Rahasia Keberhasilan Abdurrahman bin Auf: Kunci Sukses dalam Berdagang Syariah

Rahasia Keberhasilan Abdurrahman bin Auf: Kunci Sukses dalam Berdagang Syariah

WWW.MAHADALYJAKARTA.COM- Abdurrahman bin Auf adalah salah satu sahabat Rasulullah yang terkenal dengan kedermawanan dan keberaniannya. Ia lahir pada tahun 581 M dan termasuk dalam golongan as-sabiqunal awwalun, yaitu orang-orang yang pertama kali masuk Islam melalui Abu Bakar as-Siddiq di rumah Arqam bin Abi Arqam. Beliau adalah salah satu dari sepuluh sahabat yang diberi kabar gembira oleh Nabi Muhammad saw bahwa ia akan masuk surga. Ia masuk Islam pada tahun 614 M saat usianya masih cukup muda, yakni 31 tahun, usia yang masih sangat produktif. Beliau termasuk sahabat yang berperan penting dalam perjuangan Islam di masa awal. Salah satu sumbangsihnya adalah berdagang, yang hasilnya ditujukan semata-mata untuk mencari ridha Allah Swt dan Rasul-Nya.

Berdagang menjadi perhatian terbesar Islam dalam hal pengentasan kemiskinan. Ada banyak hadis yang secara spesifik menunjukkan bahwa pintu pengentasan kemiskinan adalah melalui perdagangan. Namun, perdagangan yang dimaksud tentu saja adalah perdagangan yang sesuai dengan etika Islam dan ajaran Nabi Muhammad saw. Beberapa sifat dagang Nabi yaitu jujur, amanah, tidak melakukan jual beli yang diharamkan Allah, menghindari jual beli gharar, memastikan kesukarelaan dalam jual beli, dan menghindari riba. Sebagaimana yang dicontohkan oleh sahabat Abdurrahman bin Auf, beliau tidak memisahkan agama dan perdagangan, menjunjung tinggi nilai etika Islam, berbisnis dengan modal yang halal, rajin bersedekah, serta semata-mata mengharap ridha dari Allah. Dengan demikian, Allah akan mengangkat derajat dan kekayaan hamba-hamba-Nya.

Salah satu pedagang hebat yang kaya raya dan sukses dalam berdagang ialah sahabat Abdurrahman bin Auf. Ia merupakan seorang pedagang ulung, padahal sebelum hijrah ke Madinah, hartanya habis dijarah orang-orang musyrik dan ia hijrah tanpa memiliki kekayaan. Hal ini menegaskan bahwa berdagang yang dilakukan sesuai dengan tuntutan agama dapat mengangkat harkat, martabat, dan kekayaan seseorang. Sebagaimana Allah Swt berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لا تُلْهِكُمْ أَمْوَالُكُمْ وَلا أَوْلادُكُمْ عَنْ ذِكْرِ اللَّهِ وَمَنْ يَفْعَلْ ذَلِكَ فَأُولَئِكَ هُمُ الْخَاسِرُونَ

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah harta-hartamu dan anak-anakmu melalaikan kamu dari mengingat Allah. Barangsiapa yang berbuat demikian, maka mereka itulah orang-orang yang merugi.” (QS. Al-Munafiqun: 9)

Suatu hari, Abdurrahman bin Auf menerima tawaran dari kaum Anshar setelah hartanya habis dijarah oleh kaum Quraisy. Mereka menawarkan setengah dari harta mereka dan salah satu dari istri mereka. Namun, tanpa disangka, Abdurrahman bin Auf menolak tawaran itu, bukan karena kesombongan, melainkan karena ia ingin hidup mandiri dari hasil jerih payahnya sendiri. Meskipun berada dalam kondisi miskin, sahabat dari kaum Muhajirin ini tetap menunjukkan sikap seorang pekerja keras yang enggan bergantung pada orang lain, sebagaimana yang dicontohkan dalam sebuah hadits berikut:

مَا أَكَلَ أَحَدٌ طَعَامًا قَطُّ خَيْرًا مِنْ أَنْ يَأْكُلَ مِنْ عَمَلِ يَدِهِ وَإِنَّ نَبِيَّ اللهِ دَاوُدَ عَلَيْهِ السَّلَامُ كَانَ يَأْكُلُ مِنْ عَمَلِ يَدِهِ

“Tidak ada seseorang yang memakan satu makanan pun yang lebih baik dari makanan hasil kerja kerasnya sendiri, dan sesungguhnya nabi Allah Daud as memakan makanan hasil usahanya sendiri” (HR.Bukhari)

Kesuksesan Abdurrahman tidak hanya karena etos kerja yang luar biasa, tetapi juga karena semangat ibadahnya yang tak pernah padam. Salah satu amal ibadahnya yaitu bersedekah. Menjadi seorang miliarder tidak membuat sahabat nabi ini larut dalam kesibukan duniawi. Bahkan, ia pernah mengungkapkan, “Aku adalah orang terkaya di Makkah, tetapi justru semua ini yang membuatku takut. Jangan-jangan hartaku ini yang akan menjerumus­kanku.” (Hadits riwayat Imam Ahmad). Dalam ar-Riyadh an-Nadhrah fi Manaqibil ‘Asyrah, dikisahkan, pada saat Siti Aisyah sedang berada di rumah (Madinah), tiba-tiba ia dikejutkan oleh suara gemuruh. “Suara apa ini?” tanya ‘Aisyah. Orang-orang menjawab, “Itu adalah kawanan unta milik Abdurrahman bin Auf yang baru saja pulang dari Syam. Jumlahnya 700 kawanan unta. Dan itulah yang membuat suara gemuruh tadi.” Aisyah kemudian berkata, “Aku pernah mendengar Rasulullah saw bersabda, ‘Aku melihat Abdurrahman masuk surga dalam keadaan merangkak (karena kekayaan yang dimilikinya).’” Setelah mendengar ucapan Aisyah itu, Abdurrahman pun berucap, “Jika bisa, aku akan tetap masuk ke surga dalam keadaan berdiri.” Kemudian, ia pun menyedekahkan semua gandum dan unta miliknya untuk disedekahkan ke jalan Allah Swt.  

