Ma’had Aly – Pada abad ke 14 M setelah jatuhnya Majapahit, berdirilah kesultanan Demak yang merupakan kerajaan Islam pertama di pulau Jawa. Menurut Babad Tanah Sunda atau Babad Cirebon, Demak dulunya diakui Majapahit sebagai sebuah desa pada tahun 1478 M. Namun ada pula yang menetapkan bahwa berdirinya Kesultanan Demak adalah tahun 1518 M, dengan alasan bahwa tahun tersebut adalah tahun berakhirnya Kerajaan Majapahit yang dipimpin oleh Prabu Udoro Brawijaya VII yang kalah perang melawan Demak.
Letak Demak secara geografis adalah di Pesisir Utara dengan lingkungan alam yang subur dulunya disebut kampung Glagahwangi. Kono, kehadiran Raden Patah ke daerah tersebut adalah sesuai petunjuk Sunan Ampel dan sepengetahuan Brawijaya V. Menurut De Graaf dan Pigeaud, letak Demak sangat strategis baik untuk perdagangan dan pertanian. Wilayah Demak dahulu terletak di tepi selat antara pegunungan Muria dan Jawa. Sebelumnya selat tersebut agak lebar dan dapat dilalui kapal dagang dari Semarang yang mengambil jalan pintas untuk berlayar ke Rembang. Tetapi sejak abad 17 M, selat tersebut sudah tidak dapat dilayari setiap saat.
Adapun penetapan tahun berdirinya Kesultanan Demak yang tidak kontras tersebut, oleh Solichin Salam dikompromikan bahwa Demak berdiri secara resmi pada tahun 1478 M. Namun baru mendapat pengakuan yang sah oleh para ahli sejarah pada tahun 1518 M, setelah kekuasaan Demak besar dan mendapat pencapaian gemilang setelah berhasil memukul mundur lawannya.

Kesultanan Demak didirikan oleh Raden Patah dengan gelar Senapati Jimbun Ningrat Ngabdurahman Panembahan Palembang Panatagama. Historiografi Jawa menuturkan bahwa Raden Patah adalah putra dari Prabu Brawijaya atau Prabu Kertawijaya, Maharaja Majapahit pada 1447-1451 M dengan istri selir seorang Putri Cina. Diangkatnya Raden Patah sebagai sultan Demak, menjadikan posisinya menjadi Sultan di pulau Jawa. Bahkan Cirebon menjadi semacam negara bagian dari Kesultanan Demak, hal ini sesuai dengan rencana Sunan Ampel menjadikan Demak sebagai pelopor penyebar agama Islam di pulau Jawa.
Kesultanan Demak dalam perjalanannya mampu tampil sebagai keraton Islam yang tangguh, teguh, kokoh, dan berwibawa. Dalam pergaulan antar bangsa, Kesultanan Demak membawa sugesti dan magic tersendiri di Asia Tenggara sehingga sangat disegani, karena kontribusinya dalam bidang ekonomi, pelayaran, perdagangan, kerajinan, pertanian, pendidikan, dan keagamaan. Sebagai negara besar, Kesultanan Demak juga aktif mengadakan diplomasi dan konsolidasi. Duta-duta Kesultanan Demak ditempatkan di negara-negara Islam seperti Negeri Johor, Pasai, Gujarat, Turki, Persia, Arab, dan Mesir. Para pelajar juga dikirimkan untuk menimba ilmu di berbagai negara sahabat tersebut. Kesultanan Demak tampil sebagai negara maritim Islam yang makmur, lincah, kosmopolit, berilmu, dan agamis.
Apabila kita membahas Kesultanan Demak maka tidak bisa lepas dari bahasan Walisongo, karena mulai dari berdirinya kerajaan hingga segala macam problematika kerajaan, Walisongo selalu memberikan peranan, bukan hanya sebagai sosok guru spiritual melainkan juga ikut andil dalam musyawarah pemecahan suatu masalah pada kesultanan.
