Salim III. Pada tahun 1826 M, Sultan Mahmud II melakukan pembunuhan massal terhadap Janissary di Istanbul.

Puncaknya pada Periode Kelima (1839 M-1922 M), yaitu dari kepemimpinan Sultan Abdul Majid I hingga Sultan Abdul Majid II. Fase ini merupakan fase akhir menuju kehancuran Turki Utsmani. Diawali dengan kebangkitan kultural dan administratif dari negara-negara yang dipengaruhi dengan ide-ide Barat dan pembaharuan politik, administrasi dan kebudayaan yang mulai digerakkan. Selain itu, krisis ekonomi juga menjadi salah satu penyebab kemunduran Turki Utsmani. Di antara kelompok-kelompok gerakan tersebut seperti Turki Muda, Tanzimat, Utsmani Muda dan lain sebagainya. Kemudian, wilayah Utsmani semakin berkurang karena serangan Barat. Sejak tahun 1865 M, Utsmani kehilangan wilayah Serbia. Pada tahun 1878 M, Montenegro, Bulgaria dan Rumania melepaskan diri. Pada tahun 1882 M, Inggris menguasai Siprus dan Mesir. Selanjutnya, pada tahun 1909 M, Bosnia dan Herzegovina dikuasai Austria. Hingga akhirnya, tahun 1912 M Tripoli jatuh ke kekuasaan Italia. Dukungan mereka terhadap Jerman dalam Perang Dunia I semakin menambah kehilangan wilayah mereka.

Kemudian, Kesultanan Turki resmi dihapuskan oleh tokoh Diktator Yahudi anti Turki saat itu yang bernama Mustafa Kemal Attaturk dan Turki pun melakukan perombakan menjadi Negara Nasional Republik Turki.

 

Daftar Pustaka:

Fu’adi, Imam. 2012. Sejarah Peradaban Islam Dirasah Islamiyah II. Yogyakarta: Teras.

Buchori, Didin Saefuddin. 2009. Sejarah Politik Islam. Jakarta: Pustaka Intermasa.

Al Usairy, Ahmad. 2016. Sejarah Islam Sejak Zaman Nabi Adam Hingga Abad XX. Jakarta: Akbarmedia.

 

Oleh : Ma’mun Fuadi, Semester IV

This Post Has 2 Comments

  1. Miftahul amali

    Good job, Semoga ilmunya bermanfaat… ?

  2. Miftahul amali

    Good job, Semoga ilmunya bermanfaat… ?

Leave a Reply