Salah satu tindakan mulia Abdurrahman bin Auf yang lain adalah ketika Nabi Muhammad saw mendirikan Baitul Mal (kas negara) di Madinah. Abdurrahman adalah salah satu sahabat yang memberikan kontribusi besar kepada Baitul Mal ini. Ia menyumbangkan separuh harta kekayaannya untuk membantu memenuhi kebutuhan umat Islam yang kurang beruntung. Tindakan ini menunjukkan dedikasinya untuk melayani masyarakat dan memastikan bahwa semua Muslim di Madinah mendapatkan perlindungan dan dukungan yang mereka butuhkan. Tindakan Ibnu Auf ini mencerminkan nilai-nilai solidaritas dan kepedulian sosial antar-umat Islam pada masa itu.

Abdurrahman meninggalkan banyak harta setelah meninggal dunia, termasuk emas yang dipotong-potong dengan kapak hingga membuat tangan orang-orang menjadi lelah. Sumber harta Abdurrahman, seperti yang telah disebutkan, berasal dari peternakan yang ia miliki. Ia memiliki 1.000 unta, 100 kuda, dan 3.000 domba yang digembalakan di Baqi’. Ini menunjukkan bahwa ia memiliki sejumlah besar hewan ternak yang dipelihara untuk memperoleh keuntungan. Peternakan seperti ini dapat menjadi sumber pendapatan yang signifikan, terutama dalam budaya Arab dan lingkungannya, di mana peternakan adalah sumber mata pencaharian utama.

وَأَعْتَقَ خَلْقًا مِنْ مَمَالِيكِهِ ثُمَّ تَرَكَ بَعْدَ ذَلِكَ كُلِّهِ مَالًا جَزِيلًا، مِنْ ذَلِكَ ذَهَبٌ قُطِعَ بِالْفُئُوسِ حَتَّى مَجَلَتْ أَيْدِي الرِّجَالِ، وَتَرَكَ أَلْفَ بَعِيرٍ وَمِائَةَ فَرَسٍ، وَثَلَاثَةَ آلَافِ شَاةٍ تَرْعَى بِالْبَقِيعِ، وَكَانَ نِسَاؤُهُ أَرْبَعًا فَصُولِحَتْ إِحْدَاهُنَّ مِنْ رُبْعِ الثَّمَنِ بِثَمَانِينَ أَلْفًا، وَلَمَّا مَاتَ صَلَّى عَلَيْهِ عُثْمَانُ بْنُ عَفَّانَ، وَحَمَلَ فِي جِنَازَتِهِ سَعْدُ بْنُ أَبِي وَقَّاصٍ، وَدُفِنَ بِالْبَقِيعِ عَنْ خَمْسٍ وَسَبْعِينَ سَنَةً

“Dia membebaskan beberapa budaknya, kemudian setelah itu meninggalkan harta yang banyak, termasuk emas yang dipotong dengan kapak sehingga melukai tangan para pria. Dia meninggalkan seribu unta, seratus kuda, dan tiga ribu domba yang merumput di Baqi’. Dia memiliki empat istri, dan salah satunya berdamai dari seperempat harga dengan delapan puluh ribu. Ketika dia meninggal, Utsman bin Affan menyalatkan jenazahnya, Saad bin Abi Waqqash mengusung jenazahnya, dan dia dimakamkan di Baqi’ pada usia 75 tahun.”

Konsep yang ditanamkan oleh Ibnu Auf dalam entrepreneurship yaitu dengan bersedekah dijalan Allah hingga membuatnya berjaya dalam bidang perdagangan. Inilah jadi diri seorang laki-laki terkaya dalam Islam. Berdakwah dalam bidang perdagangan bukanlah hal yang mustahil bagi seorang mukmin sejati. Hanya saja harus diiringi dengan kaidah yang baik dan benar menurut agama Islam.

Referensi :

Ath-Thabari, Muhibuddin, Ar-Riyadhun Nadhrah fi Manaqibil ‘Asyrah (Jilid 4), Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah.

Katsir, Ibnu, Al-Bidayah Wa Al-Nihayah (Jilid VII), Beirut: Dar al-Fikr.

Asrof, Ahmad, Lebih Sukses Berdagang Ala Khadijah dan Abdurrahman Bin Auf. Cetakan 1.

Yogyakarta: Semesta Hikmah, 2017.

Khalid, Khalid Muhammad, Biografi 60 Sahabat Rasulullah, Jakarta: Qisthi Press, 2017.

Prayoga, Dewa Eka, Kaya Raya Ala Abdurrahman Bin Auf, Millionaire Mindset Publisher, 2018.

Isa, Muhammad Ahmad, 10 Sahabat Nabi Dijamin Surga. Cetakan V, Jakarta: Pustaka Imam Asy Syafi’i.

https://jateng.nu.or.id/keislaman/abdurrahman-bin-auf-sahabat-rasulullah-yang-muda-kaya-dan-dermawan-RZTeZ.
https://islam.nu.or.id/sirah-nabawiyah/sahabat-abdurrahman-bin-auf-konglomerat-pekerja-keras-yang-gila-sedekah-Tztct.

Kontributor: Nanda Farid, Semester III

Leave a Reply