Perlu diketahui bahwa Sultan-sultan Demak terkenal sebagai pelindung agama dan punya hubungan erat dengan ulama terutama Walisongo, sehingga dalam waktu singkat Demak mencapai kejayaanya, terlebih saat Adipati Unus Sultan kedua Demak putra dari Raden Patah melakukan ekspansi wilayah kerajaan. Adipati Unus dalam usahanya telah dua kali mengusir Portugis dari Malaka, namun gagal dan akhirnya beliau wafat di Malaka dalam upaya melawan penjajah pada tahun 1521 M. Kegigihan dan perjuangannya dikenang oleh masyarakat Jawa dengan memberinya gelar Pangeran Sabrang Lor, karena ia menyeberangi laut Jawa saat menuju Malaka.
Pengganti Adipati Unus adalah Pangeran Trenggono yang memerintah dari tahun 1521-1546 M. Di bawah pemerintahannya, Demak mengalami masa kejayaan yang gemilang. Pangeran Trenggono tidak kalah giat dari kakaknya Adipati Unus dan Raden Patah. Untuk mengokohkan singgasana Demak dan panji-panji Islam, seorang ulama dari Pasai bernama Fatahillah yang sempat melarikan diri dari kepungan Portugis, diterima oleh Sultan Trenggono dan dinikahkan dengan adiknya. Fatahillah sendiri sukses mengemban misi dari Sultan Trenggono untuk merebut kunci perdagangan Pajajaran di Jawa Barat yakni meliputi Banten, Sunda Kelapa, dan Cirebon dari Cengkraman Portugis.
Penguasaan daerah tersebut bertujuan menggagalkan hubungan bilateral Portugis dan Pajajaran. Armada Portugis di Sunda Kelapa berhasil dihancurkan oleh armada Demak yang dipimpin Fatahillah. Dengan kemenangan di tangannya, Fatahillah mengubah nama Sunda Kelapa menjadi Jaya Karta yang berarti Kemenangan total. Peristiwa yang terjadi pada 22 Juni 1527 M itu kemudian diperingati sebagai hari lahir Kota Jakarta. Sementara prestasi Sultan Trenggono sendiri berhasil menaklukan Mataram dan Singasari. Panarukan dan Pasuruan dapat bertahan, serta blambangan masih menjadi negara Bali yang beragama hindu. Dalam ekspansinya ke Panarukan ,Sultan Trenggono wafat dibunuh oleh seorang abdinya sendiri pada tahun 1546 M. Pada masa jayanya, Sultan Trenggono pernah berkunjung kepada Sunan Gunung Jati, Trenggono memperoleh gelar Sultan Ahmad Abdul Arifin.
Kesultanan Demak hanya dapat berdaulat sekitar 70 tahun, yakni 1478-1547 M. Dengan Wafatnya Sultan Trenggono maka timbullah perebutan kekuasaan. Sultan Trenggono memiliki dua putra dan dua putri. Di antaranya adalah Raden Bagus Mukmin yang diangkat Sunan Giri menjadi wali dengan gelar Sunan Prawoto, Ratu Kalinyamat (istri Pangeran Hadiri), Ratu Mas Cempaka (istri Sultan Hadiwijaya Jaka Tingkir), dan Pangeran Timur. Perebutan kekuasaan dimulai dari Sunan Prawoto dan Pangeran Sekar/Suharyoto kakak Sultan Trenggono. Pangeran Sekar terbunuh di tepi sungai oleh orang suruhan Sunan Prawoto, kemudian ia dikenal dengan nama Pangeran Sekar Seda Lepen. Tidak lama setelah menjadi sultan, Sunan Prawoto juga dibunuh oleh orang suruhan Arya Penangsang Adipati Jipang, putra dari Pangeran Sekar.
Perebutan kekuasaan dalam keluarga terus berlanjut, tetapi pada akhirnya dimenangkan oleh Jaka Tingkir Adipati Pajang. Arya Penangsang yang berhasil membunuh Sunan Prawoto mendapat perlawanan sengit dari Jaka Tingkir yang dibantu suami dari iparnya yakni Pangeran Hadiri. Namun dalam perlawanannya Pangeran Hadiri kalah dan terbunuh oleh Arya Penangsang. Kemudian perlawanan tetap dilanjutkan atas siasat yang diajarkan Ki Ageng Pemanahan, Ki Juru Mertani, dan Ki Penjawi sehingga pemberontakan dapat dipadamkan.
Dalam peristiwa tersebut, Danang Sutawijaya, anak Ki Ageng Pemanahan yang baru berumur 16 tahun tampil sebagai panglima perang dengan menunggangi kuda betina. Arya Penangsang yang terkenal sifat emosi tinggi, langsung menunggangi kuda jantan kesayangannya yang bernama Gagak Rimang. Dulunya kerajaan Demak dibentengi dengan sungai yang terkenal dengan nama Bengawan Sore. Mitos yang terkenal, dulunya jika akan berperang kemudian melewati Bengawan Sore lebih dulu, maka akan terkena apes atau sial. Mitos itulah yang menimbulkan siasat yang dipakai untuk Sutawijaya, ketika pasukan sudah saling berhadapan, kuda jantan milik Arya Penangsang meloncat lebih dulu memasuki area Bengawan Sore karena terpancing oleh kuda betina milik Sutawijaya. Dalam duelnya Arya Penangsang merasa tidak tega untuk membunuh Sutawijaya, tetapi sebaliknya Arya Penangsang terbunuh oleh Sutawijaya pada tahun 1549 M. Berkat jasa-jasanya Ki Ageng Pemanahan diberi hadiah tanah Mataram, dan Ki Penjawi diberi tanah Pati adapun Sutawijaya dijadikan anak angkat oleh Jaka Tingkir.
Dengan selesainya perang saudara ini habislah riwayat Kesultanan Demak, kemudian oleh Jaka Tingkir pemerintahan dipindahkan ke Pajang dengan beberapa alasan yang dikemukakan oleh Adi Sudirman sebagai berikut;
- Kerajaan Demak mengalami kehancuran total akibat perang saudara yang berangsur-angsur.
- Mendekati wilayah pertanian subur, yaitu di sekitar Surakarta dan Klaten.
- Menjauhi musuh-musuh politiknya yang ada di sekitar Demak.
- Mendekati daerah pendukungnya, yakni Pajang dan Tingkir.
Maka secara ringkas, jumlah sultan yang memerintah Demak hanya 4 orang, yaitu:
- Sultan Fattah atau Raden Patah (1478-1518 M)
- Sultan Yunus yang dikenal Adipati Unus dan Pangeran Sabrang Lor (1518-1521 M)
- Sultan Trenggono (1521-1546 M)
- Sultan Prawoto hanya memerintah kurang lebih setahun, yang beriringan dengan mulainya perebutan kekuasaan yang akhirnya dimenangkan oleh Jaka Tingkir menantu Sultan Trenggono.
Hal inilah yang menjadi titik akhir Kesultanan Demak, yang selanjutnya dipindahkan ke Pajang oleh Jaka Tingkir dengan gelarnya Sultan Hadiwijaya. Maka berakhirnya kekuasaan Demak yang notabenenya adalah Kerajaan Islam pertama di pulau Jawa menimbulkan kerajaan-kerajaan Islam baru di Jawa seperti Kesultanan Pajang, Kesultanan Mataram, dll.
Referensi
Zainal Abidin bin Syamsudin, Fakta Baru Walisongo, Jakarta : Pustaka Imam Bonjol, 2017.
Agus Sunyoto, Atlas Walisongo, Jakarta : Pustaka IIMan, 2014.
Hasanu Simon, Misteri Syekh Siti Jenar, Yogyakarta : Penerbit Pustaka Pelajar, 2008.
Adi Sudirman, Sejarah Lengkap Indonesia, Yogyakarta : Diva Press, 2014.
W.L. Olthof, Babad Tanah Jawi, Yogyakarta : Narasi, 2009.
H.J De Graaf & T.H Pigeaud, Kerajaan Islam Pertama di Jawa, Jakarta : Penerbit Mata Bangsa atas kerja sama dengan KITLV, 2019.
Kontributor : Rangga Azareda Dwi Fananta, Semester III